Semua regu gerakjalan dibariskan, setelah latihan satu putaran, mereka kembali ke sekolah.
Lelah dan haus, itulah yang dirasakan oleh para murid SMA Dirgantara, setelah tiba di sekolah, mereka semua menyerbu kantin.
Fira dan Naira duduk di bangku pojokan, mereka memesan semangkuk bakso dan segelas es teh.
Tak lama kemudian Zayda datang dan bergabung dengan mereka, ia duduk di samping Fira dan memesan makanan yang sama dengan Fira dan Naira.
"Aku tahu kalau kamu masih menyukai Andrian, tapi Andrian adalah pacarku. Jadi tolong kamu jauhi Andrian." Zayda sengaja mengeraskan suara agar semua orang bisa mendengar.
Fira terkejut dengan ucapan Zayda, ia tidak merasa melakukan itu.
Semua orang yang ada di kantin melihat Fira dengan tatapan sinis dan tidak suka, mereka menganggap ucapan Zayda itu benar.
Naira menatap Zayda tidak suka, ia menggebrak meja dan bangkit dari tempat duduknya."Kau ini jangan asal bicara! Siapa yang menyukai pacarmu?! Memangnya Pak Ivan kurang tampan? Fira sudah punya Pak Ivan! Tidak akan tertarik dengan cowok mu!"
Zayda tidak terima dengan ucapan Naira meski ucapan Naira itu benar, karena niat awal memang bukan mencari penjelasan melainkan membuat semua orang benci pada Fira.
"Nai, aku tahu kamu temannya Fira. Aku juga tahu Fira itu Istrinya Pak Ivan, tapi dia itu selalu menggoda Andrian. Aku sebagai pacarnya sakit hati, aku cinta pada Andrian."
Suasana kantin berubah tidak kondusif, Fira hanya diam dengan syok mendengar tuduhan Zayda sedangkan Naira terus membantah semua tuduhan Zayda.
"Heh! Kau pikir aku tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang benar?! Kau pikir aku tidak bisa bersikap adil dan akan membela orang yang salah?! Aku juga baru berteman dengan Fira kemarin, tapi aku dengar sendiri dari Fira. Di sana juga ada Cowok mu yang tukang selingkuh itu, Fira mengatakan dengan jelas bahwa Fira hanya cinta pada Pak Ivan! Kamu ini jangan suka fitnah orang!" Naira semakin naik pitam dengan semua ucapan Zayda, tangannya gatal ingin menampar mulut Zayda.
Maya baru sampai di kantin, ia segera memutar tubuh mengurungkan niat ke kantin dan mencari Maulana.
Tujuan pertama Maya adalah ruang Guru, benar saja. Dalam ruang Guru terlihat Maulana ngobrol dengan Guru yang lain, Maya mempercepat langkah kaki.
Maya berhenti di depan pintu ruang Guru lalu memberikan salam,"Assalamualaikum."
"Walaikumussalam," sahut Indri.
Maya masuk ke dalam ruang Guru lalu berjalan mendekati Maulana."Pak Ivan, Pak Naira dan Zayda bertengkar di kantin."
Maulana mengalihkan perhatian pada Maya."Bertengkar tentang apa?"
"Saya tidak tahu, Pak." Maya berharap Maulana segera ke kantin dan melerai pertengkaran mereka.
Maulana bangkit dari tempat duduknya."Ayo ke kantin."
Sesampainya di kantin, terlihat Naira dan Zayda masih berdebat sedangkan Fira hanya diam di tempat duduknya dengan tatapan tertekan.
Maulana, Rangga dan Indri berjalan mendekati Naira, Zayda dan Fira.
"Ada apa ini? Kenapa kalian bertengkar?"
Fira bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke sisi sang Suami, Naira dan Zayda menghentikan debat panas mereka saat mendengar suara Maulana.
"Naira, Zayda. Jelaskan pada Bapak, kenapa kalian bertengkar?" Maulana menatap Naira dan Zayda bergantian meminta penjelasan.
Zayda tidak berani menjelaskan, karena pasti Maulana akan marah padanya saat tahu dirinya sudah fitnah.
"Kenapa pada diam? Bukankah tadi kalian bertengkar hebat?" Maulana memasukkan salah satu tangan ke saku celana, tatapan mata safir meminta penjelasan.
"Itu karena Zayda fitnah Fira, Pak," jawab Naira.
"Tidak kok, Pak," elak Zayda takut.
"Tidak bagaimana?! Kau bilang Fira itu menggoda pacarmu! Jelas sekali bahwa kau sudah fitnah Fira! Ngaku kau!" Naira semakin muak dengan Zayda.
Zayda diam tidak menjawab, bukan takut pada Naira atau Fira, melainkan takut pada Maulana.
"Aku bukan Fira yang sangat sabar saat ditindas! Aku nggak suka sama kamu! Dasar tukang fitnah!" Naira menatap Zayda geram.
"Sudalah, Nai. Tidak apa-apa kok, lagian aku baik-baik saja," sela Fira tidak ingin melihat Naira terkena hukuman karena bertengkar dengan teman sekelas.
Naira mengalihkan perhatian pada Fira, menatap gadis itu kesal."Kamu juga! Kenapa si lembek banget?! Kamu dimaki-maki, dihina dan difitnah tetap diam! Dengar ya, Fir! Kalau kamu hanya diam saat dimaki-maki, mereka akan terus melakukan itu! Sekali-kali harus ngelawan!"
Fira nyengir lalu berjalan beberapa langkah mendekati Naira."Aku minta maaf, Nai. Aku tidak sehebat kamu, kamu adalah temanku. Bagaimana kalau nanti kita jalan-jalan, aku traktir kamu deh."
Maulana menghela nafas panjang melihat tingkah muridnya, ada saja keributan yang mereka buat, sehari saja tidak membuat keributan, mungkin tidak bisa.
"Sebagai sesama saudara, kalian tidak boleh bertengkar. Kalau ada masalah itu, dibicarakan baik-baik. Zayda..." Maulana mengalihkan perhatian pada Zayda.
"Kamu tenang saja, Fira tidak akan menggoda pacarmu. Karena pacarmu tidak selevel dengan Fira, Fira sudah punya Suami yang sangat mencintainya."
Naira dan Fira menahan senyum mendengar ucapan Maulana, nada bicara pria itu memang lembut namun setiap ucapannya adalah penghinaan pada Andrian.
Zayda mengangguk meski dalam hati tidak terima pacarnya dikatakan tidak selevel.
"Ya sudah..." Maulana mengeluarkan salah satu tangan yang tadi disembunyikan di dalam saku, mengangkat tangan melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.
"Sudah pukul 11 siang, ayo masuk semua. Waktu istirahat sudah selesai."
Zayda kembali mengangguk, ia memutar tubuh lalu berjalan meninggalkan kantin.
"Eh, tunggu dulu, Pak." Naira tidak ingin segera masuk ke dalam kelas karena belum makan bakso pesanannya.
"Ada apa?" tanya Maulana tidak tertarik.
"Bakso dan es teh saya belum saya makan dan minum, Pak," jelas Naira melirik makanan yang ada di atas meja kantin.
"Aku juga belum makan, Mas. Kita makan dulu ya, Mas." Fira ikut memohon.
Maulana menghela nafas berat, mana mungkin dirinya tidak mengizinkan kalau melihat ekspresi wajah sang Istri.
"Baiklah, cepat ya kalau makan. Setelah itu segera masuk kelas," balas Maulana.
" Mas ada jam pelajaran?" tanya Fira.
" Sepertinya tidak, kenapa Sayang?" Maulana menatap sang Istri penuh tanda tanya.
" Ayo kita makan bersama, bukankah Mas bilang belum makan." Fira mengulurkan tangan meraih tangan sang Suami.
Maulana hanya bisa mengalah dan menuruti keinginan sang Istri.
Naira dan Fira saling pandang dengan senyuman manis, mereka pun duduk di meja kantin.
Maulana tidak memesan apapun, ia tidak berniat makan namun hanya ingin menemani sang Istri makan.
Fira duduk di samping sang Suami, ia menoleh pada sang Suami saat melihat tidak ada makanan di depan meja sang Suami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
RomanceDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...