Episode 41

13 1 0
                                    

Maulana tidak tahu harus bagaimana saat Edo tiba -tiba memeluk dirinya sambil minta maaf dan meminta bantuan, sebagai seorang yang lebih muda dirinya harus menghormati orang yang lebih tua.

Rangga menatap tak suka pada Edo, tadi saja marah-marah sekarang malah minta tolong.

Rangga berjalan mendekati Maulana lalu memanggil pria itu,"Pak Ivan."

Edo melepaskan pelukannya pada Maulana, membiarkan Maulana mengalihkan perhatian pada Rangga.

"Pak Ivan, anak-anak sudah menunggu. Lebih baik kita segera kesana." Rangga melirik Edo sinis.

Maulana sebenarnya sudah tidak ada niat mengajar lagi, ketika semua usahanya tidak dihargai maka dirinya memilih mundur.

"Pak Ivan, mereka lebih mengikuti arahan Bapak. Meski Pak Ivan mungkin sudah tidak ingin, tapi mereka semua butuh Bapak." Rangga mencoba meyakinkan Maulana.

Maulana menghela nafas panjang."Baiklah."

Rangga tersenyum senang, ia hendak merangkul bahu Maulana tapi tinggi dirinya hanya 160 sedangkan Maulana 191.

"Ada apa, Pak Rangga?" Maulana menatap Rangga heran, pria itu mengangkat tangan tapi membiarkan menggantung di udara.

" Bapak tinggi sekali, makan apa, Pak?" Rangga sebagai seorang pria minder.

"Makan nasi, Pak. Pak Rangga ada-ada saja." Maulana menggelengkan kepala, ia segera melangkah kaki keluar lalu berjalan mendekati Antonio, muridnya itu masih sibuk menggoda Fira.

Maulana mengangkat tangan meraih telinga Antonio."Siapa yang menyuruh mu menggoda, Fira?"

"Aduh, aduh, Pak." Antonio meringis kesakitan, tangannya memegangi telinganya, panas dan ngilu akibat terkena tarikan Maulana.

Tidak ada yang berani bersikap kasar seperti itu pada dirinya selain Maulana, Antonio menatap Walikelasnya itu kesal tapi tidak berani protes.

"Sakit, Pak." Antonio masih mengelus-elus telinganya.

Maulana menyeringai."Kembali ke barisanmu! Kita akan latihan gerak jalan sekarang."

"Pak Ivan tidak jadi mengundurkan diri?" tanya Antonio masih memegangi telinganya.

"Bukankah kamu sudah bersiap mengacau kalau Bapak keluar?" Bukannya menjawab pertanyaan Antonio, pria itu justru menebak pikiran muridnya tersebut.

"Pasti dong, mereka semua menganggap kami anak berandalan, sedangkan Bapak menganggap kami remaja biasa. Kalau mau keluar, tunggu kami lulus, Pak." Antonio bicara sambil bersungut-sungut.

"Ya sudah, kembali ke barisan!" Maulana menatap Antonio galak, dalam hati ia merasa senang dengan para muridnya.

Antonio mengangguk, kemudian memutar tubuh dan kembali ke barisan.

Maulana mengalihkan perhatian pada sang Istri, gadis itu tersenyum senang melihat sang Suami."Mas, apapun keputusan Mas, aku akan selalu mendukung. Tapi bila Mas sudah tidak dihargai, lebih baik Mas pergi."

"Sayang, Mas mengerti itu. Mungkin nanti setelah kelas 3F lulus, Mas juga akan keluar dari sini."

Fira mengangguk, Maulana menggerakkan tangan menyentuh kepala sang Istri."Belajarlah yang rajin, jadilah murid yang baik."

Fira mengangguk, jauh dalam hati ia semakin tidak suka sekolah di SMA Dirgantara, dirinya ingin segera lulus sekolah.

Maulana berjalan ke arah barisan Antonio lalu memberikan instruksi, begitu juga Rangga dan Guru yang bertugas.

Senin tanggal 5 Agustus bagi Fira sangat menjengkelkan, kejadian itu tidak akan pernah dilupakan, bagaimana sang Suami dibentak-bentak di depan banyak orang namun pria itu tetap sabar dan membantu orang lain.

Fira tersenyum sendiri, saat pulang sekolah, gadis itu mampir di toko buku.

Fira menoleh kebelakang, terlihat sang Suami hanya menunggu di dalam mobil, sepertinya pria itu enggan untuk keluar.

Setelah membeli beberapa komik kesukaannya, Fira segera keluar lalu berjalan ke arah mobil Vios hitam milik Maulana.

Sebenarnya Fira lebih suka Maulana menggunakan mobil Maybach seperti kemarin atau mobil sport daripada mobil Vios, namun sang Suami lebih suka menggunakan mobil Vios hitam.

Fira membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam mobil tersebut, ia menaruh beberapa komik lalu menutup pintu mobil.

Dari samping, dari depan atau belakang, Suaminya itu memang tampan.

Lagi-lagi Fira tersenyum sendiri, ingatannya berputar pada lomba novel di Maula publisher, keinginan untuk mengikuti lomba itu semakin besar.

"Mas, aku jadi ikut," kata Fira sambil memasang sabuk pengaman.

Maulana mengalihkan perhatian pada sang Istri, menatap gadis itu dengan alis bertaut."Ikut apa?"

"Lomba menulis novel." Fira menatap sang Suami dengan senyuman manis, tangannya bergerak menyentuh alis pria itu.

"Bagaimana menggambarkan sosok Mas dalam karya fiksi?"

Maulana tersenyum tipis lalu mengambil tangan sang Istri, geli rasanya ketika jemari mungil itu menyisir rambut alis mata.

"Buat apa menggambarkan tentang Mas?" Maulana mengalihkan perhatian ke arah depan lalu melajukan mobilnya.

Fira masih setiap memandang paras tampan sang Suami."Karena karya fiksi itu biasanya MC pria dan wanita harus sempurna, dengan begitu akan menarik perhatian pembaca. Jadi aku ingin menggunakan Mas, bagiku Mas sangat sempurna."

"Istri ku, kesempurnaan hanya milik Allah. Mas ini jauh dari kata sempurna, lagipula untuk apa kamu membuat sosok pria sempurna?" Maulana menoleh sejenak pada sang Istri lalu kembali fokus pada kemudi.

"Aku tahu, Mas. Tapi kalau misalnya digambarkan sosok pria berhidung pesek dengan tinggi 150 lalu berambut gimbal serta kulit hitam, kan tidak enak."Kedua alis Fira hampir menyatu, heran dengan pemikiran sang Suami.

Menurutnya MC dalam novel itu harus sempurna, tidak boleh ada cela dalam perawakan.

"Tidak masalah juga, itu lebih kreatif. Nanti kamu buat saja fantasi, setelah dewasa tiba-tiba pria itu berubah tampan bagai Nabi Muhammad, tapi dalam novel fantasi jangan menggunakan nama Nabi Muhammad, karena Nabi Muhammad bukanlah fantasi atau angan-angan saja. Nabi Muhammad adalah junjungan seluruh umat manusia dan suri tauladan bagi kita semua." Maulana melirik sang Istri, gadis itu terlihat tidak setuju dengan usulnya.

"Aku tidak mau membuat novel Fantasi, aku mau membuat novel seperti Cinderella. Seperti Mas dan aku, Mas sangat tampan sedangkan aku jelek."

"Istriku, manusia diciptakan dalam bentuk rupa sebaik-baiknya, bagaimana mungkin kamu mengatakan dirimu jelek. Dalam surat At-Tin ayat empat

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Maulana tersenyum ke arah sang Istri lalu kembali fokus pada jalan di depannya.

Fira memutar tubuh menghadap ke depan, melihat jalan di depannya, diam merenungi surat yang dibaca oleh Suaminya.

"Tapi aku tidak pernah dilirik cowok, karena aku tidak cantik." Suara Fira menyendu, ada rasa ingin seperti gadis lain dicintai dan dikagumi laki-laki namun ia lupa bahwa seorang yang kini duduk di sampingnya itu memberikan kasih sayang paling tulus dibandingkan laki-laki di luar.

"Untuk apa kamu ingin dilirik cowok, bukankah ada Mas yang selalu memberikan pandangan kasih terhadap mu?" Maulana tidak suka mendengar keinginan sang Istri, cemburu setiap kali melihat ada pria lain yang memandang sang Istri tapi gadis itu malah ingin dilirik pria lain.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang