Episode 38

8 1 0
                                    

Hati wanita mana tidak khawatir melihat seorang Suami sering sakit, meski di mata orang tidak terlalu mengkhawatirkan tapi bagi Fira, ia sangat takut.

Fira berdiri di atas kedua lutut memperhatikan wajah sang Suami lebih dekat, terlihat sekali pria itu masih kesakitan, namun di depannya tetap berusaha tenang bahkan tersenyum.

"Mas, sebenarnya Mas sakit apa?" Fira kembali menanyakan hasil medis pria itu.

"Tidak ada, Mas hanya sakit maag biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Maulana tersenyum lembut ketika menjawab pertanyaan sang Istri, mana mungkin dirinya berani berkata jujur, bukan ingin menipu sang Istri melainkan hanya ingin membuat gadis itu tetap bahagia tanpa ada rasa khawatir.

"Masa sakit maag biasa, Mas sampai pucat seperti itu?" Fira tidak percaya dengan jawaban pria tersebut. Bibir yang biasanya berwarna merah alami kini nampak pucat, wajah putih kemerahan kini seperti kehilangan warna, adakah yang percaya hanya sakit biasa?

"Orang sakit kan memang pucat, Istri ku? Sakit apapun itu tetap pucat, jangankan sakit fisik, sakit hati saja pucat." Maulana mengulurkan tangan meraih tangan sang Istri yang menjadikan pahanya sebagai tumpuan, setelah rasa nyeri mereda ia menarik pelan tangan itu.

"Ayo berdiri, jangan seperti orang mau sungkeman begitu." Dengan penuh hati -hati, Maulana membantu sang Istri berdiri.

Fira masih tidak yakin dengan ucapan sang Suami, tapi melihat rona merah di pipi pria itu, perasaan khawatir perlahan memudar menjadi lega.

Maulana menarik pinggang ramping sang Istri ke arahnya, ia mengangkat kepala menatap gadis di depannya, tatapan mata penuh kasih terlihat jelas di mata safir itu.

"Mas akan baik-baik saja, Insya Allah tidak akan terjadi sesuatu pada Mas. Karena Allah akan selalu mengabulkan doa para Istri yang berdoa untuk suaminya. Jadi ..." Maulana bangkit dari posisi duduknya, berdiri di depan gadis cantik 17 itu dan menariknya ke dalam pelukan.

"Doakan Mas ya, Sayang." Suara Maulana berubah sendu, seakan dirinya berada dalam kondisi sulit.

Fira mengangguk dengan ragu, baru kali ini mendengar suara sang Suami seperti sangat ragu, apakah pria itu sungguh terkena penyakit serius?

Setelah puas memeluk sang Istri, Maulana melepaskan pelukannya lalu menurunkan pandangan menatap gadis cantik di depannya.

"Ayo kita juga keluar, kamu berbaris juga."

Fira mengangguk meski dalam hati tidak rela, setelah menikah tempat paling nyaman menurutnya adalah berada di pelukan sang Suami.

Maulana meraih jas yang tersampir di kursi lalu membawanya, Fira memperhatikan pria itu, menatap jas hitam di lengan Suaminya heran.

Dalam hati bertanya-tanya, kenapa jasnya tidak dipakai saja? Bukankah lebih terlihat tampan.

Seperti sebuah alarm saat pikiran Fira menyebut kata tampan, setelah takut kalau Suaminya terkena penyakit serius, sekarang takut kalau ketampanan pria itu akan menarik perhatian para murid perempuan.

Fira tersenyum sendiri melihat jas hitam itu tidak dipakai, meski sang Suami tetap tampan tapi lebih tampan kalau menggunakan jas seperti seorang CEO.

"Ayo."

Maulana berjalan di depan sang Istri, Fira berjalan mengikuti sang Suami. Senyum kagum Fira semakin melebar saat melihat punggung tegap sang Suami, dalam khayalannya ia memeluk punggung itu dari belakang.

Fira menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan perlahan, ia mengangkat tangan memukul kepalanya pelan saat menyadari otak mesumnya, setiap hari selalu membayangkan tubuh pria yang berjalan di depannya tersebut.

Maulana hari ini menggunakan kemeja yang pas di tubuhnya, karena setelah dari Fima tidak ganti baju seragam guru terlebih dulu, hingga terlihat sekali bentuk tubuh atletis pria tersebut.

"Rasanya ingin cari karung, aku tidak suka Mas Ivan pakai kemeja pas begitu, lebih suka kalau pakai baju yang longgar. Jadi tidak akan terlihat postur tubuh kekar itu, pinggangnya yang ramping serta lengannya, aduh." Fira menggerutu sendiri, alisnya seperti hampir menyatu dengan bibir manyun.

Di halaman, Rangga dan para Guru lain mulai menata barisan regu gerak jalan.

Fira sedikit bergeser ke samping, terlihat Naira berada di belakang barisan paling kanan.

"Sayang, kamu masuklah barisan." Maulana menoleh pada sang Istri, bibirnya sedikit terangkat melihat ekspresi keruh di wajah sang Istri.

"Sayang, kamu kenapa?"

Fira mendongakkan kepala menatap paras tampan sang Suami."Mas kalau sekolah jangan pakai kemeja seperti itu! Murid -murid cewek pada lihatin, Guru wanita juga lihatin. Apa lagi Bu Indri!"

Maulana tidak paham sama sekali, ia memperhatikan penampilannya, menurutnya terlihat normal dan rapi, dirinya sering pakai baju seperti itu juga tidak ada masalah.

"Memangnya penampilan Mas ini memalukan?"

Fira kesal sendiri dengan sikap pria itu, sesungguhnya bukan memalukan tetapi menyegarkan pandangan mata serta membangkitkan hasrat kaum Hawa serta menggoda iman.

"Sayang, Mas tidak telanjang dan baju Mas ini juga tidak kekecilan." Maulana menurunkan pandangan memperhatikan penampilannya.

"Ih, Mas ini tidak pahaman si?! Bukan seperti itu, Mas Ivan. Tapi ..."Fira tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya, pokoknya ia sangat tidak suka ada yang menatap kagum dan suka pada Suaminya.

"Mas, Mas itu tidak sama dengan pria lainnya. Mas seperti seorang model, wajah Mas juga tampan."

Maulana terkekeh geli melihat ekspresi cemburu sang Istri."Sayang, Mas adalah Suamimu. Wajar saja kamu bilang Mas tampan."

Fira kesal sendiri, ia mengambil ponsel milik sang Suami lalu mencari aplikasi kamera setelah itu menghidupkan aplikasi tersebut.

Fira menunjukkan aplikasi kamera yang sudah aktif itu pada sang Suami."Coba Mas lihat baik-baik! Mas memiliki kulit putih bersih serta kemerahan di pipi Mas. Selain itu Mas memiliki warna mata safir, mana ada orang Indonesia memiliki mata safir."

Maulana menghela nafas, ia pikir kenapa, rupanya gadis itu tidak ingin ada yang memperhatikan dirinya.

" Istriku, percayalah Mas hanya sayang padamu. Kamu cemburu?"

" Ya, aku cemburu? Kenapa?! Mas tidak suka?!" Fira semakin kesal dengan sikap sang Suami, pria itu malah senyum -senyum.

"Lagian, kenapa punya kulit halus sekali? Sebagai wanita aku merasa iri, kulit ku saja tidak sehalus kulit Mas." Fira memegang kedua pipinya menggunakan telapak tangan.

"Nanti di akhirat semua saja kok, Sayang. Sudah, kalau begitu Mas cari masker wajah dulu di kantor. Biar hanya kamu yang lihat wajah Mas." Maulana tersenyum lalu mengangkat tangan menyentuh wajah cantik di depannya, membelainya sebentar kemudian memutar tubuh meninggalkan sang Istri.

" Lah, kenapa aku bisa seperti itu tadi? Malu deh, pokoknya nanti jangan sampai ketemu Mas Ivan." Fira panik sendiri, namun tidak sengaja melihat Rangga melambaikan tangan ke arahnya.

Fira mengerti arti lambaian tersebut, pastinya ia disuruh masuk barisan.

Fira pun segera berjalan dan bergabung dalam barisan paling belakang, karena tingginya hanya 155 cm.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang