"Dasar menantu pemalas! Pukul 9 masih belum ada makanan di meja, rumah masih berantakan! Cucian menumpuk! Dikira dia disini jadi Ratu?!"
Nadia marah-marah melihat makanan di meja masih kosong, padahal ia sendiri yang melarang koki untuk masak serta pelayanan membersihkan rumah, sengaja ingin Fira yang membersihkan seluruh rumah.
Catherine menatap Nadia curiga, ia bahkan terpaksa menahan lapar karena makanan belum tersedia.
"Nadia."
Nadia mengalihkan perhatian pada Istri pertama Suaminya, ia merubah ekspresi menjadi prihatin seakan dirinya adalah korban.
"Mbak, lihatlah Menantu kita itu. Pukul segini tidak ada makanan di meja, Mbak harus tegur Menantu kita."
"Nadia, kemana semua koki dan pelayan?" Catherine menatap Nadia penuh tanda tanya.
Nadia kelabakan, ia tidak tahu harus menjawab apa, kalau berkata jujur bahwa dirinya telah meliburkan semua koki dan pelayan selama sehari, maka Catherine pasti akan mengadu pada Maulana dan pujaan hatinya itu akan marah.
"Mbak, ini hari Minggu, mereka mungkin libur."
"Nadia, kamu bukan sengaja ingin Fira yang membereskan semua pekerjaan di rumah ini bukan?" Catherine curiga.
"Ya mana mungkin, Mbak. Lagipula aku juga tidak bisa melarang mereka, tapi kalau di rumah ini tidak ada yang membereskan bukankah memang Fira yang harus kerja?" elak Nadia.
"Kalau memang mereka libur sendiri, artinya mereka semua harus dipecat. Setiap bulan mereka digaji tinggi, libur 4 kali sebulan. Tapi sekarang malah tidak ada orang, aku harus bicara pada Ivan." Catherine membalikkan tubuh meninggalkan Nadia sendiri.
Nadia panik harus berbuat apa, kalau Maulana tahu bahwa ini semua adalah ulahnya, pria 30 tahun itu akab murka dan menyuruh dirinya yang mengerjakan semua pekerjaan rumah.
"Tunggu!"
"Aduh..."
Nadia segera berlari mengejar Catherine.
Kamar Mizuruky Ivan
Berdiri di balkon kamar dengan segelas jus Marjan warna merah, membiarkan sang Istri masih terlelap dalam tidurnya.
Tok ...
Tok ...
Tok...
Pria itu menoleh pada pintu, berjalan menghampiri pintu kemudian mengulurkan tangan membuka pintu tersebut.
Catherine tersenyum melihat sang buah hati, ia hendak membuka mulut untuk bicara namun Nadia buru-buru menyela pembicaraan.
"Ivan."
Ucapan Nadia langsung terhenti ketika mata melihat cairan merah dalam gelas di tangan Maulana, dalam ingatan berputar saat pertama kali masuk ke dalam Mansion Mizuruky.
Kala itu Maulana menggenggam sebuah belati dengan darah menetes di ujungnya, tatapan mata safir tajam penuh aura pembunuhan.
Berjalan mendekat ke arahnya dan berkata,"Siapa lagi yang harus ku bunuh?"
Catherine melihat Nadia heran, wanita itu terlihat seperti melihat setan."Nadia, kamu kenapa?"
Nadia terkejut, segera ia lari meninggalkan kamar Maulana.
Catherine memandang heran punggung Istri ke 4 Suaminya tersebut."Ada apa dengannya?"
"Ibu, kenapa Ibu kemari?" tanya Maulana.
"Hari ini semua pelayan meminta libur, Nadia mengizinkan mereka libur," jelas Catherine.
Maulana mengangguk."Mereka tidak meminta izin libur, tapi Mama Nadia sengaja meliburkan mereka semua."
Ha?
Catherine terkejut mendengar ucapan sang buah hati."Darimana kamu tahu, Van?"
"Ibu, aku yang menggaji mereka, kepala pelayan sendiri yang menghadap ku. Aku sama sekali tidak keberatan, karena artinya Mama Nadia setuju untuk menggantikan tugas pelayan," jelas Maulana.
"Tapi Nadia meminta Fira yang menggantikan tugas para pelayan itu," kata Catherine masih dalam kebingungan.
"Dan aku tidak setuju, Fira adalah Istri ku. Dia bukan pembantu di sini, dia tidak akan melakukan pekerjaan seorang pelayan," tolak Maulana tegas.
Catherine menghela nafas dengan sikap posesif sang buah hati, ia tersenyum iri dengan perlakuan Maulana pada Fira."Kamu sangat baik pada Istri mu, andai saja Ayahmu seperti itu."
"Ibu, aku juga akan memperlakukan Ibu dengan baik. Aku dan Fira tidak akan membiarkan Ibu menderita." Maulana mencoba menenangkan sang Ibu, tidak tega rasanya melihat seorang wanita yang telah melahirkan dirinya menderita.
"Ibu tahu, sudahlah. Kalau begitu Ibu akan pesan makanan di luar, bagaimana dengan kalian berdua?" balas Catherine sekalian bertanya.
"Insya Allah juga seperti itu, aku tidak tega membiarkan Istri ku memasak," jawab Maulana.
Catherine mengangguk, kemudian membalikkan tubuh meninggalkan sang buah hati.
Maulana tersenyum tipis lalu membalikkan tubuh menghampiri sang Istri, meski tidak mengerti alasan Nadia begitu takut padanya namun baginya itu sama sekali tidak penting.
Fira diam menatap sang Suami, rupanya gadis itu sudah bangun dan mendengarkan pembicaraan antara sang Suami dan mertuanya.
"Paman, apakah aku harus masak? Aku bersedia kok masak buat Paman."
Maulana tersenyum lalu menundukkan kepala menatap sang Istri."Sayang, apakah serius kamu ingin masak?"
Fira mendudukkan dirinya lalu mengangguk."Iya, aku akan membuatkan Paman nasi goreng."
Maulana tersenyum bahagia."Baiklah, aku sangat senang. Aku akan memakan semua masakan mu, cukup buat sepiring atau tiga piring saja."
"Kenapa harus 3? Apakah Ibu mau makan masakan ku?" tanya Fira ragu, ia sama sekali tidak pernah masak, semua keperluan selalu cukup dengan Ibunya.
"Insya Allah, setelah sarapan kita jalan-jalan." Maulana meraih tangan tangan sang Istri.
Fira menatap sang Suami girang, segera turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi.
Maulana mengambil ponsel lalu menghubungi seseorang."Jack, aku butuh 10 sampai 20 orang pria dan wanita dari perusahaan mu. Aku butuh yang ahli serta profesional."
Maulana menoleh mendengar suara pintu kamar mandi dibuka, terlihat sang Istri masih memakai handuk .
Gadis itu berjalan mencari alat pengering rambut, setelah mengeringkan rambut ia segera pergi ke ruang ganti baju, tak lama kemudian keluar dari busana muslim warna ungu.
"Paman, ayo aku buatkan Paman sarapan."
Maulana mengangguk, ia mengikuti sang Istri yang berjalan ke dapur.
Di meja makan, Steven, Maya, Sintia serta Ratna dan anak-anak Steven yang lain menatap menu meja makan tanpa minat.
Nadia masih memakai celemek, wanita 25 tahun itu tidak begitu ahli membuat masakan hingga hanya menyediakan mie instan rebus untuk sarapan.
"Tante, Nadia. Kenapa Tante menyuruh para koki dan pelayan itu libur semua si? Mas Ivan kan sudah memberikan jadwal libur mereka masing-masing," protes Farhan putra Steven dari Sintia.
"Aku juga bukan ingin seperti itu, aku hanya ingin memberi pelajaran pada Fira. Aku tidak suka melihat Mas mu itu terus memanjakan wanita miskin itu," kilah Nadia kesal mengingat betapa pujaan hati begitu menjaga Istrinya.
"Ya biarkan sajalah, lagipula mereka adalah Suami dan Istri. Aku juga nanti akan memanjakan Istriku," balas Farhan heran dengan sikap Nadia, Istri terakhir Ayahnya itu seperti wanita cemburu melihat Suaminya bersama wanita lain.
"Itu benar, Nadia. Kamu ini kenapa kesal sekali, kita semua saja biasa saja. Jangan terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga orang," timpal Sintia membenarkan ucapan Farhan.
![](https://img.wattpad.com/cover/363287444-288-k375160.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
RomanceDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...