first love (Arsina) 7

102 10 1
                                    

Hari berjalan sangat cepat, aku tidak lagi takut berjalan sendirian ke mushola untuk sholat dzuhur. Aku berani melangkah kesana dengan penuh keyakinan kalau tidak akan ada yang mengganggu, tidak ada tindakan kriminal di sekolah ku hanya saja aku tidak terbiasa dengan orang-orang yang belum ku kenal. Kecuali mereka memaksakan diri untuk ku kenali seperti Jaya, ini sudah sekian hari kami berjalan masing-masing.

Amira benar-benar mengambil semua perhatian Jaya, di kelas pun kami tak lagi saling menyapa karena Amira memberikan pesan kepada semua teman-teman Jaya agar menjaga nya tetap jauh dariku.

Rumor tentang aku yang ingin merebut Jaya dari nya sudah menyebar kemana-mana, dan aku tak bisa membela diri karena tuduhan itu memunculkan banyak bukti kebersamaan kami. Sedetail apapun aku mencoba menjelaskan, sedikit yang percaya kalau tidak kepikiran untuk menjadi kekasih gelap Jaya.

Satu-satu nya orang yang masih mendampingiku saat ini hanya Desi, dia adalah sahabat terbaikku selama dua tahun belakangan. Dia memercayaiku karena memang hanya dia yang tahu persis seperti apa hubungan ku dengan Jaya, dan ia saksi bagaimana perkembangan diriku dari yang menolak hingga menerima kehadiran Jaya.

Aku berjalan melewati aula sekolah, ramai anak yang akan mendaftar di dampingi orang tua mereka. Aku ingat ketika pertama kali aku kesini sendirian, ibu tidak bisa mengambil libur bekerja untuk menemani ku, abang pun terlalu asik dengan dunia nya sendiri sehingga aku melakukan pendaftaran seorang diri tanpa siapapun.

Aku masuk ke dalam kelas tanpa tahu kalau ada adegan yang tak seharusnya ku lihat saat itu, tubuh ku seolah disiram air es ketika menyadari kalau perbuatan mereka sudah melewati batas.

Tapi bukan itu yang membuatku berhenti melangkah menuju meja, melainkan dua orang yang kini sedang berciuman disana. Jaya lebih dulu menyadari kedatangan ku, dia mendorong tubuh Amira agar menjauh dan spontan berdiri. Mengacak rambut nya dengan tatapan marah, aku menunduk tak ingin melihat dia.

Aku melakukan kesalahan memergoki mereka, bagaimana bisa aku ceroboh sekali.

Tapi pertanyaan lain juga mengganggu ku, bagaimana bisa ia melakukan nya saat di sekolah? Tidakkah ia sadar perbuatan mereka bisa menjadi masalah besar, Jaya dan Amira bisa dikeluarkan dari sekolah kalau ketahuan berbuat begitu.

Amira menoleh ke arahku, wajah nya jelas tidak suka kegiatan mereka terganggu. Aku berjalan ke meja, dan duduk diam disana.

Aku syok, tentu saja kawan.

Aku akui kalau sekarang aku tidak sepolos itu lagi, tapi mempraktekkan hal itu sebelum waktu nya tidak pernah terlintas dalam keinginan ku. Hanya ada kami bertiga di kelas ini, harus kah ku usir mereka berdua?

Aku tidak berani melakukan nya, Jaya pasti akan menatapku dengan marah lagi. Dia tidak pernah menjauhiku, tapi aku lah yang menjaga jarak dari nya. Setiap kali ia ingin mendekatiku, aku selalu menghindar dan itu terjadi selama setahun. Aku hanya tidak mau membuat keyakinan orang-orang semakin bertambah tentang rumor yang menyebar.

Jaya menyuruh agar Amira keluar dari kelas kami, meski Amira menolak perintah Jaya tapi lelaki itu tetap memaksa nya pergi. Amira pergi dengan wajah cemberut dan memberikan ku tatapan membunuh.

Aku tidak salah, aku hanya terlanjur menginginkan Jaya lebih dari sekedar teman bertengkar. Sayang nya, aku tak memiliki kuasa untuk merebut pemuda itu. Amira adalah ratu di sekolah ini, wajah nya sering tampil di majalah dinding, beberapa kali ia menang dalam kontes kecantikan. Ia juga pandai bernyanyi, dia selalu mendapat juara umum.

Sedangkan aku?

Jaya pasti sudah gila jika menyukaiku lebih dari seorang teman, lagi pula waktu itu aku menganggap nya angin lalu. Entah lah, semua membingungkan.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang