Episode 39

5 1 0
                                    

"Siap! Grak!" Rangga memberi aba-aba pada group Fira, barisan dengan jumlah 17 berserta ketua dan wakil ketua itu segera melakukan gerakan sesuai instruksi.

Rangga berdiri di depan barisan Fira, memperhatikan satu persatu setiap anggota yang ada dalam regu itu.

Tak lama kemudian Maulana datang, ia segera bergabung dengan Rangga setelah mengganti pakaian menjadi seragam Guru.

"Bagaimana, Pak Rangga?" Maulana memperhatikan satu persatu muridnya.

"Aman, Pak. Siswi tidak seperti siswa, Bapak pimpinan latihan regu Putra saja," jawab Rangga menoleh pada Maulana.

Maulana mengangguk, ia pun berjalan melewati barisan regu sang Istri, ketika berada di dekat gadis kesayangannya itu, ia berhenti sebentar.

Maulana menurunkan memiringkan kepala melihat ekspresi kesal sang Istri."Mas sudah berganti baju, Sayang. Kamu jangan marah lagi, Mas tidak ingin kamu sedih."

Fira menundukkan kepala malu, padahal ia ingin menghindari sang Suami tapi pria itu justru mendekat."Maafkan aku, Mas. Aku sudah berlebihan." Suara Fira terdengar lirih, bahkan hampir tidak didengar.

"Tidak masalah, Mas senang kamu cemburu." Maulana masih mempertahankan posisinya, ia tersenyum lalu menggerakkan tangan menyentuh kepala sang Istri.

"Mas ingin kamu selalu bahagia." Pria itu kembali menegakkan kepalanya.

Dalam hati Fira sangat berbunga -bunga, rasanya seperti ingin melompat ke dalam pelukan sang Suami namun tidak mungkin dilakukan karena malu dilihat banyak orang.

"Baiklah, Mas pergi ke regu putra dulu. Mereka terlihat malas."

Fira mengangguk, perlahan ia mengangkat kepala lalu mendongakkan kepala menatap sang Suami."Mas jangan sakit lagi."

Maulana tersenyum tipis."Insya Allah."

Fira kembali melihat ke depan membiarkan sang Suami pergi ke regu putra.

Barisan Antonio diketuai oleh Antonio sendiri sedangkan wakilnya adalah Angga, di depan mereka adalah Pak Edo.

Pak Edo kesal sendiri karena instruksinya tidak digubris, mereka seperti sedang menantang dirinya.

Antonio berdiri bermalas-malasan, ia sama sekali tidak peduli teriakan dari Edo, di SMA Dirgantara tidak ada yang berani bertindak apapun terhadap dirinya selain Ivan Maulana Rizky, dan ternyata pria itu adalah Boss besar Ayahnya.

"Pak Edo." Maulana menyapa Edo sambil berjalan mendekati pria itu.

Antonio langsung berdiri tegak saat mendengar suara Wali Kelasnya, ia berdiri dengan sikap posisi sempurna lalu memberikan instruksi pada pasukannya.

"Siap! Grak!"

Serempak pasukan barisan Antonio berdiri dengan sikap sempurna.

Edo tercengang melihatnya."Dasar anak-anak kelas 3F, baru dengar suara Pak Ivan langsung bersiap. Dari tadi aku teriak-teriak memberi instruksi pada mereka tapi tidak ada digubris." Edo ngedumel sendiri.

Maulana berdiri di samping Edo, memperhatikan ekspresi kesal Guru Aswaja tersebut. Sudah pasti tadi Antonio dan teman-temannya membuat Guru bertubuh bulat itu kesal.

"Pak, murid-murid Bapak sungguh luar biasa. Dari tadi saya memberikan instruksi, tidak ada yang peduli. Giliran Bapak datang, mereka langsung ambil inisiatif untuk bersiap." Edo menumpahkan semua kekesalan pada Maulana, berharap Maulana menegur murid -muridnya.

"Maafkan murid saya, Pak. Tapi sebenarnya mereka anak-anak yang baik, hanya saja kita sebagai Guru harus lebih sabar," balas Maulana ramah.

Edo menangkap ucapan Maulana seakan mengatakan bahwa Edo kurang sabar."Saya sudah sabar dari tadi, Pak!"

Edo berkata dengan suara membentak di depan Maulana, bahkan sampai semua Guru melihat ke arah Edo dan Maulana.

Antonio tidak suka melihat Edo menumpahkan kekesalannya pada Maulana, mereka yang salah kenapa Walikelasnya yang disemprot.

"Pak Edo, kalau Bapak marah pada kami, Bapak kan bisa menegur kami?! Kenapa Bapak marah-marah sama Pak Ivan?!"

"Itu benar, Pak. Jangan karena Pak Ivan selalu sabar pada Bapak, lalu Bapak bisa seenaknya. Kita semua juga murid Bapak, bukan hanya murid Pak Ivan." Naira dari regu putri menimpali, ia tidak suka dengan sikap Edo.

Ingatlah bahwa murid kelas 3F tidak punya rasa hormat pada Guru selain lada Maulana.

"Antonio, Naira. Kalian tidak boleh bicara dengan suara keras pada Pak Edo, karena sebagai seorang murid, kalian memiliki kewajiban untuk menghormati Guru kalian agar ilmu yang kalian dapat itu bermanfaat." Maulana dengan sabar memberikan teguran pada Antonio dan Naira.

Dengan perasaan kesal dan terpaksa, Antonio dan Naira diam.

Edo tidak memberikan tanggapan apapun lagi, ia pergi dari hadapan Maulana masih dengan ekspresi wajah marah.

Rangga berjalan menghampiri Maulana, menepuk pelan bahu Maulana."Sabar, Pak Ivan. Tidak seharusnya Pak Edo melampiaskan kemarahan pada Pak Ivan, bukan hanya Bapak yang bertanggung jawab pada murid kelas 3F, tapi kita semua sebagai Guru memiliki kewajiban sama terhadap murid."

Maulana tersenyum maklum."Pak Rangga tenang saja, mungkin Pak Edo ada masalah. Biar nanti saya bicara dengannya, siapa tahu saya bisa membantu memecahkan masalahnya."

Rangga terharu mendengar ucapan Maulana, tidak semua orang bisa sabar ketika dibentak-bentak oleh orang lain, tapi pria itu justru ingin membantu.

"Pak Ivan sungguh mulia."

Maulana malu sendiri, ia tidak suka dipuji seperti itu, karena baginya kemuliaan hanya milik Allah, dirinya hanya manusia biasa tak luput dari dosa.

Dari barisan regu putri, Fira menatap sedih sang Suami, pria itu tidak pernah dibentak-bentak orang, selalu dihormati sebagai seorang Bangsawan tapi di sini justru dibentak-bentak.

"Tahu seperti ini kemarin biarkan saja Mas Ivan tidak jadi Guru lagi, lebih baik Mas Ivan mengurus perusahaan Mizuruky saja, di sana Mas Ivan lebih dihargai dan dihormati."

Samar-samar ucapan Fira terdengar si telinga Edo yang kebetulan berjalan di samping kanan, sedangkan Fira menoleh pada samping kiri.

Edo menghentikan langkah kakinya, menatap gadis itu penasaran."Perusahaan apa?"

Fira terkejut, ia segera memutar kepala memperhatikan Edo.

"Pak Edo."

"Tadi kamu bilang perusahaan apa?! Apa kamu juga ingin menantang saya?!" Edo membentak Fira, ia bahkan memutar tubuh berjalan ke sisi barisan tempat gadis itu berdiri.

Edo menatap Fira penuh dengan kemarahan.

Maulana memutar kepala ke arah sang Istri ketika mendengar suara Edo berteriak begitu kencang.

Pria 30 tahun itu berjalan mendekati Fira yang berdiri sambil menundukkan kepala, takut melihat kemarahan Edo.

Rangga dan Guru yang lain menyangkan sikap Edo hari ini, pria bertubuh bulat itu seperti sedang dalam keadaan marah tak terkendali.

"Pak Edo, kenapa Bapak bicara begitu keras pada Fira? Bagaimana mungkin Bapak bisa mengatakan kalau seorang murid menantang gurunya sedangkan murid itu saja menundukkan kepala." Maulana berusaha tetap sabar serta menjaga kesopanan saat bicara dengan Edo, jauh dalam hatinya sangat ingin menghajar pria gendut itu karena berani membentak sang Istri.

Ekspresi wajah Edo merah padam, setiap kata yang keluar dari mulut Maulana dianggap penghinaan terhadap dirinya.



Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang