Tidak ada ceritanya seorang Mafia yang notabenenya adalah seorang yang suka melakukan pekerjaan kotor akan bersikap baik terhadap Isterinya, kecuali Mafia itu sudah tobat.
Fira menyelesaikan makanannya, ia menoleh pada sang Suami."Aku sudah selesai, ayo sekarang Mas temani aku ngerjain PR."
Maulana menaikan sebelah alis tanda berfikir, tidak biasanya gadis itu ingin mengerjakan PR bersamanya, biasanya juga sendirian.
"PR apa?"
"Matematika, tadi sebenarnya mau ada ulangan Matematika, tapi karena pembentukan regu gerakjalan, ulangan batal dan dibuat PR." Fira menjelaskan pada sang Suami.
Maulana mengerti."Baiklah, ayo Mas temani kamu mengerjakan PR."
Fira mengangguk, ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan bersama meninggalkan Catherine di meja makan.
Catherine tersenyum lega melihat keromantisan anak dan menantunya, meski usia mereka beda jauh, namun tetap bisa menerima kekurangan satu sama lain.
Sementara itu...
Sinya berdiri di depan pintu taman belakang melihat Nita bersama Farhan, mereka terlihat akrab.
Ia merasa itu hal bagus, dengan begitu dirinya bisa menjadikan Nita sebagai Istri dan anak-anaknya akan setuju.
Sinya berjalan mendekati mereka berdua."Ehem."
Farhan dan Nita mendongakkan kepala ke samping, terlihat Sinya menatap mereka dengan bahagia.
Farhan bangun dari duduknya diikuti oleh Nita, mereka menatap Sinya dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Papa, kenapa Papa kemari?" Farhan merasa heran, tidak biasanya Ayahnya itu pergi ke taman belakang.
"Tentu saja menemui calon Istri baru Papa," jawab Sinya dengan pandangan ke arah Nita.
Nita memalingkan muka, ia tidak ingin menikah dengan Sinya karena yang disukai adalah Maulana. Akan tetapi dirinya sudah mengatakan pada Maulana dan Fira bahwa dirinya setuju menikah dengan Sinya.
Farhan tidak ingin berkomentar, meski ia yakin kalau Nita ingin menikah dengan Sinya bukan karena bersedia melainkan karena ingin selalu dekat dengan Maulana.
"Baiklah, kalian bicara saja dulu. Aku mau menemui Kak Ivan, siapa tahu mau makan malam di luar."
Nita memutar kepalanya melihat Farhan, ingin rasanya ikut pergi, namun pasti dilarang oleh Sinya.
Nita tersenyum saat menemuka ide cemerlang untuk ikut makan malam di luar bersama Maulana, ia berjalan mendekati Sinya."Maaf, saya harus memanggil Tuan siapa?"
Nita bicara dengan suara sangat lembut, meski dalam hati sangat ingin muntah.
Sinya tersenyum senang melihat Nita bersedia mendekat padanya."Mas saja, kamu bisa panggil Mas. Jangan terlalu formal, Dek Nita."
Nita mengangguk, meski sangat enggan, Nita tetap mempertahankan pandangan mata pada Sinya.
"Dek Nita, sebelumnya Mas ingin bertanya padamu. Kenapa pada akhirnya Dek Nita bersedia menikah dengan Mas?" Mata tua itu menatap Nita penasaran.
"Aku butuh uang, aku tidak ingin munafik. Aku juga tahu bahwa Kakekku tidak bisa melunasi hutang, bukankah Mas juga tahu kalau aku tidak memiliki rasa cinta pada Mas?" Nita menatap Sinya tanpa rasa takut, harusnya pria itu tahu karena dia sendiri yang memaksa dirinya untuk ikut.
"Ya, Mas tahu. Bagi Mas tidak masalah, kamu tenang saja. Mas akan memperlakukan mu dengan baik, hutang Kakekmu akan Mas anggap lunas. Kamu juga bisa tinggal di sini bersama Mas, tapi ingat pesan Mas. Kamu akan menjadi Istri Mas, jangan dekati anak -anak Mas secara tidak wajar seperti Nadia. Meskipun Mas sendiri tidak bisa menceraikan Nadia karena dia cantik dan masih muda." Sinya kesal sendiri mengingat Nadia selalu ingin mendekati Maulana meski buah hatinya itu tidak tertarik sama sekali pada Nadia.
"Terimakasih, kalau begitu kapan kita menikah?"tanya Nita antusias, tidak sabar untuk selalu memperhatikan Maulana dan menganggu Fira dan Maulana berduaan.
"Besok pagi, eh habis asar saja. Besok Ivan pasti ngajar, lebih baik kamu pindah sekolah saja. Meski sudah menikah, kamu bisa tetap sekolah." Sinya tersenyum senang, ia berjalan meraih tangan Nita lalu mengecupnya lembut.
"Ayo kita beli perhiasan, buat besok."
"Sekarang?" Nita tidak percaya dengan Sinya, pria itu begitu tidak perhitungan dengan uang.
"Iya, besok Mas akan minta Ivan mendaftar kamu di SMA Dirgantara." Sinya mengangguk, ia tidak sabar ingin merasakan tubuh muda itu.
Nita mengangguk."Tapi malam ini aku tidur di rumah ini ya? Tapi aku tidak ingin tidur sama Mas."
"Tentu saja, Mas juga tidak akan bersamamu sebelum menikah. Sudah, ayo kita cari Ivan dulu."
Sinya meraih pinggang ramping Nita lalu pergi meninggalkan tempat tersebut.
Farhan berdiri di depan pintu ruang kerja Maulana, pintu ruangan itu tidak tertutup, artinya Fira juga ada di dalam.
Farhan mengangkat tangan mengetuk pintu tersebut.
"Assalamualaikum, Kak."
Maulana menoleh ke arah pintu, terlihat Farhan membawa beberapa buku pelajaran berdiri di depan pintu.
"Walaikumussalam, masuklah."
Farhan melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan tersebut, hampir saja ia menabrak Fira.
Gadis itu tengkurap di samping meja kerja Maulana, di atas karpet permadani warna biru.
Sebenarnya di ruang kerja Maulana tidak ada karpet, namun sang Istri tidak mau duduk di sofa hingga Maulana memerintahkan pelayanan untuk menggelar karpet berbulu halus di ruangan itu.
"Astaga!"
Fira menoleh pada Farhan dengan dahi berkerut, kesal sekali rasanya ketendang." Lihat jalan dong! Masa aku hampir diinjak."
Farhan tidak sengaja tersandung kaki Fira, ia memutar tubuh menatap gadis itu galak."Lagian Kak Fira ngapain tidur di situ?! Mana nutup jalan lagi."
Fira bagun dari posisi tengkurep lalu menatap Farhan sengit."Ya suka-suka aku lah, lagian kamu juga."
Maulana menghela nafas melihat pertengkaran mereka, terlihat lucu dan menggemaskan."Sudah, kalian berdua jangan bertengkar. Farhan, kamu ada apa ke sini? Bukankah biasanya kamu belajar di rumah Antonio?"
"Malas." Farhan kembali memutar tubuh lalu berjalan menuju sofa mewah di ruangan itu, ia menaruh buku pelajarannya di atas meja.
Maulana memperhatikan Adik se Ayah lain Ibu itu dalam diam."Apa kamu ada masalah dengan Antonio?"
"Tidak ada, aku malas saja padanya. " Farhan mengambil salah satu buku salah membuka buku tersebut.
"Tiap malam selalu saja miras, Antonio tidak seperti dulu. Lebih baik Kak Ivan carikan dia pacar." Farhan bicara tanpa menoleh pada Maulana.
Maulana kembali mengalihkan perhatian pada berkas dokumen di tangannya."Itu bukan urusan Kakak, kalau Kakak maksa dia, yang ada Antonio akan mendekati Istri Kakak."
Fira bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mendekati sang Suami, berdiri di belakang punggung pria itu sambil memperhatikan berkas dokumen di tangan sang Suami.
Fira mengulurkan tangan menunjuk data-data di dalam berkas tersebut."Itu apa, Mas?"
"Laporan kantor," jawab Maulana sedikit mendongak pada sang Istri.
Fira mengangguk, ia mengalihkan perhatian pada sang Suami, menundukkan kepala kemudian mengecup kening pria itu."Mas terlihat sangat tampan saat serius membaca laporan."
Maulana tersenyum sendiri mendengar pujian sang Istri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
RomansaDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...