Biasanya saat kita tertimpa suatu masalah maka nasehat yang paling sering kita dengar adalah berpikir dulu sebelum bertindak, atau bersikaplah tenang sebelum mengambil langkah dan keputusan. Namun ketika keadaan tidak memihak kita, maka tindakan selalu lebih dulu diambil dibandingkan berpikir akan dampak yang terjadi setelah nya.
Seperti yang dilakukan oleh Pita sekarang, kakinya berlari membelah kerumunan anak-anak yang berkumpul di lapangan, wajahnya terlihat cemas dan tidak bisa dipungkiri kalau sekarang keadaan Pita tidak baik-baik saja. Suara sorakan dan teriakan anak-anak yang menggema semakin membuat dadanya berdebar keras, ia ketakutan namun enggan berhenti maju kedepan. Sampai pada akhir kerumunan tubuh nya membeku melihat dua orang sedang beradu pukulan, matanya terlalu fokus pada satu orang sampai tidak peduli pada panggilan yang menyerukan namanya agar jangan mendekati kedua orang yang tengah berkelahi tersebut.
"ARPITA!!" Jeritan Desi tidak dihiraukan nya, Pita terus melangkah dengan tubuh yang gemetar. Dia meraih satu tangan Bima yang hendak melayangkan tinju kepada lawan nya yang telah terbaring lemas, wajah pemuda itu membiru dan berdarah dibagian bibir. Lawannya pun tak kalah mengenaskan, Arpita mencengkram erat tangan Bima sampai jemarinya ikut memutih. Bukan takut kalau dia juga bisa terkena pukulan, Pita lebih takut jika Bima dikeluarkan dari sekolah karena pertengkaran ini. Apalagi seluruh anak-anak disekolah mereka menyaksikannya, dibandingkan mencemaskan korban keganasan Bima, dia lebih khawatir kalau pemuda itu kehilangan kesempatan memperbaiki diri.
"Bima, cukup!" Suaranya ikut bergetar karena takut, orang yang dipegangnya itu menoleh dengan sorot mata tajam yang menusuk. Untuk beberapa detik Bima masih tak bisa melihat dengan jelas wajah Arpita, dia benar-benar kehilangan kewarasan karena tersulut emosi sesaat. Setelah melihat sepasang mata berair milik Arpita barulah Bima sadar kalau perbuatan nya sangat keterlaluan, ia memandang korban dari kemarahan nya dengan ekspresi tak terbaca. Lelaki itu bangun dari menindih tubuh musuhnya, membalas cengkraman tangan Arpita berusaha meredam kemarahan yang mengobar dalam diri sembari mengulas senyum tipis diwajahnya.
"Lo bisa kena pukulan nyasar kalo kaya gini."
Tubuh tinggi Bima begitu kontras ketika berdiri berdampingan dengan Arpita yang mungil, dia menoleh sekali lagi kepada orang yang telah berani mengusik ketenangan nya. Tidak ada sedikit pun penyesalan dalam diri Bima, meski dia berandal sekolah tetap saja Bima punya batasan dalam mengusik urusan pribadi seseorang. Dan lawannya ini sudah sangat keterlaluan, semua orang yang mengenal Bima tahu kalau keluarga Bima punya cerita menjijikkan yang tak pantas disebar luas. Lalu dengan bodohnya, Andre membuka cerita lama tentang aib keluarganya dihadapan banyak orang. Bima tidak akan semarah itu kalau saja Andre tidak membawa nama ibunya, lelaki tidak pernah berbicara seperti perempuan namun Andre benar-benar pengecut. Pukulan saja tidak cukup untuk membalas hinaan yang terima Bima, tidak ada yang boleh menghina ibunya. Semua manusia terlahir sempurna, kehidupan lah yang membentuk jalan cerita mereka menjadi beragam.
"Udah ya, Bim." Pita membuka suara lagi untuk menyadarkan Bima, dia berharap kalau tidak satu pun murid disekolah nya yang mengadukan hal ini kepada Guru namun sayang, sekecil apapun masalah yang terjadi disini tentu akan sampai ke telinga Guru. Apalagi pertengkaran hebat antara Bima dan Andre yang menggemparkan sekolah, Arpita mengusap airmata nya yang mengalir tanpa permisi saat melihat wajah Guru BK nya yang muncul diantara kerumunan. Semua orang dibubarkan, Andre juga dibawa keruang Uks untuk diobati. Yang tersisa hanyalah Bima dan Arpita saja, mereka pun digiring keruang Bk untuk pertanggung jawaban dari masalah ini.
Sepanjang jalan mereka mengikuti langkah sang Guru, Bima tak berhenti mengusap tangan Arpita seolah dia tengah menenangkan gadis itu. Padahal disini dirinya lah yang bersalah dan akan mendapat hukuman berat kalau sampai Kepala Sekolah mendengar kejadian tersebut. Pita tak bisa merasakan senang mau pun tenang karena kepalanya sudah dipenuhi berbagai bayangan mengerikan dampak kemarahan Bima. Anak itu memang kelihatan kalem dan tenang ketika bersamanya, semua yang dilakukan Bima didepannya sungguh berbanding terbalik ketika dibelakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/260560898-288-k893030.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY
Short StoryShort story ! Kumpulan Cerpen yang mungkin bisa menghibur anda sekalian :) Namanya juga cerita pendek, ya jangan ngarep panjang :) Karena aku nulis nya pun asalan aja :-D