first love (Arsina) 5

88 10 2
                                    

Arsina Pov

Aku ingat sekali hari itu, dimana semua murid di kelas ku berkumpul di lab komputer untuk praktek bongkar pasang PC. Pertama kali dalam hidup ku menyentuh benda itu, aku mungkin terdengar alay tapi hidup dengan ekonomi pas-pasan membuatku membatasi diri dari keinginan yang bisa menyusahkan ibu. Aku bahkan belum memiliki ponsel disaat teman-teman ku yang lain sudah memainkan nya, aku tidak iri kepada mereka karena di jaman aku bersekolah saat itu ada warung internet, dan aku bukan satu-satu nya orang yang tak punya handphone.

Aku duduk dibarisan paling depan, aku bukan anak yang cerdas tapi rasa ingin tahuku besar dari nyaliku sendiri. Aku melihat wajah guru kejuruan ku sangat garang, tapi dia menjelaskan materi secara detail hingga aku sangat mudah memahami nya. Mataku terlaku fokus menatap wajah guru ku sampai tak melihat sekeliling ku, sampai aku merasa ada seseorang yang menatapku dan kepala ku spontan menoleh ke ujung sana, deretan bangku paling bekalang dimana ada Jaya sedang duduk melipat tangan diatas meja memandangi ku sambil tersenyum.

Aku tidak pernah mengerti kenapa dia selalu melakukan itu, padahal kami sudah bertemu setiap hari. Dia seolah tak pernah bosan mengganggu ku, aku sering merasa kesal tapi juga kesepian kalau dia menghilang tiba-tiba. Aku membalas tatapan nya dengan mengangkat dagu, menantang nya dengan senyum meremehkan.

Aku tahu pasti dia akan membuat ulah sebentar lagi, dan saat guru didepan ku meminta relawan untuk menyentuh PC yang sudah dibuka penutup nya, aku segera menyebutkan nama Jaya.

Semua mata tertuju kepada ku, aku meringis karena sadar suaraku terlalu keras saat meneriakkan nama Jaya. Tapi ku abaikan saja tatapan geli dari mereka, aku kembali meremehkan Jaya yang kini melotot tak terima.

"Jaya mau jadi orang pertama praktek pak, tadi dia bilang gitu pak sebelum masuk lab."

Pak Deni, segera memutar tubuh untuk mencari keberadaan siswa yang bernama Jaya. Aku semakin senang menertawainya, anak itu berjalan dengan percaya diri.

Jaya berdiri tepat di depan meja ku, ia berbalik untuk bicara dan aku menunggu apa yang akan dia katakan. Sudah jelas ia sangat kesal kepada ku, aku hanya melipat kedua tangan ku diatas meja memberikan senyum terbaik.

"Awas lo ya, gue bales nanti."

Aku tidak takut sama sekali dengan gertakan nya, dia pikir cuma dirinya yang bisa mengganggu ku di waktu paling serius. Aku pun bisa membalas nya, dan sekarang adalah saat yang tepat.

"Silahkan aja, gue tunggu."

Pak De menyuruh Jaya untuk membuka dan memasangkan kabel tiga warna di dalam perangkat yang terbuka, aku menunggu dia melakukan kesalahan tapi sampai benda itu selesai di rakit dan bisa dinyalakan, Jaya tak melakukan kecerobohan hingga ia mendapatkan pujian sekaligus tepuk tangan. Aku terdiam beberapa saat, ia kembali menatapku dengan wajah sombong.

Dia pasti bukan orang susah sepertiku maka nya tahu cara merakit PC, apa jangan-jangan Jaya anak orang kaya? Entahlah, aku tidak ingin tahu latar belakang keluarga nya. Tingkat kenarsis-an Jaya sangat tinggi, kalau dia tahu aku bertanya tentang keluarga pasti akan banyak omong kosong yang ku dengar.

"Sina, mau praktek juga pak. Katanya belom pernah megang komputer sejak lahir, sekalian kenalan bagian mana yang nyetrum kalo di pegang."

Aku merasa hawa di sekitar berubah dingin setelah mendengar usulan Jaya, yang tentu saja akan membuatku ketar-ketir. Aku melihat wajah pak De yang sepertinya tidak bersahabat sama sekali, tenggorokan ku mendadak kering dan ujung jari-jariku terasa beku. Perasaan macam apa ini, aku tidak pernah gugup sebelum nya tapi sekarang aku merasa tak sanggup melakukan apa yang dikerjakan Jaya tadi. Aku tahu kapasitas kemampuan ku jauh dibawah nya, aku menyesali tindakan ceroboh ku tadi. Astaga, bagaimana ini?

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang