"Wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pendapat, dan wanita gadis tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai izin darinya. Para sahabat bertanya," Ya Rasulullah, bagaimana izinnya ?Beliau menjawab ,"Ia diam. Riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Tapi jelas sekali tadi Nita tidak setuju menikah dengan Ayah, artinya Ayah tidak boleh menikahinya." Maulana tersenyum ramah melihat ekspresi kesal sang Ayah.
"Ayah." Maulana berjalan ke sisi Sinya, mengangkat tangan merangkul lengan pria 60 tahun itu.
Sinya melirik putranya itu malas, kesal sekali rasanya mendengar sang buah hati membacakan arti sebuah hadits Nabi, rasanya kepalanya sakit.
"Yang ke dua ... Istri kesayangan Ayah sedang menangis di kamar."
Sinya terkejut, ia menoleh pada Maulana dengan tatapan penuh selidik."Apa yang kau lakukan pada Mama Nadia?"
Maulana melepaskan pelukannya pada sang Ayah, berjalan beberapa langkah menjauh, ia memutar sedikit kepalanya menatap sang Ayah. Dengan tenang ia menjawab,"Aku menamparnya dengan lembut."
Mizuruky Sinya mengangkat tangan ingin menampar sang buah hati, namun diurungkan melihat senyum di paras tampan buah hatinya."Kau! Salah Ayah karena terlalu menyayangimu!"
Sinya meninggalkan Maulana dengan perasaan kesal, sebenarnya bukan kesal karena Nadia ditampar melainkan karena ceramah hanya karena dirinya ingin menikah lagi.
Maulana tersenyum sendiri."Ayah memang paling menyayangi ku, aku juga sayang Ayah."
Maulana melangkahkan kaki mencari sang Istri, tujuan pertama adalah di halaman belakangan.
Kebiasaan Istrinya saat sendiri adalah di taman belakang dan di taman depan kamar.
Maulana berdiri menyender di pintu melihat ekspresi sang Istri, gadis itu menunjukkan ekspresi berubah -ubah. Kadang marah, ceria bahkan seperti orang menangis, sepertinya Istrinya sedang menghibur Nita.
"Mas Ivan itu suka marah-marah, jadi jangan mengharapkan Mas Ivan." Fira tersenyum pada Nita, ia sengaja mengatakan hal buruk tentang Suaminya.
Maulana menyeringai kecil melihat cara gadis itu agar Nita tidak menginginkan dirinya, seakan tidak ada cara lain saja.
Nita dan Fira duduk di sebuah kursi putih, Fira duduk di samping Nita.
Nita memutar kepala menoleh pada Fira, ia tidak percaya dengan ucapan sahabatnya itu.
Jika seorang wanita menikah dengan pria kasar dan suka marah-marah, pastilah raut wajahnya terlihat tertekan atau ketakutan ketika melihat wajah Suaminya, sedangkan Fira terlihat bahagia bahkan sangat manja.
"Kau yakin Suamimu itu suka marah-marah?"
Fira memutar kepala menatap sahabatnya dan mengangguk mantap."Tentu saja, kamu adalah gadis baik dan sabar. Kamu lebih pantas mendapatkan pria yang lebih baik, lebih tua darimu juga tidak apa-apa."
Nita menatap sahabatnya curiga."Kamu tidak menyuruh ku setuju menikah dengan Tuan Besar Mizuruky bukan?"
Fira nyengir kuda, tentu saja bukan itu maksud ucapannya, namun ia merasa lucu dengan tebakan Nita.
"Mana mungkin, aku saja tidak mau menikah dengan Ayah mertua ku. Gadis mana yang mau menikah dengan pria tukang nikah, Istrinya saja sudah 5. Mama Nadia itu, aduh ... Nyebelin banget." Jiwa ghibah Fira mulai muncul, ia sangat bersemangat menceritakan keburukan mertuanya.
Maulana mendengus, meski Nadia dan Sinya sering berperilaku buruk, tapi bukan artinya Fira bisa membicarakan keburukan orang lain.
Maulana berjalan mendekati Fira, kemudian duduk di samping sang Istri.
Nita terdiam melihat Maulana duduk di samping Fira, namun sahabatnya itu sepertinya belum menyadari karena asik ghibah.
Sebelah alis Fira sedikit terangkat melihat perubahan ekspresi wajah Nita."Ada apa?"
Maulana memutar tubuh lalu memeluk Fira dari belakang, menaruh kepala di bahu gadis itu."Suka sekali kamu membicarakan keburukan orang. Apa nanti kamu siap menanggung dosanya?"
Tubuh Fira menegang, ia pun nyengir dan memutar tubuh ke arah sang Suami.
"Hehehe...Mas jangan bilang seperti itu, Mas adalah Suami terbaik."
Maulana menekuk lengan dan menaruh siku di sandaran kursi setelah itu menggunakan jemarinya untuk menyangga kepalanya.
"Benarkah? Tadi siapa yang bilang kalau Mas suka marah-marah?" Pria itu menyipitkan mata, pura-pura marah untuk menggoda sang Istri.
Fira langsung mendekatkan wajah lalu mengecup lembut bibir sang Suami lalu memeluk tubuhnya, kemarahan seorang pria akan reda bahkan hilang bila melihat sikap manja wanitanya, setidaknya itu yang Fira pikirkan.
Maulana menegakkan tubuhnya lalu membalas pelukan Istri kecilnya."Istri ku mulai mengerti cara meredakan amarah Suami?"
"Mas paling sayang padaku, jadi Mas tidak akan perhitungan denganku." Gadis itu menggesek-gesekkan kepala di dada Suaminya.
"Baiklah, Mas memang paling sayang padamu. Tapi ingatlah, Sayang. Membicarakan keburukan orang lain itu dosa, kamu tidak mau bukan menanggung dosa berat?" Maulana melepaskan pelukan sang Istri lalu menatap gadis itu lembut.
Fira mengangguk."Iya, iya aku tahu." Ia tidak ingin mendengarkan sang Suami mulai ceramah, jadi lebih baik mengangguk.
"Bagus, kalau begitu sekarang kamu ganti baju dulu. Besok baju ini harus digunakan lagi untuk sekolah," kata Maulana dengan pandangan mata memperhatikan seragam sekolah SMA di tubuh sang Istri.
Dari balik punggung Fira, Nita menatap mereka iri. Sahabatnya itu sungguh memiliki kehidupan yang sangat indah, memiliki Suami yang baik, tampan dan miliader.
Tidak ada hal paling diharapkan seorang wanita ketika nanti berumah tangga memiliki Suami yang mencintainya serta memiliki ilmu agama.
"Fir, boleh tidak aku bicara pada Tuan Muda Mizuruky?"
Fira memutar tubuh menatap Nita penasaran."Apa yang ingin kamu bicarakan dengan Mas Ivan? Bukankah semua masalah sudah selesai? Kamu tidak perlu lagi menikah dengah Ayah mertua ku serta tidak perlu tinggal di rumah ini. Jadi kamu aman."
"Tidak, aku menarik kembali ucapan ku. Aku bersedia menikah dengan Tuan Besar Mizuruky, aku bersedia tinggal di sini bersamamu." Nita menatap Fira serius.
Nita bukan serius ingin menikah dengan Sinya, ia hanya ingin dekat dengan Maulana dan selalu di sekeliling pria itu.
Maulana mengalihkan pandangan ke arah lain, ia paling tidak suka terhadap seorang yang tidak konsisten dengan ucapannya.
Masih ingat gadis itu menangis ketakutan sambil menarik-narik kain celananya, sekarang justru memutuskan untuk menikah dengan Ayahnya.
"Oh." Fira tidak mengerti alasan Nita merubah keputusannya, namun ia menghargai semua keputusan Nita.
"Baiklah, kau bicara saja dengan Mas Ivan. Aku masuk dulu."
Nita mengangguk, Fira bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan meninggalkan mereka berdua.
Pandangan Nita teralih pada Maulana, ia tersenyum sendiri melihat betapa rupawan pria di depannya itu.
Maulana bangkit dari tempat duduknya, ia enggan menatap Nita dan tidak tertarik untuk bicara dengan gadis itu.
"Aku rasa tidak ada yang perlu kita bicarakan, tapi kalau niatmu menikah dengan Ayah ku hanya untuk mendekati ku..." Maulana memutar kepala menatap Nita dingin.
"Maka kau harus siap hidup seperti di dalam neraka."
Tubuh Nita menegang mendengar ucapan Maulana, takut dan tidak percaya bahwa pria bermata safir itu mampu mengatakan hal itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
RomantikDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...