Delusi (18+) end

384 21 0
                                    

Satu kali bercinta dengan tumpukan gairah yang meledak-ledak tidak akan pernah cukup bila hanya dilakukan sekali, maka setelah mereka memutuskan menyudahi kegiatan panas ditengah kegelapan hutan di sekelilingnya, Ben memutuskan untuk mengajak Sana pergi dari sana menuju hotel milik nya.

Mereka tidak banyak bicara, penampilan Sana sudah sangat berantakan, pakaian yang dia kenakan sungguh tidak berbentuk lagi sedangkan Ben masih terlihat rapi.

Ben tidak mau repot-repot menyuruh orang membawakan pakaian baru untuk wanita-nya, karena begitu mereka tiba di hotel, percintaan yang sempat terhenti kembali dilakukan. Kali ini lebih menggebu dan menuntut, berbagai gaya dan di setiap sudut kamar besar milik Ben telah mereka coba untuk menemukan sensasi menyenangkan ketika menyatu.

Sana terlelap dibawah gelungan selimut, wanita itu kelihatan sangat lelah dan wajahnya lebih tenang sekarang karena sudah tertidur.

Ben menelpon ibunya, mengatakan kalau dia siap menikah besok atau lusa. Di sambut dengan baik oleh ibu nya, Ben pun bersemangat memberitahu berita itu kepada Sana besok pagi.

Sekejap ia juga merasakan kantuk yang luar biasa, namun belum sempat menutup kelopak matanya, Ben dibuat terbangun lagi oleh suara ponsel yang berdering hingga meninggalkan suara gema yang cukup nyaring.

Pria itu mengambil ponselnya dengan mata setengah mengantuk, karena suara ponselnya juga Sana bergerak bangun. Wanita itu menatap wajah Ben dari samping, mereka bertatapan selama beberapa detik sebelum suara lembut di iringi isakkan terdengar dari ujung telepon.

"Ben, tolong aku!"

Ben lebih dulu memutuskan kontak matanya dengan Sana, tubuh tegap lelaki itu menegang dan entah dari mana asalnya, Ben merasa sekujur tubuhnya membeku.

"Apa yang terjadi?"

"Tolong aku, Ben!"

Suara itu terputus bersamaan dengan wajah Ben yang mengeras, matanya tampak menggelap berbalut emosi, ia turun dari ranjang besar mereka dengan tergesa dan melupakan kehadiran Sana.

Tidak diketahui siapa yang menelpon, tidak juga Sana berani menebak siapa orang itu, karena bagaimana pun hubungan mereka, Sana hanya orang asing dalam hidup Bennedict. Lelaki itu mungkin kelihatan sangat menginginkan nya, tapi andai dia menyadari kalau Ben tidak pernah menatap penuh cinta padanya.

Ben hanya terobsesi pada tubuh Sana, pada hasrat seksual yang terjalin diantara mereka. Dan itu bukan cinta

Lelaki yang baru saja menidurinya itu pun bergegas pergi dari kamar meninggalkan Sana yang masih dalam keadaan setengah sadar, posisinya yang berbaring karena kehabisan tenaga membuat Sana terpaku sangat lama.

Ben meninggalkan nya.

Lelaki itu selalu saja pergi setiap kali ponselnya berdering, panggilan dari seseorang selalu saja berhasil mencuri semua perhatian Ben.

Sebenarnya ada apa dengan Sana?

Kenapa dia selalu saja melupakan kenyataan.

Sana tidak mungkin lupa soal Ben, dia tahu persis kalau kehadiran dirinya dalam hidup lelaki itu hanya sebagai pelampiasan saja.

Ben tidak mencintainya, dia cuma terobsesi.

Kenyataan itu menampar Sana, membangunkan alam bawah sadarnya bahwa di hidup ini pun, dia bukan pemeran utama.

Sana memaksa tubuhnya bangun dari kasur yang sangat nyaman tersebut, memaksa agar kedua kakinya berpijak pada lantai yang dingin. Mencari apapun yang bisa dia kenakang sebagai kain penutup tubuhnya.

Ben tidak akan kembali.

Sana tidak perlu berangan-angan lagi soal kebahagiaan yang ditawarkan pria itu karena memang bukan dirinya sejak awal.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang