Episode 30

19 1 0
                                    

"Assalamualaikum." Fira berdiri di depan pintu.

"Walaikumussalam." Maulana menoleh pada pintu tersebut, terlihat sang Istri berdiri dengan tatapan khawatir.

"Masuk, Sayang!"

Fira mengangguk, ia melangkahkan kaki mendekati sang Suami, berdiri di samping pria itu dengan posisi menghadap ke sang Suami.

"Ada apa? Maaf, semalam Mas tidak bisa pulang. Banyak sekali yang harus Mas urus." Maulana menggerakkan tangan meraih pinggang ramping sang Istri.

"Tadi perut Mas sakit lagi ya?" tanya Fira khawatir.

Maulana tersenyum, tidak tahu harus menjawab apa.

"Sebenarnya Mas sakit apa? Masa hanya salah makan saja bisa sakit setiap hari?" cecar Fira tidak percaya.

"Siapa yang setiap hari, ini karena semalam Mas tidak sengaja minum kopi terlalu banyak. Sayang, jangan sedih begitu. Mas baik-baik saja, kamu tidak akan jadi janda muda," jelas Maulana sedikit berbohong. Semalam ia tidak minum kopi sama sekali, tapi memang butuh waktu untuk menyembuhkan penyakitnya.

Fira masih tidak percaya, wajahnya masam dan tidak enak dipandang.

"Fir, kalau Pak Ivan qoid, kamu menikah saja denganku," sela Antonio sambil memainkan alis.

Fira menoleh pada Antonio dengan pandangan jengkel."Siapa yang mau menikah dengan mu?! Kau banyak musuh, kau juga banyak ceweknya. Kemarin saja aku disiram es teh."

Fira segera menutup mulut mengingat sang Suami berada di dekatnya, ia sengaja tidak cerita pada pria itu agar Suaminya tidak khawatir.

"Sayang." Maulana menarik gadis itu dan menjatuhkan di atas pangkuannya, memeluknya dari belakang.

Antonio sangat kesal melihat kemesraan mereka, ia tidak terima melihat Maulana menyentuh Fira.

"Pak, jangan peluk-peluk seperti itu! Apalagi Bapak pangku begitu! Bagaimana kalau ada yang berdiri tapi bukan tiang?!"

Maulana mengalihkan perhatian pada Antonio, menatapnya dengan alis berkerut.

"Yang berdiri tapi bukan tiang? Itu apa?"

Maulana pura-pura tidak tahu, padahal jelas tahu maksud ucapan muridnya itu.

"Apakah tugasmu sudah selesai?"

Antonio langsung diam dan kembali menulis, sedangkan Fira menikmati perhatian dari sang Suami.

Jemari mungil gadis itu mengambil tangan sang Suami lalu memainkannya."Mas, Mas sudah makan belum?"

"Belum, tadi setelah dari kantor Mas langsung ke sini. Apakah Istriku membawa makanan?" balas Maulana menaruh kepala di bahu sang Istri.

Fira menoleh ke belakang."Makanan?"

Ia baru ingat tadi dibawakan bekal makanan oleh mertuanya, wanita itu sangat baik dan perhatian pada dirinya seakan dirinya adalah putri kandungnya.

"Iya, tadi Ibu membuatkan ku bekal. Katanya aku harus tetap sehat dan banyak makan, apalagi kalau Mas tidak di rumah. Jadi kalau Mas pulang aku akan tetap baik -baik saja dan siap kerja malam."

Telinga Antonio terasa panas mendengar kata kerja malam, otaknya berkeliaran ke arah ke mesuman.

Maulana mengeratkan pelukannya pada sang Istri, ia terkekeh sendiri dengan sang Ibu, mungkin wanita paruh baya itu tidak sabar menggendong cucu.

"Aku ambil dulu di kelas." Fira bangun dari pangkuan sang Suami. Ia berdiri menghadap sang Suami, memegangi bahu Suaminya dengan ke dua tangan mungil.

"Mas tunggu di sini ya? Mas harus sehat, apa artinya semua harta kalau Mas tidak sehat. Aku tidak mau jadi janda, Mas harus ingat itu."

Maulana tersenyum tipis."Iya, Sayang. Mas akan mendengar kata-kata mu, kamu juga harus sehat, calon Ibu dari anak-anak Mas."

Brak ...

Fira terkejut, ia menoleh ke belakang. Terlihat Antonio bangkit dari tempat duduknya menatap Maulana murka, seperti seorang Suami yang Istrinya diambil.

Maulana perlahan bangkit dari tempat duduknya, memberi isyarat pada sang Istri agar menyingkir sejenak.

Fira bergeser ke samping, membiarkan sang Suami berjalan menghampiri Antonio.

"Ada apa dengan mu? Cemburu? Tidak suka?"

Antonio mengeraskan rahang namun tetap tidak berani bersuara.

"Fira itu Istri Bapak, salahnya dimana kalau Bapak mengatakan dia adalah calon Ibu dari anak-anak Bapak?" Maulana tersenyum mengejek.

Sengaja bermesraan di depan muridnya tersebut untuk memberi pelajaran agar tidak seenaknya mengatakan bahwa Fira adalah pacarnya dan melibatkan gadis itu dalam masalah Antonio.

"Bapak adalah seorang ahli agama, tapi masa bermesraan dengan pacar saya?" balas Antonio tidak terima.

Rasanya Maulana ingin menampar muridnya itu, seenaknya saja mengatakan bahwa Fira adalah pacarnya.

"Siapa bilang bahwa Bapak ahli agama? Kamu salah, Bapak ini bukan ahli agama, tapi pria yang memiliki hasrat tinggi pada seorang Istri."

Antonio tidak bisa berkata-kata lagi, meski dalam hati kesal tapi tidak mampu memprovokasi pria 30 tahun itu.

"Jadi Antonio, saran Bapak kalau kamu merasa cemburu, artinya kamu cari penyakit sendiri. " Maulana tersenyum sinis kemudian kembali membalikkan tubuh menghampiri sang Istri.

Fira menghela nafas melihat tingkah sang Suami, pria itu seperti anak kecil, bisa-bisanya pamer kemesraan hanya untuk memberi pelajaran pada Antonio.

"Mas, aku ambil kota makanan dulu."

Maulana mengangguk, ia membiarkan sang Istri keluar ruangan.

Sementara itu Antonio dongkol sendiri.

"Sudahlah, An. Pak Ivan itu termasuk sabar, kalau tidak, kau mungkin akan dihajar karena berani menyebut Istri orang sebagai pacar di depan Suaminya," kata Arfan menenangkan sang sahabat.

Maulana kembali duduk di kursi kebesarannya, ia menatap Antonio dengan senyum sendiri.

"Antonio, apakah kamu belum pernah pacaran?"

"Siapa bilang? Aku sering kali, Pak," jawab Antonio jutek.

"Kalau seperti itu mana pantas sama Fira, Istri Bapak itu masih suci saat menikah dengan Bapak. Masih gadis, asli gadis bukan gadis tapi janda. Kalau kamu bisa jadi ..." Maulana terkekeh sendiri, ia bahkan menutupi mulut dengan tangan karena tertawa.

"Apa si, Pak? Aku gini-gini masih perjaka asli, Pak. Meski nakal begini, aku tahu bahwa zina itu dilarang. Lagian Bapak ini aneh-aneh saja, Bapak sudah berumur malah menikahi anak kecil," omel Antonio dongkol.

"Hahaha ... Ya, baiklah. Artinya kamu anak baik, karena itu Bapak sayang padamu," balas Maulana meledek.

"Dih, siapa yang mau disayang Bapak? Saya masih normal, Pak. Lagian kita ini umat Nabi Muhammad bukan umat Nabi Luth." Antonio mengangkat kepala menatap Maulana, kalau dipikir-pikir memang wali kelasnya itu sangat santai kalau sedang sendiri, tapi disiplin kalau bersama yang lain.

"Sudah selesai tugasmu? Kalau sudah kumpulkan sini!" Maulana menyudahi pembasahan tentang hubungan kisah asmara.

"Masih juga 5 ayat, Pak." Antonio kembali menunduk sambil terus menulis.

Maulana mengangguk, ia meraih amplop coklat besar lalu mengeluarkan isinya, mulai memeriksa hasil ulangan bahasa Indonesia.

Arfan dan Nauval saling memandang."Pak Ivan ternyata tidak seseram yang dibayangkan, kita hanya lihat kalau Pak Ivan lagi ngajar saja, kalau pas seperti ini justru bisa diajak becanda," bisik Arfan.

Nauval mengangguk membenarkan ucapan temannya itu.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang