Episode 49

16 1 0
                                    

Maulana membawa Fira ke dalam kamar, ia menatap sang Istri yang mulai melepaskan jilbabnya dan segera mencari ponsel. Mungkin gadis itu ingin nonton Dracin lagi, namun ia tetap bersyukur setidaknya gadis itu tidak terlalu trauma.

Maulana berdiri di depan pintu, tidak tega rasanya ketika melihat gadis yang selalu dijaga menjadi ketakutan, bahkan tubuhnya gemetar.

"Sayang, Mas keluar sebentar ya? Kamu di kamar saja, di luar ada Paman Snef. Paman Snef akan menjaga di luar pintu."

Fira menoleh pada sang Suami, ia mengangguk kemudian berjalan ke arah kasur dan mengambil sebuah bantal lalu membawa bantal itu di atas karpet permadani.

Maulana tersenyum melihat tingkah sang Istri, dunia gadis itu sungguh Dracin bukan ingin keluar bersama teman atau keluar bersama pria lain.

Maulana memutar tubuh, membuka pintu lalu menutupnya kembali.

Di depan kamar, 10 orang pengawal pribadi sudah berbaris rapi dengan kepala tertunduk, mereka takut kalau majikannya akan marah dan memecat mereka.

"Aku menyuruh kalian menjaga Istri ku, kenapa kalian malah asik bermain game di sini?!" Netra safir Maulana menatap satu persatu mereka dengan marah, tidak ada satupun yang berani mengangkat pandangan atau menjawab ucapan Maulana.

"Aku menggaji kalian di atas rata-rata, kalian pikir aku mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk melihat kalian bermain -main?!" Maulana sungguh murka dan para pengawal itu.

"Tuan Muda, maafkan kelalaian kami. Tolong berikan kami satu kesempatan lagi." Mayones seorang pria bertubuh besar hitam memohon.

Maulana mengalihkan perhatian pada Mayones."Baik, aku beri kalian satu kesempatan lagi. Sekali lagi aku melihat Istri ku berhadapan dengan masalah dan kalian hanya berdiri di disini, aku bukan hanya akan memberikan hukuman pada kalian. Aku juga akan memecat kalian semua!"

Maulana memberikan gaji setiap pengawal pribadinya per orang 200 juta, sengaja dilakukan mengingat pengawal pribadinya harus kerja ekstra.

"Aku keluar sebentar, kalian tetap di sini. Kamu ..." Maulana menunjuk seorang wanita cantik berambut hitam sepunggung.

"Kemari."

Wanita bernama Masako itu berjalan mendekat pada Maulana."Saya Tuan."

"Masuk ke dalam, temani Istri saya. Dia lagi main ponsel, jangan diganggu karena mungkin main game atau nonton Dracin. Dia akan marah kalau diganggu, pastikan Istri saya baik-baik saja." Maulana memberikan perintah sekaligus menjelaskan.

"Baik, Tuan." Masako mengangguk tegas.

"Baiklah, kalian pergilah ke tempat masing-masing!" Maulana kembali memberikan perintah.

Para pengawal pribadi itu segera bubar dan pergi ke tempat masing-masing, sementara itu Maulana memutar tubuh meninggalkan tempat tersebut.

Masako membuka kamar Maulana pelan, ia berjalan mendekati Fira lalu menyapa gadis itu dengan hormat.

"Selamat sore, Nyonya Muda."

Fira terkejut, ia langsung bangun dari posisi tiduran di atas karpet, menatap wanita itu penuh tanda tanya.

"Kamu siapa? Kenapa masuk kamar orang sembarangan?! Harusnya ketuk pintu dulu, atau salam dulu!"

Masako mengangguk, sebagai pengawal pribadi, wanita itu bersikap profesional dan tidak mudah emosi meski dimarahi, terlebih memang dirinya sudah mengagetkan Istri majikannya tersebut.

"Maafkan saya, Nyonya Muda. Saya adalah Masako, Tuan Muda meminta saya untuk menemani Nyonya di kamar dan memastikan Nyonya baik-baik saja."

"Oh, baiklah. Lain kali ketuklah pintu, untung aku masih pakai baju, kalau tidak?" Fira kembali mengomel, pengawal wanita itu hanya tersenyum ramah.

Ia heran dengan majikannya, di luar sana banyak wanita karir ingin menjadi Istrinya namun justru menikah dengan gadis labil.

Fira kembali merebahkan tubuh di atas karpet permadani, membiarkan Masako melakukan tugas yang diberikan oleh sang Suami.

Sementara itu, Maulana pergi menemui seorang teman lama di pinggiran kota setelah sholat magrib, ia masih menggunakan jubah putih syal merah.

Pria itu menghentikan mobil di depan sebuah bangunan kumuh, dulu tempat itu adalah rumah orang namun sudah tidak ditempati sekian lama.

Maulana turun dari mobil, ia melepaskan jubahnya berganti dengan kemeja hitam dan jas hitam.

Pria itu menyembunyikan sebuah senjata api di balik jasnya, berjalan dengan santai memasuki area bangunan bobrok itu.

Tidak ada lampu penerangan apapun, hanya beberapa lampu senter di tangan beberapa orang yang sedang menunggunya.

Maulana berdiri sambil bersedekap dada saat sampai tepat di depan teman lamanya itu.

"Aku dengar kalian sudah lama mencari ku." Suara Maulana sangat tenang, tidak ada sedikitpun ketakutan dalam air mukanya.

"John William, kemana saja selama ini dirimu? Ketua menunggu mu sangat lama." Seorang pria bertubuh besar dengan kalung rantai di lehernya menatap Maulana angkuh.

"Untuk apa menunggu ku? Urusanku dan dia sudah selesai, aku tidak akan kembali padanya. Tuhanku tidak mengizinkan ku untuk kembali ke jalan hitam itu, lebih baik kalian ikut denganku." Maulana menarik sudut bibirnya melihat ekspresi geram pria bertubuh besar itu.

"John, kau tahu bukan kalau Carlos Santana tidak suka seorang Pengkhianat?!" Pria bertubuh besar itu bicara dengan nada tinggi.

"Aku tidak berkhianat, aku keluar dengan baik-baik dan aku juga tidak lapor polisi. Aku juga tidak akan kembali ke German, jadi kalian sia-sia datang ke Indonesia untuk mencari ku." Dengan malas Maulana menanggapi ucapan pria itu.

"Apa Fransis dan Sui juga tahu kau di sini?" Pria bertubuh besar bernama Grands itu menurunkan nada bicaranya.

Fransis Lonenlis, Sui Kagami dan John William adalah tiga orang dalam satu kelompok Mafia di German, mereka menamai dirinya sebagai Demon God.

Mereka sangat kejam dalam menyiksa musuh serta tidak segan membunuh banyak orang, Demon God terkenal di German dan Jepang namun 11 tahun lalu kelompok itu tiba-tiba hilang dan Carlos mengetahui bahwa mereka bertiga ada di Indonesia.

"Sui ada di Jepang, cari saja dia. Siapa tahu dia mau bergabung lagi, sudahlah." Maulana berjalan mendekati sebuah bangku, lalu duduk di tempat itu.

"Kalian juga tidak akan bisa memaksaku kembali ke German, aku sudah menutup rapat -rapat masa kelam itu. Biarkan aku menjadi orang baik hehehe." Maulana terkekeh ringan.

Beberapa orang di belakang Grands menatap Maulana aneh, pria bermata safir itu tidak terlihat seperti seorang mafia, bahkan terlihat seperti orang agamis.

"Kemana semua anak buahmu?" Grand berjalan mendekati Maulana, duduk di sebelah mantan rekannya itu. Grand tahu bahwa meski dirinya membawa 100 orang untuk memaksa Maulana kembali pun juga tidak akan bisa, kemampuan mereka tetap tidak setara.

"Rahasia, mereka adalah teman-teman ku. Aku tidak akan membiarkan kalian menemukannya." Maulana mengerling pada Grand, memandang pria itu ramah.

"Kau pergi hanya membawa mereka! Kenapa tidak membawaku juga?! Aku juga ingin pergi bersama kalian!" Grand kesal sekali, namun juga senang dan berharap kalau Maulana akan membawanya juga.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang