Her Pov
Aku baru saja menyelesaikan tulisan terakhirku untuk tugas yang sudah dua minggu ini menguras energi serta waktu ku bersenang-senang, aku tidak mengerti kenapa orang-orang mampu sepertiku membutuhkan pendidikan yang tinggi padahal aku bisa dengan mudah bekerja dengan langsung mendapatkan jabatan bagus di perusahaan Ayah tapi semua orang memaksaku untuk belajar lebih giat. Aku menghabiskan waktu untuk menemui dosen, berbaur dengan anak-anak lain yang mana tidak pernah ku sukai seumur hidupku.
Jujur saja, aku tidak pernah suka dikelilingi oleh mereka. Ya ya aku tahu tidak semua orang miskin itu memiliki niat buruk, hanya saja pengalaman mengajarkan aku agar tidak mudah terpengaruh pada pergaulan seperti itu.
Lahir ditengah keluarga kaya, cemara dan dilimpahi kasih sayang serta cinta yang tak pernah habis membuatku menjadi manusia yang cukup mandiri. Aku tidak pernah memandang orang lain rendah karena tingkat kekayaan mereka jauh dibawahku, tapi beberapa orang dengan bangga menunjukkan kualitas diri mereka sendiri dan melabeli bahwa mereka itu miskin. Seharusnya kalau kau tidak kaya, kau harus punya sopan santun dan sikap mu menjadi nilai utama ketika bertemu orang yang derajat sosialnya lebih tinggi.
Aku mengedarkan pandanganku untuk mencari sesuatu yang mungkin menarik untuk dilihat, dan disana aku melihat seorang pemuda dengan kaus oblong tanpa tangan tengah merokok berjalan santai dilapangan. Dia selalu berpenampilan layaknya berandalan tapi yang kudengar dari teman-teman sekelasku bahwa dia orang yang berprestasi.
Penampilan itu sangat penting bagi kami, kami- orang yang memandang penampilan sebagai nilai pertama dalam menerima pertemenan. Dan laki-laki seperti dia semoga dijauhkan dariku. Bukan aku tidak tahu kalau dia orang yang bisa diandalkan, hanya saja aku tidak suka dengan cara nya berpakaian. Terlalu santai dan terbuka, andai dia mau memilih outfit yang lebih pantas dan sesuai mungkin aku akan mempertimbangkan secara matang untuk mengejarnya.
Mengejarnya? Apa aku gila? Aku tidak mungkin mengejar orang seperti dia, aku bisa menemukan laki-laki yang lebih baik darinya.
Sial
Aku tidak tahu bahwa terus menyangkal pesona nya akan semakin menunjukkan betapa bodohnya aku.
Aku tidak mau jatuh dalam pesona nya yang biasa-biasa saja, aku mampu menemukan pemuda lain.
Well, tidak sulit dengan yang sesuai kriteriaku. Tapi kebanyakan dari mereka hanya peduli dengan mobil ku serta uang jajan. Brengsek
Aku mengusir semua pemikiran bodoh yang memenuhi kepalaku, dia tidak berhak menguasai isi kepalaku. Dia tidak pantas mendapatkan aku yang sempurna ini, atau mungkin tidak sama sekali. Sial sial
Harusnya aku tidak usah melihat kemana-mana, dia terlalu berkilau untuk kedua mataku.
Tidak tidak, dia tidak boleh mendekat ke arahku. Brengsek! Berhenti disana sialan, apa yang kau lakukan?!
Nadhir Nassar sialan.
"Apa kau selalu memandangiku seperti itu?"
Brengsek ini selalu saja menggodaku dengan raut tampan nya yang memukau. Aku bisa apa?
Menjawab pertanyaan nya yang tidak perlu dijawab.
"Seperti apa? Seperti aku melihat betapa tidak menariknya dirimu, dan ouh baju jelek ini? Good, kau memang tidak setampan itu untuk ku pandangi dengan mata yang dihiasi love blink."
Dia tertawa, jantungku berdebar semakin kencang. Aku takut dia mendengarnya, tapi saat dia tertawa dihadapan ku dengan sangat dekat sungguh mengguncang jiwaku yang semakin hari, semakin murahan! Brengsek
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY
Short StoryShort story ! Kumpulan Cerpen yang mungkin bisa menghibur anda sekalian :) Namanya juga cerita pendek, ya jangan ngarep panjang :) Karena aku nulis nya pun asalan aja :-D