first love (Arpita) 8

133 12 4
                                    

Semakin aku melihatnya, semakin aku ingin terus mendekatinya. Terkadang aku sendiri kebingungan bagaimana menghilangkan kebiasaan ini tapi semakin aku menolak perasaan berdebar yang begitu nyata, maka semakin hatiku menolak keras untuk menjauh.

Aku memandanginya dari kejauhan, tapi seakan aku ikut duduk disebelahnya. Dia selalu menolak kehadiran ku, tapi aku tahu matanya berkata bahwa aku tidak boleh menjauh seinci pun darinya. Dia memang tidak pernah memegang tanganku, tapi senyum nya mengikat hatiku sehingga sulit untuk menepis bayangan rindu yang melekat dalam kepalaku.

Aku hanya perlu menatapi nya, tidak peduli seberapa keras usaha dia menjauhiku aku akan tetap maju mendorong pintu hatinya agar terbuka dan aku bisa bebas masuk kedalam sana. Memastikan bahwa hanya akulah yang ada dalam hatinya, tanpa perlu ketakutan kalau setelah masa sekolah kami berakhir dia akan cepat melupakan ku.

Aku memberikan masa-masa indah selama kami bersekolah kepadanya, hanya untuk dia aku rela dihukum seharian, dan demi menarik perhatian nya aku rela di cap berandalan kelas kakap.

Aku hanya ingin dia terus mengingatku setiap kali melihat sekotak susu coklat, atau ketika dia ingin menghadiahi seseorang dengan sepotong coklat maka pikiran nya akan selalu tertuju padaku. Aku mau dia mengingatku disetiap hari dalam hidupnya sampai kami dipertemukan kembali, aku tidak mungkin memberatkan dia dengan ketidak mampuan ku mengubah diri sendiri.

Aku hanya mau menunjukkan padanya sisi terbaikku, dia tidak boleh mendapatkan keburukan dari perilaku ku yang nakal, dia tidak boleh ikut merasakan kegagalan karena aku yang egois. Dia harus bertemu aku dalam versi terbaik, setidaknya sampai aku berhasil meyakinkan semua orang kalau aku telah berubah dan siap menjadikan nya pendamping hidup.

Hari terakhir aku bertemu dengan nya saat perpisahan sekolah kami, dia menangis dibahuku tanpa mengatakan sepata kata. Aku membiarkan nya, karena hatiku jauh lebih sakit harus merelakan dia menjauh dariku sementara waktu. Aku tidak tahu kapan akan kembali menemuinya, tapi dapat ku pastikan bahwa dia adalah perempuan pertama yang akan ku temui setelah berhasil nanti.

Aku mengusap kepalanya, kami sudah bersama selama tiga tahun. Dia tidak pernah melepaskan matanya dariku, dan aku tentu saja merasa senang. Tidak sekali pun dia membiarkan ku merasa ditolak dengan kebencian, seberapa kasar mulutnya ketika menolakku hanya bentuk usaha agar kami tidak melewati batas yang semestinya.

Dia menyanyikan ku sebuah lagu perpisahan yang sangat mengharukan, aku ingin sekali berteriak kencang dan memberitahu semua orang kalau gadis ini adalah cinta pertamaku dan semoga menjadi yang terakhir dalam hidupku, tapi kutahan sekuat tenaga.

Dia memberikan ku tatapan cintanya, walau tak terucap secara langsung dari bibirnya namun aku sadar kalau pancaran mata yang penuh cinta itu hanya tertuju padaku.

Aku ingin sekali berjanji kepadanya kalau suatu hari nanti dia harus tetap menerima ku, tidak peduli seberapa jauh jarak memisahkan kami, atau seberapa banyak teman baru yang akan dia dapatkan, aku harus tetap berada dipuncak nya. Namun ketika aku menyadari kalau janji adalah sebuah tanggung jawab perasaan yang begitu besar maka aku lebih memilih memendam nya saja, aku tidak mengecewakan dia dengan janjiku, meski aku mampu memenuhinya tetap saja menunggu adalah hal yang paling menyakitkan.

Menantikan sebuah kepastian adalah bentuk rasa sakit hati yang paling dekat dengan kesepian, gadisku tidak boleh merasa kesepian walau aku tidak berada disana. Dia harus bahagia menjalani kehidupan nya, karena aku pasti akan melanjutkan kebersamaan kami setelah tiba saatnya.

Arpita, gadis yang kucintai sepanjang hidupku harus menerima kebahagiaan yang jauh lebih layak. Dia tidak boleh merasakan kesusahan ketika bersamaku nanti.

Selain karena dia tidak berhak mendapatkan kesulitan, aku sebagai lelaki memiliki tanggung jawab membahagiakan nya seumur hidup.

***

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang