Episode 58

7 1 0
                                    

Pukul 6 pagi, Maulana dan Fira memasuki ruang makan, di meja makan terdapat Antonio dan teman-temannya serta keluarga besar Mizuruky.

"Pagi, Pak Ivan." Antonio menyapa Waki kelasnya tersebut.

Maulana mengangguk sebagai jawaban, ia berjalan ke kursi paling ujung lalu duduk di kursi tersebut sedangkan Fira duduk di samping kanan sang Suami.

Mereka semua makan dengan tenang,  hingga suara Nita memecah keheningan."Fir, hari ini aku akan sekolah di tempat mu. Tapi kamu tidak usah khawatir, aku tidak akan merebut perhatian para pria di sana dengan kecantikan ku."

Nita memamerkan gelang baru di tangannya, Fira menaikan pandangan mata sejenak lalu mengangguk tidak peduli.

"Kau jangan terlalu PD, siapa juga yang akan berebut perhatian mu." Antonio menanggapi ucapan Nita.

"Kau pikir, di kelas kami isinya wanita jelek-jelek seperti mu? Kau lihat aku tidak?" Antonio melanjutkan ucapannya.

Nita mengalihkan perhatian pada Antonio, pria muda itu terlihat tampan dengan gaya rambut acak-acakan.

"Namaku, Antonio Hernandez. Anak dari CEO Mizuruky, kau pikir orang seperti ku akan tertarik dengan cewek tukang pamer perhiasan yang harganya tidak seberapa itu?"

Nita mengalihkan perhatian pada gelang emas yang melingkari pergelangan tangannya, gelang itu dibeli dengan harga 18 juta, namun ternyata ada yang menghinanya.

"Cewek seperti mu, palingan hanya akan mampu menggoda om om yang sudah bau tanah. Hahahaha..." Antonio menertawakan Nita.

"Heh, bocah! Kamu bisa diam tidak?! Jangan menghina calon Istri ku!" Sinya angkat bicara, ia tidak ingin Nita berubah pikiran untuk menikah.

Antonio tersenyum memandang Sinya."Hehe, maaf, Paman. Saya mana berani menghina calon Istri Paman, namun apakah Paman tidak menemukan cewek lain?"

Ia melirik Nita dengan pandangan merendahkan.

"Sudah, kalian jangan ribut. " Maulana melerai pertengkaran mereka, entah kenapa setiap sarapan selalu saja ada pertengkaran.

Maulana menyudahi acara sarapan, ia melihat waktu pada jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul 6:15 menit.

Pria itu mengalihkan perhatian pada sang Istri, terlihat gadis itu masih makan dengan tenang. Dengan sabar, Maulana menunggu sang Istri hingga menyelesaikan sarapannya.

"Mas, hari ini aku ada tugas membuat makalah." Gadis itu mengeluarkan lembaran uang kertas ratusan ribu sebanyak 7 lembar lalu menyerahkan pada sang Suami.

Maulana memandang heran pada uang tersebut."Ini uang yang Mas berikan tinggal segini, aku tidak mau pakai uang ini."

"Kenapa?" tanya Maulana heran.

"Aku kembalikan saja pada Mas, kan semalam aku sudah mengambil uang 40 ribu dari Mas. Itu lebih dari cukup kok," jelas Fira.

Entah Maulana harus bersikap seperti apa, ia memperhatikan satu persatu wanita yang ada dalam rumah ini, semua diberikan uang bulanan sebesar 100 juta dan kadang ada yang masih mau lagi, namun Istrinya baru diberi satu juta sudah mau dikembalikan.

"Sayang, ini uang milikmu. Mas sudah memberikan ini padamu, tidak perlu dikembalikan lagi. Kalau kurang, kamu bisa ambil dari kartu kredit yang Mas berikan padamu. Kenapa kamu kembalikan?"

Fira mengambil tangan sang Suami lalu menaruh uang itu di atas telapak tangan itu."Aku tidak butuh uang itu, aku tidak mau menyimpannya. Kartu hitam yang Mas beri itu aku taruh di laci, aku tidak bisa menggunakannya. Kalau aku butuh saja, aku bilang sama Mas."

Maulana memandang uang di tangannya aneh, baru kali ini ada orang menikah dengan orang kaya namun tidak menginginkan uang.

"Fir, kamu tidak memikirkan kebutuhan rumah ya?" tanya Nita juga tidak mengerti.

"Kamu lihat tidak seperti apa rumah ini? Di kulkas sudah banyak bahan untuk membuat makanan, sudah ada pelayan juga. Listrik dan Wifi pun sudah ada yang ngurus, baju dan mak up ku sudah tersedia lengkap di kamar, perhiasan pun sekarang aku sudah punya ruangan sendiri, lengkap tidak kurang satu pun. Jadi aku tidak ingin memegang uang terlalu banyak, susah gerak." Fira menjelaskan secara rinci dengan senyum manis.

Maulana tersenyum senang, gadis itu menikah karena terpaksa kemudian mencintainya tanpa mengharap harta .

"Sayang, kamu tidak ingin harta, lalu apa yang kamu inginkan dari Mas?"

Fira kembali menoleh pada sang Suami."Aku hanya ingin Mas baik -baik saja, aku hanya ingin bersama Mas setiap hari."

Maulana sangat terharu, ia bangkit dari tempat duduknya lalu mengangkat tubuh sang Istri dan meletakkan di dalam gendongannya.

"Sayang, kamu Istri terbaik yang Mas miliki. Mas tidak akan meninggalkan mu dan akan selalu bersamamu, namun uang yang sudah Mas berikan itu adalah sebagai nafkah, karena itu kewajiban Mas sebagai seorang Suami."

"Mas sudah kasih semua, aku tidak mau lagi. Mas jangan terlalu lelah, aku akan selalu berhemat." Ucapan Fira seakan menampar semua orang yang menjadi keluarga besar Mizuruky, mereka menikmati kekayaan hasil kerja Maulana tanpa berpikir rasa lelah dan letih pria itu.

Maulana mencium pipi gadis itu."Terimakasih, Istri ku. Tapi kamu tidak perlu terlalu irit, kamu bawalah uang itu, siapa tahu kamu butuh."

"Tidak, kan aku selalu bersama Mas. Kalau aku butuh sesuatu, aku tinggal pergi menemui Mas." Fira menatap sang Suami dengan senyum manis.

"Baiklah, apapun yang membuatmu merasa nyaman." Maulana menurunkan kembali sang Istri.

Nita dan Nadia menatap Fira dengan cemburu, gadis itu sangat beruntung karena mendapatkan seorang Suami yang sangat baik dan selalu memanjakannya.

"Van, kamu jangan terlalu memanjakan wanita itu. Demi dia, kamu bahkan sudah berani durhaka pada Ibumu." Nadia berkata dengan tatapan tidak suka pada Fira.

"Nadia! Kamu bicara apa?! Anak saya tidak pernah bersikap durhaka pada saya!" Catherine tidak terima dengan ucapan Istri ke lima Suaminya itu, meski sang buah hati pernah berada di lingkaran hitam, namun tidak pernah bersikap kasar padanya.

"Kalau begitu pada Mas Sinya, hanya demi melindungi wanita miskin itu, Ivan tidak akur dengan Mas Sinya." Nadia masih berusaha membuat Maulana berfikir buruk tentang Istrinya.

"Sayang, kamu ini bicara apa? Kapan Ivan memperlakukan ku dengan buruk? Kemarin itu memang salahku, aku tidak seharusnya bersikap kurang ajar pada Fira." Sinya pun tak suka dengan ucapan Nadia yang menjatuhkan sang buah hati.

Maulana menyeringai sinis, kemudian mengalihkan perhatian pada sang Istri dengan senyum manis."Sudah, ayo kita berangkat ke sekolah."

Fira mengangguk, namun ada yang tidak suka dari penampilan sang Suami. Pria itu tidak memakai seragam sekolah yang longgar melainkan kemeja marun miliknya dengan ukuran pas di tubuh, ia yakin pasti nanti para siswi akan menjerit meneriaki nama sang Suami.

Antonio ikut bangkit diikuti oleh teman-temannya."Paman, Bibi. Terimakasih, saya dan teman-teman saya selesai, kami juga mau sekolah."

Catherine mengangguk."Salam untuk Ayahmu."

Antonio mengangguk kaku, ia merasa heran saja dengan sikap wanita paruh baya tersebut.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang