Episode 43

7 1 0
                                    

Setelah seorang wanita menikah, sandarannya bukan lagi kedua orang tuanya melainkan Suaminya.

Nadia duduk di tepi ranjang, pupil mata wanita itu menegang dengan ekspresi ketakutan, bayangan sosok Maulana menamparnya masih terlihat sangat jelas.

"Nyonya, lebih baik Nyonya jangan mencari gara-gara lagi pada Tuan Muda." Nina, pelayan pribadi Nadia memberi nasehat, ia merinding sendiri melihat kemarahan Maulana.

"Dia sungguh berani menamparku." Suara Nadia terdengar tidak percaya.  Selama ini seperti apapun dirinya bahkan pernah memfitnah Maulana, pria itu tetap tenang dan tidak melakukan apapun, namun kali ini hanya karena dirinya menjambak Fira, pria itu langsung menamparnya.

Nina menatap iba pada Nadia, biasanya Nadia selalu ceria dan penuh semangat, meski semangat mengacau. Tapi sekarang Nadia terlihat syock dan ketakutan, ia berharap setelah ini Nadia tidak akan lagi mengharapkan Maulana sebagai Suaminya.

Sementara itu, Sinya baru datang dari menagih hutang secara haram. Pria 60 tahun itu menarik-narik seorang gadis secara paksa, gadis berkepang dua itu nampak tidak mau, namun Sinya tidak peduli.

"Ayo!" Sinya memutar kepala menatap tajam gadis 18 tahun tersebut.

"Ingatlah! Kau sudah dijadikan jaminan hutang padaku oleh Kakekmu! Sekarang kau harus melayaniku!" Sinya tersenyum puas, matanya membayangkan adegan panas bersama gadis cantik itu.

"Tuan, tolong lepaskan saya. Saya tidak mau melakukan itu, saya bukan Istri Tuan." Gadis itu memohon pada Sinya.

Maulana mengerutkan kening mendengar suara bentakan Ayahnya, ia melirik sang Istri, gadis itu seperti tidak mendengarkan apapun hanya fokus pada makanan di depannya.

Maulana menaruh sendok dan garpu lalu mengambil air minum, setelah meneguk sedikit isinya, ia kembali meletakkan gelas berisi air itu ke ke atas meja.

Fira menaikan pandangan melihat sang Suami menyudahi makanannya padahal makanan di piring belum habis, ia mengangkat kepala menatap pria itu penuh tanda tanya.

"Mas, ada apa?"

"Sepertinya Ayah melakukan riba lagi, dan jaminannya anak gadis orang." Maulana menghela nafas, ia segera bangkit dari tempat duduknya.

Fira mendongakkan kepala menatap sang Suami."Mas mau menemui Ayah?"

"Tentu saja, Istriku. Mas tidak ingin anak gadis orang kembali menjadi korban, seorang yang seharusnya masih sekolah malah mau dinikahi," jawab Maulana bosan sendiri dengan sikap Ayahnya.

"Tapi Mas menikahi ku?  Apa Mas menyesal?" Mata kecoklatan gadis itu nampak sedih.

Maulana merendahkan pandangan menatap sang Istri, ia sedikit merendahkan tubuh, mendekatkan wajah pada wajah sang Istri."Sayang, Mas tidak menyesal menikah denganmu. Mas Sayang sama kamu, bagi Mas kamu adalah anugerah."

Maulana mengecup singkat bibir sang Istri, Fira terkejut dengan perlakuan sang Suami, reflek ia memukul lengan Suaminya.

"Ih, Mas. Main nyosor saja, aku juga lagi makan." Fira ngomel, namun dalam hati sangat senang dengan jawaban pria itu.

"Tidak apa, itu bukti Mas tidak menyesal menikah denganmu. Selesaikan makan mu, Mas mau menyelamatkan anak orang dulu," kata Maulana lembut.

Fira mengangguk."Setelah itu, aku nyusul Mas."

Maulana mengangguk, ia memutar tubuh meninggalkan sang Istri. Di depan pintu masuk, terlihat Sinya masih berusaha menarik anak gadis orang, pria itu bahkan memeluk pinggang gadis muda itu dengan brutal.

"Ayah."

Mendengar suara Maulana, Sinya melepaskan pelukannya pada gadis muda itu, ia berdiri tegak di hadapan sang gadis, lalu tersenyum menutupi kejahatan yang dilakukan.

Maulana berjalan mendekati sang Ayah.

"Van, kenapa kamu sudah pulang?" Rasanya Sinya merasa apes ketemu buah hatinya, ia sudah merencanakan membawa gadis muda itu kerumah sebelum anak pertamanya kembali, lalu menikahi gadis itu secara agama.

"Ayah, lepaskan gadis itu." Maulana meminta Sinya melepaskan gadis yang berada di belakang punggung Sinya.

"Apa maksud kamu? Ayah sudah memberikan mahar sebesar 150 juta pada Kakeknya, dia bersedia cucunya menikah dengan Ayah." Sinya tidak terima dengan permintaan Maulana.

Gadis itu memaksa keluar dari balik punggung Sinya, berlari ke arah Maulana lalu bersimpuh di depan pria 30 tahun tersebut.

"Tuan, tolong saya. Saya tidak mau menikah dengan Ayah Tuan, saya masih ingin sekolah. Saya bersedia membayar hutang, saya akan mencicil." Gadis itu menangis ketakutan, tangannya menarik -narik celana Maulana.

Fira menyudahi makannya, ia segera keluar menyusul sang Suami. Matanya membulat melihat sahabatnya bersimpuh di bawah kaki sang Suami sambil menarik-narik celana kain pria itu, terlihat sekali kalau Suaminya tidak nyaman celananya ditarik-tarik.

Fira berjalan mendekati sahabatnya, lalu merendahkan tubuh, tangannya terulur memegang tangan sang sahabat."Nita, jangan menarik celana Mas Ivan lagi. Ayo berdiri, kita bicara baik-baik."

Nita menoleh ke samping, terlihat Fira tersenyum teduh padanya."Fir, kenapa kamu di sini? Apakah kamu juga dinikahi oleh Tuan Besar Mizuruky?"

"Hampir, tapi tidak. Aku menikah dengan Mas Ivan," jawab Fira sambil membantu Nita berdiri.

Maulana merendahkan pandangan memperhatikan sang Istri, dalam hati bersyukur karena gadis bernama Nita itu bersedia melepaskan celananya, khawatirnya kalau terus ditarik akan lepas.

Nita mengangguk, ia pikir Ivan adalah Sinya, seorang pria 60 tahun yang memaksanya untuk menikah.

Nita menggenggam tangan Fira, memandangnya sendu serta pasrah akan nasib menimpa mereka."Artinya kita akan menjadi madu? Memiliki Suami yang sama."

Fira tidak setuju dengan ucapan Nita, ia melepaskan tangan Nita lalu memeluk lengan Maulana posesif, menatap sahabatnya tidak suka."Maaf, Nit. Kamu memang sahabat ku, tapi aku tidak setuju Suamiku menikah dengan mu. Hanya aku satu-satunya Istri Mas Ivan."

Nita menatap Fira heran."Fir, bukankah tadi kamu bilang menikah dengan Tuan Ivan?" Netra Nita melirik pada Mizuruky Sinya.

Maulana mengalihkan perhatian pada sang Istri."Sayang, bawa temanmu masuk dulu. Biar aku bicara sama Ayah, kasihan kalau temanmu harus dipaksa menikah dengan Ayah."

Fira mendongakkan kepala menatap sang Suami, menatap pria itu curiga. Ia tidak ingin Suaminya menikahi Nita hanya karena kasihan seperti saat menikahi dirinya namun ujung-ujungnya timbul rasa sayang.

"Sayangku, Mas tidak ada niat menikahi temanmu. Percayalah, jangan curiga seperti itu. Mas hanya akan memiliki seorang Istri pemarah dan pencemburu, hanya kamu." Maulana meyakinkan sang Istri.

Nita menatap Fira iri, sahabatnya itu beruntung memiliki seorang Suami yang baik dan selalu mencintainya.

Fira mengangguk, ia pun melepaskan pelukannya pada lengan sang Suami, lalu berjalan beberapa langkah mendekati Nita, setelah itu meraih tangan sang sahabat dan membawanya pergi.

Sinya menatap putra pertamanya itu dongkol, setiap kali ingin menikahi gadis muda, malah dihentikan.

"Van, kamu ingin bicara apa?"

Maulana tersenyum ramah."Pertama, Ayah jangan menikahi Nita. Dia masih harus sekolah, dan Ayah tidak boleh menikahi seorang wanita dengan paksa. Harus ada saling kerelaan."

Sinya malas mendengarkan ceramah dari Maulana, namun ia tahu bahwa dirinya tidak akan bisa pergi sebelum putranya itu menyelesaikan semua kalimatnya.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang