Episode 23

22 6 0
                                    

Parade mobil mewah menghiasi jalan raya, meski begitu Maulana memerintahkan anak buahnya untuk ambil satu jalur buka melebar agar tidak mengganggu pengguna jalan lain.

Di dalam mobil, Fira sangat bahagia, sering sekali gadis 18 tahun itu berteriak -teriak kegirangan sambil memandangi jalanan, sengaja duduk dengan mendekatkan kepala pada jendela bahkan meminta jendela pintu mobil dibuka meski itu mobil ber AC.

Dari kaca spion Maulana dapat melihat lirikan mencemooh dari supir pribadinya melihat kelakuan sang Istri yang nampak katrok.

"Lihat saja jalan di depan, tidak perlu melirik ke belakang."

Keringat dingin mengalir dari pelipis supir pribadinya tersebut, saat mendapat teguran dari Majikannya.

Fira menoleh pada sang Suami, menatap pria 30 tahun itu heran."Aku tidak melihat kebelakang, aku hanya melihat jalan yang dilewati. Bagus sekali, meski aku juga pernah naik mobil tapi juga tidak naik mobil mewah."

Maulana mengubah posisi duduk sedikit miring pada sang Istri, menatap gadis itu lucu.

"Kalau begitu, kamu boleh setiap hari naik mobil ini."

"Tapi nanti pasti habis bahan bakar banyak," balas Fira tidak enak hati.

Maulana mengulurkan tangan menyentuh hidung sedikit pesek itu."Tidak perlu pikirkan semuanya, Suamimu ini tidak kekurangan uang untuk membelinya."

Fira tersenyum kemudian mengangkat tangan meraih tangan sang Suami dan menyingkirkan tangan tersebut.

"Jangan pegang-pegang! Geli!"

Maulana terkekeh, ia kembali mengulurkan tangan meraih tangan sang Istri, sedikit memberikan tarikan  ke arahnya.

Fira tidak mampu menahan tarikan tersebut hingga tertarik dan terjatuh di pangkuan sang Suami, wajahnya cemberut dengan mata marah.

"Ngagetin saja si, Paman! Aku kan kaget."

"Ya, siapa suruh kamu terlalu jauh. Begini kan lebih enak?" balas Maulana tanpa rasa bersalah, ia melingkarkan lengannya di pinggang ramping sang Istri.

Tidak bisa berkata-kata lagi dengan sikap posesif sang Suami, gadis itu lebih memilih menyandarkan kepala pada dada sang Suami.

"Paman, kita akan kemana?"

"Kamu ingin kemana?" Bukannya menjawab pertanyaan sang Istri, Maulana justru mengembalikan pertanyaan itu.

"Aku tidak ingin kemana-mana, aku ingin wisata kuliner," balas Fira membayangkan bisa makan enak.

Maulana sedikit memiringkan kepala, mengintip ekspresi sang Istri. Gadis itu terlihat imut saat membayangkan makan-makanan enak.

"Baiklah, kamu ingin ke mana dulu? Di Jakarta ini banyak makanan enak, kamu pilih saja."

Fira diam memikirkan ucapan sang Suami, ia sama sekali tidak pernah mendatangi rumah makan di Jakarta, hidup pas-pasan bahkan kadang kurang lebih enak makan di rumah meski hanya memakai nasih sama tempe goreng.

"Sayang, kenapa kamu diam?" Maulana kembali bertanya.

Fira mendongakkan kepala menatap paras tampan di depannya."Paman, aku bahkan tidak pernah mendatangi rumah makan di Jakarta ini. Untuk bisa sekolah saja, orang tua ku harus berhutang. Sebenarnya bukan karena aku sekolah juga ..."

Fira kembali menundukkan kepala, ia semakin mengeratkan pelukan pada sang Suami.

Maulana penasaran dengan kelanjutan cerita sang Istri, sepertinya ada banyak misteri yang belum terpecahkan.

"Kakak menggunakan uang Ayah untuk berjudi, kadang miras. Kalau Ayah berani melawan, Kakak sering marah." Dada terasa sesak mengingat bagaimana perlakuan saudara laki-lakinya terhadap kedua orang tuanya.

Maulana mengeratkan pelukan pada sang Istri, ia mengerti bagaimana sedih dan pahit kehidupan yang dijalani oleh gadis itu.

"Sayang ..." Ucapan Maulana terhenti saat nyeri kembali menghantam perutnya.

Ia memejamkan mata menahan nyeri tersebut, beberapa hari ini sering merasakan sakit perut, tadi pagi juga merasakan sakit tapi kali ini rasa nyeri itu lebih tajam serta disertai mual.

"Paman..."Fira menggantungkan ucapannya, ia takut kalau cerita maka sang Suami akan berpikir bahwa keluarganya bukan orang baik.

Perlahan Maulana menarik sebelah tangannya dari pinggang sang Istri, ia mengambil sapu tangan lalu menutup mulut saat mual menyerangnya.

Huek

Fira terkejut mendengar suara orang mau muntah, ia pun menarik dari pelukan sang Suami.

"Paman, apa Paman baik-baik saja?" Fira sangat khawatir dengan kondisi kesehatan sang Suami.

Maulana memaksakan bibirnya untuk tersenyum."Tidak apa, Sayang.
Mungkin salah makan."

Fira mengerutkan kening, tidak percaya kalau Suaminya salah makan, karena tadi sebelum berangkat hanya makan nasi goreng buatannya saja.

"Paman, apa mungkin aku hamil?"

Maulana syok mendengar pertanyaan sang Istri, menikah baru 3 hari langsung hamil saja.

"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu, Istri ku?"

"Ya, kan ... Kan biasanya kadang kalau Istri yang hamil maka Suami yang ngidam," jelas Fira.

Maulana sedikit mengangkat sudut bibirnya aneh, memang bisa jadi seperti itu tapi mereka baru menikah 3 hari, apakah bisa hamil secepat itu?

"Paman, kita akan jadi Ayah dan Ibu?" tanya Fira penuh semangat.

Maulana masih tersenyum tidak percaya, tapi itu bisa saja jika Allah berkehendak.

"Mungkin juga, Sayang."

Fira sangat senang, ia kembali memeluk tubuh sang Suami.

Maulana mengalihkan perhatian pada sapu tangan putih yang digenggamnya, matanya membulat kala melihat noda darah di sapu tangan tersebut.

"Astaghfirullah Hal adzim, kenapa aku bisa memuntahkan darah?" batinnya syock.

Pria itu mengalihkan perhatian pada sang Istri, terlihat gadis itu bahagia dengan pikiran sendiri.

"Aku berharap tidak terkena penyakit berbahaya, sungguh aku belum rela meninggalkan Istri ku."

"Paman, tapi meski itu hanya karena aku hamil muda, aku juga tidak ingin Paman menderita. Kita ke dokter saja dulu," kata Fira memikirkan bagaimana kondisi sang Suami, pria itu harus bekerja mencari nafkah, kalau merasakan seperti yang dirasakan wanita hamil muda, itu akan menyusahkan.

"Ini hari Minggu, di rumah sakit mungkin hanya ada dokter jaga," balas Maulana hampir pingsan menahan nyeri di perutnya. Suara pria itu terdengar lemah, nyaris tak terdengar.

Fira merasa ada yang aneh dengan sang Suami, ia kembali melepaskan pelukannya lalu memandang wajah rupawan di depannya.

Keringat dingin membasahi wajah pria itu, pucat seperti tiada cahaya. Perlahan Fira menyentuh wajah itu, membelai lembut."Paman, kenapa wajah Paman sangat pucat? Banyak orang ngidam, tapi juga tidak sepucat ini."

Maulana mencoba untuk tetap tersenyum, namun rasa sakit membuatnya kehilangan kesadaran.

Fira panik melihat sang Suami pingsan, ia berteriak menyuruh pria itu bangun.

"Paman! Jangan tidur! Paman, ayo bangun! Paman, Paman kenapa?"

Tangis histeris pecah di dalam mobil tersebut, sopir menghubungi mobil lainnya menyuruh mereka membuka jalan untuk ke rumah sakit.

"Tuan Muda pingsan, dia harus dilarikan ke rumah sakit. Pastikan tutup semua media yang meliput berita tentang Tuan Muda, pastikan keamanan di rumah sakit."

Setelah itu sopir memutar kemudi ke arah rumah sakit terdekat."Nyonya Muda, tenanglah. Kita akan membawa Tuan Muda ke rumah sakit."

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang