first love (Arsina) 3

117 11 3
                                    

"Nggak mau sarapan dulu dek?"

"Bekal aja mak, nanti terlambat masuk kena hukum lari lapangan Sina nya."

Ibu Usni yang melihat putri bungsu nya sedang terburu-buru pun dengan sigap menyiapkan wadah bekal, dan menyimpan nya dalam plastik bening untuk dibawa Sina.

"Sina berangkat dulu ya mak."

Dia mencium tangan dan kening ibu nya, tidak lupa ia juga memeluk ibu sambil minta di doakan agar selamat sampai sekolah. Cinta kepada ibu adalah suatu naluri alamiah kita sebagai anak, seburuk apapun orangtua, kita tak berhak mengajari mereka tentang hidup karena apa yang terjadi dalam hidup orangtua kita, kita sendiri tak pernah ada untuk melihat nya. Kehadiran kita mungkin anugerah terindah bagi para orangtua, maka sebenci apapun kita kepada keadaan jangan sampai ada kebencian terhadap orangtua.

Sina memanggil tukang ojek langganan nya, mang oman. Beliau ini setia sekali menunggu Sina, hal baik yang dilakukan mang Oman sampai hati Sina tersentuh adalah ia menerima berapapun ongkos yang diberikan gadis itu. Padahal jaman itu, seharusnya ongkos ojek sudah lima ribu tapi Sina hanya punya uang tiga ribu, mang oman tidak menolak dan mengambil nya dengan senyum. Mang oman tidak mengambil penumpang lain sebelum mengantar Sina, katanya kalau sudah mengantar Sina biasa nya mang oman banyak dapat tarikan. Sina di anggap nya pembawa rejeki, dan itu sangat menyentuh hati Sina. Semoga saja ya allah, mengingat mang oman hanya hidup sendiri tanpa istri. Dia tahu untuk menikahi anak gadis orang butuh kemapanan, tidak cukup bermodalkan cinta maka dari itu mang oman memilih untuk mencari uang dulu sebelum mengajak orang lain hidup bersama.

Mang oman adalah ojek terbaik, dia selalu rapi dan wangi, Sina yakin suatu hari nanti akan ada seorang wanita yang mau dinikahi mang oman dengan segala kesederhanaan nya. Aamiinn!

"Tumben bawa bekal, Na."

"Iya mang, takut pingsan kalo nggak sarapan."

Sina sudah duduk nyaman dibelakang mang oman, perjalanan mereka hanya sepuluh menit jika tidak macet. Sina fokus menghadap ke depan, tidak menghiraukan keramaian jalan di pagi hari karena sudah jelas pasti akan sangat banyak anak-anak sekolah lain.

Sampai di depan gerbang sekolah Sina segera memberikan uang nya kepada mang oman, seperti biasa mang oman menerima nya dengan bahagia.
"Semoga hari ini laris manis ojek mang oman ya, Na."

"Aamiinn ya allah, makasih ya mang. Sina masuk dulu mang, hati-hati nabrak cewek cakep nanti."

Mang oman melambaikan tangan mengiringi langkah Sina yang memasuki gerbang, wakil kepala sekolah nya sudah menunggu dipinggir tembok. Setiap pagi pak Wahyu menjaga disana untuk menertibkan murid, Sina beruntung karena dia masih punya waktu untuk sarapan dikelas sebelum upacara dimulai.

Setiba di kelas ia langsung membuka wadah makanan nya, Sina tak menunggu lagi untuk segera menghabiskan nya. Ditengah ramai nya siswa lain sedang asik dengan obrolan mereka, Sina menikmati makanan namun di suapan terakhir tangan Sina di angkat oleh seseorang dan arah sendok pun berputar.

Pelaku nya tentu saja Dika, pemuda itu menyuapkan nasi goreng terakhir Sina ke mulut nya sendiri.

"Jaya! Nasi goreng mak gue itu, buset lo asal nyomot aja woi."

"Pelit amat, lagian itu tinggal dikit."

"Iya suapan terakhir, rejeki nya ada disitu. Lagian lo bekas gue mau-mau aja makanin."

Dika mengunyah dengan penuh penghayatan, Sina jengkel tapi tak ingin memperpanjang masalah. Ia segera menyimpan tempat makan, kemudian mengambil botol air minum nya.

"Lo nggak punya epilepsi kan? Takut nular."

"Gue punya rabies, mampus lo gila nanti."

"Rabies aman, asal ada pawang nya aja."

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang