Episode 54

11 1 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, Maulana masih sibuk dengan pekerjaannya, namun Fira telah tertidur di atas karpet dengan menggunakan lengan sebagai bantal sedangkan Farhan masih sibuk main game di ponselnya.

Maulana mengalihkan perhatian pada sang Istri, ia tersenyum sendiri melihat gadis ketiduran setelah mengerjakan PR Matematika.

Maulana menutup laptop miliknya lalu bangkit dari tempat duduk dan berjalan mendekati sang Istri, ia merendahkan tubuh, mengulurkan tangan meraih tubuh mungil gadis itu dan menaruhnya di dalam gendongan.

"Farhan, Kakak bawa Kakak iparmu dulu. Nanti kalau selesai, kamu tutup pintunya."

"Iya, Kak," jawab Farhan tanpa menoleh pada Maulana.

Maulana melangkahkan kaki menuju kamar miliknya, ia membawa tubuh sang Istri ke atas tempat tidur dan membaringkan tubuh mungil itu dengan perlahan.

"Sayang, kamu lucu sekali kalau tidur."

Maulana tersenyum sendiri melihat wajah polos sang Istri, meski tanpa makeup gadis itu tetap cantik.

Perlahan Fira membuka matanya perlahan, ia tersenyum tipis melihat wajah tampan sang Suami."Hehe, aku mimpi Mas. Mas tetap tampan meski dalam mimpi ku, Mas menggendongku."

"Kamu tidak mimpi, Istri ku. Tadi Mas memang gendong kamu, kenapa? Kamu masih ingin digendong seperti bayi?" Maulana mengangkat tangan mencubit hidung pesek gadis itu.

Fira merengut lalu menghempaskan tangan sang Suami, kemudian membalikkan tubuh mengambil bantal guling lalu memeluknya.

Maulana menegakkan tubuh lalu berjalan ke arah pintu, ia menutup pintu kamarnya lalu mengganti bajunya dengan baju tidur.

Pria itu kembali ke tempat tidur, merebahkan tubuh di samping sang Istri lalu menarik tubuh mungil itu agar lebih mendekat padanya."Jangan jauh-jauh kalau tidur, kemari lihat Mas."

Dengan malas Fira kembali membalikkan tubuh menghadap sang Suami dan memeluk tubuh pria tersebut.

Maulana membalas pelukan sang Istri, memejamkan mata hingga terlelap dalam mimpi indah.

Selasa 6 Agustus 2024

Pukul 2 malam, seperti biasa Maulana melakukan sholat tahajud, setelah selesai sholat ia dzikir terlebih dahulu.

Pandangan mata bergerak ke arah ponsel ketika mendengar bunyi getaran ponsel tersebut, ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu mengambil ponsel itu.

Terlihat nomer ponsel tidak terdaftar dalam kontaknya, ia pun menjawab panggilan tersebut.

"Hallo!"

Maulana menjauhkan ponsel tersebut ketika mendengar suara Grands, ia tersenyum sendiri mendengar nada marah dari pria tersebut.

"John! Kau kemarilah! Aku dan anak-anak tersesat!" Grands berbicara menggunakan bahasa Jerman, ia meminjam telpon dari anak-anak muda yang kebetulan nongkrong di jalan.

"Ini nomer siapa?" Maulana pun menjawab pertanyaan tersebut menggunakan bahasa Jerman.

"Ini nomer anak muda ini, aku meminjam dengan baik-baik padanya. Kebetulan mereka meminjamnya, sepertinya rumor bahwa orang Indonesia itu ramah dan baik itu benar." Kemarahan Grands perlahan mereda mengingat betapa ramahnya rakyat Indonesia terhadap warga asing.

"Mereka memang baik, tapi coba kalian mengusik mereka. Mereka akan menggunakan cara yang tidak bisa kau bayangkan." Maulana melirik sang Istri, gadis itu masih tidur dengan nyenyak.

"Aku kesana sekarang, kau tunggulah."

"Ok." Grands memberikan kembali ponsel itu pada anak-anak muda yang sedang nongkrong.

"Thank You."

Pemuda itu mengangguk, mereka sedang miras namun tetap bersikap ramah.

Grands memperhatikan para pemuda itu, pukul 2 malam tapi mereka justru mabuk-mabukan, namun apa urusannya dengan dirinya.

"Kita duduk di sini dulu, aku yakin mereka tidak keberatan."

Geist dan yang lain tidak menolak, mereka mengikuti perintah Grands.

Sementara itu, Maulana bergegas mengambil kaos putih lalu jaket kulit hitam serta memaki celana jeans, tak lupa dengan senjata api diselipkan di pinggang.

Maulana kembali berjalan menghampiri sang Istri yang masih tidur, dikecupnya kening gadis itu lembut."Sayang, Mas keluar dulu sebentar. Nanti Mas akan kembali lagi."

Maulana menyelimuti tubuh sang Istri kemudian meninggalkannya di dalam kamar.

Maulana membawa beberapa orang dan mobil menuju lokasi yang diberikan Grands, di sepanjang jalan ia tidak menemukan orang-orang atau mobil berjalan.

Udara malam sangat sunyi, hanya temaram bulan bahkan lampu jalan pun tidak ada.

Maulana menghentikan mobil setelah menemukan lokasi Grands, dahinya berkerut melihat salah seorang muridnya berada bersama Grands dan yang lain, mereka melakukan pesta miras.

Maulana bersama beberapa orang turun dari mobil, ia berjalan mendekati Grands dan berdiri di depan Grands.

"Aku sudah datang."

Antonio mengerutkan kening mendengar suara Walikelasnya, ia yakin kalau dirinya dan teman-temannya tidak menghubungi sang Wali kelas, namun kenapa telinganya mendengar suara pria itu?

Grands mendongakkan kepala, ia bangkit dari posisi duduknya lalu menatap Maulana dengan senyum manis.

"Kau sialan! Semua mobil tidak bisa digunakan! Ban kau kempeskan!"

"Salahmu sendiri datang cari masalah denganku." Maulana dan Grands berbicara menggunakan bahasa Jerman hingga Antonio dan yang lain tidak ada yang paham.

"Kau!" Grands sungguh tidak bisa berbuat apapun lagi pada Maulana, namun ia berharap pria itu akan membawanya pergi, setidaknya menyiapkan makanan dan tempat tinggal sementara.

"Kau dan anak buahmu masuklah ke dalam mobil, supir akan membawa kalian ke hotel. Aku mau mengurus murid ku dulu." Maulana menoleh pada Antonio, terlihat sekali tubuh Antonio menegang.

Grands dan Geits serta anak buah Grands tidak segera masuk ke dalam mobil yang telah disiapkan oleh Maulana, mereka penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh pria bermata safir itu pada Antonio.

Perlahan Antonio memutar tubuh menundukkan kepala di hadapan sang Wali Kelas.

Maulana berjalan mendekati Antonio, sementara teman-teman Antonio yang sudah mabuk ikut berdiri menatap Maulana kesal.

"Heh! Siapa kau?! Kenapa kau mengganggu?!"

Antonio melirik temannya itu tajam, namun teman Antonio itu tidak peduli, ia berjalan mendekati Maulana lalu mengambil parang yang ada di sampingnya.

Mata Antonio membulat melihat temannya itu mengayunkan parang pada Maulana, namun ia juga penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Wali Kelasnya itu.

Grands dan anak buahnya juga penasaran, sudah lama tidak melihat rekannya itu berkelahi.

Mata Maulana memicing tajam pada teman Antonio, ia menghindari tebasan parang teman Antonio itu dan berpindah ke belakang teman Antonio, dengan cepat Maulana memukul tengkuk teman Antonio hingga membuatnya pingsan.

Maulana menggelengkan kepala melihat anak muda zaman sekarang."Masih kecil sudah mau membunuh orang, kalian masih perlu belajar 100 tahun untuk mengalahkan ku."

Antonio tersenyum bangga melihat reaksi Maulana, ia pun berjalan mendekati Wali Kelasnya itu."Pak, apakah dulu masa muda Bapak juga jadi preman?"

Kepala Antonio terasa pusing akibat kebayang alkohol.

Maulana menghela nafas."Bapak bahkan lebih parah dari kalian, mereka."

Maulana menunjuk pada Grands dan anak buahnya."Adalah teman -teman Bapak dulu, Bapak dulu adalah seorang Mafia di Jerman."

Antonio syok mendengar ucapan Maulana.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang