Antonio dan Andrian siap di depan pintu gerbang, mereka menggunakan satu motor, Andrian diajak satu motor dengan Antonio.
Maulana dan Fira meminjam motor Rangga, karena gadis itu lebih suka menggunakan motor dari pada mobil.
Rangga tidak keberatan saat dipinjami mobil Vios milik Maulana, ia dengan senang hati menerima tawaran Maulana.
"Ini Pak Ivan serius? Saya boleh pakai mobil Bapak? Kalau rusak bagaimana? Kalau BBMnya habis bagaimana?" Rangga menatap Maulana yang berdiri di depannya bingung sendiri, ia hanya memiliki pekerjaan seorang Guru, untuk membeli BBM mobil rasanya sangat disayangkan.
Maulana mengeluarkan dompet miliknya, lalu mengambil lembaran uang seratus ribuan sebanyak 10 lembar dan menyerahkan pada Rangga.
"Pakai uang ini, Pak."
"Eh, bukan seperti itu Pak Ivan. Maksud saya, apakah tidak apa-apa kalau BBMnya nanti habis saya pakai?" Rangga merasa tidak enak hati saat Maulana menyerahkan uang padanya.
"Ya tidaklah, Pak. Karena itu, Bapak pakai uang ini untuk mengisi BBM mobil ini. Pakai sesuka Bapak saja, saya pinjam motor Bapak dulu. Besok InsyaAllah saya kembalikan," balas Maulana, ia meraih tangan Rangga lalu menaruh uang itu di atas telapak tangan Rangga.
"Beneran ni Pak? Malam nanti saya pakai membawa Ibu saya ke dokter, boleh Pak Ivan?" Rangga seperti tidak percaya, saat dirinya butuh alat transportasi namun malu untuk meminjam dan tidak ada uang untuk menyewa, Maulana justru meminjamkan mobil.
"Ha? Ibu Pak Rangga sakit?" Maulana terkejut mendengarnya, ia tidak tahu bahwa Rangga dalam kesusahan, pria itu selalu tersenyum dan sering menggodanya.
Rangga menghela nafas."Iya, Pak Ivan. Beberapa hari ini saya bingung dapat mobil dari mana, beli juga belum ada uang, pinjam juga malu."
Maulana mengangguk mengerti."Pak Rangga tidak perlu khawatir, pakai saja mobil saya. Jika butuh yang lebih besar, di rumah saya masih ada jenis mobil Limosin. Dan ini..."
Maulana kembali membuka dompetnya lalu mengambil kartu kredit miliknya kemudian menyerahkan para Rangga."Pakai ini untuk berobat Ibunya Pak Rangga, saya iklhas memberikannya."
Rangga semakin tidak enak hati, namun dia sangat butuh uang dan mobil itu.
"Jangan seperti itu, Pak Rangga. Kita ini teman, sudah seharusnya saling membantu." Maulana mendesak Rangga untuk menerima bantuan darinya.
Rangga menerima uang dan kartu kredit milik Maulana, tangannya gemetar karena terharu.
"Pak Rangga, jangan sungkan meminta bantuan saya. Itu isinya sekitar 2 milliar, gunakan untuk pengobatan Ibunya Pak Rangga sampai sembuh. Jika nanti kurang, Bapak bisa bicara dengan saya," kata Maulana.
Tanpa terasa air mata Rangga keluar, namun sebagai seorang pria, dirinya malu dan langsung menghapusnya.
"Pak Ivan, saya tidak tahu harus bagaimana. Tapi saya sungguh berterima kasih pada Pak Ivan, saya tidak tahu bagaimana harus membalas kebaikan Pak Ivan."
"Pak Rangga, tidak perlu bicara seperti itu. Saya bisa membantu Bapak itu merasa sangat bersyukur, artinya harta yang saya miliki masih bisa digunakan untuk menolong orang." Maulana merasa senang bisa membantu Rangga, baginya itu bentuk cara mencari pengampunan Allah dan sedekah.
Sementara itu, Fira merasa bosan karena menunggu sang Suami. Ia pun berjalan ke ruang Guru, bibirnya tersenyum senang melihat sang Suami bicara dengan Rangga.
Fira berjalan mendekati Sang Suami."Mas, apa Pak Rangga meminjamkan motornya?"
Rangga mengalihkan perhatian pada Fira."Kenapa kamu suka pinjam motor Bapak? Pakai mobil kan lebih enak."
"Tidak, Pak. Kalau pakai motor bersama Mas Ivan itu terlihat romantis," jelas Fira membuat Maulana dan Rangga menghela nafas heran dengan cara pandang sang Istri.
"Tenang saja, Istri ku. Pak Rangga memberikan izin, kita bisa pergi sekarang." Maulana mengalihkan perhatian pada sang Istri.
Fira tersenyum senang, ia pun menggandeng lengan sang Suami.
Maulana berpamitan sejenak pada Rangga kemudian meninggalkan pria tersebut, di depan gerbang, Antonio dan Rangga menunggu.
Mereka berdua berada di atas motor masing-masing, tak lama kemudian Maulana datang bersama Fira dengan mengendarai motor milik Rangga.
Antonio dan Andrian memandang heran pada Walikelasnya itu, semua orang juga tahu bahwa naik motor dan naik mobil lebih enak naik mobil, tapi mereka justru meminjam motor.
"Pak, kok Bapak pakai motornya Pak Rangga?" tanya Antonio heran.
"Istri Bapak lebih suka pakai motor," jawab Maulana berada di atas motor.
"Harusnya Bapak bilang pada saya, kan saya bawa motor. Jadi Fira bisa bersama saya." Antonio mengalihkan perhatian pada Fira.
Drrt
Drrt
Suara getar ponsel Maulana mengalihkan perhatian pria itu, ia mengambil ponsel miliknya lalu menjawab panggilan.
"Assalamualaikum, Ayah."
"Van, setelah pulang ngajar jangan kemana-mana."
"Kenapa, Ayah?"
"Kamu pura-pura pikun atau bagaimana? Hari ini Ayah dan Nita menikah, kamu cepetan pulang!"
Sinya segera menutup sambungan telponnya, Maulana memperhatikan layar ponsel.
"Ada apa, Mas?" tanya Fira duduk di belakang sang Suami, ia heran melihat ekspresi menyesal pria itu.
"Ayah meminta Mas segera pulang, hari ini Ayah akan menikah dengan Nita." Maulana menjelaskan dengan nada menyesal, ia tidak ingin membuat sang Istri merasa kecewa namun juga tidak enak hati jika menolak perintah sang Ayah.
"Ya sudah, kita pulang saja." Fira memahami kegelisahan di wajah sang Suami.
Maulana tersenyum lega, ternyata Istrinya bukan gadis yang egois hanya memikirkan kebahagiaan sendiri.
"Kami ikut, Pak." Antonio dan Andrian berkata secara bersamaan.
Maulana mengalihkan perhatian pada kedua muridnya itu, ia mengangguk tanpa banyak bertanya.
Maulana melajukan motor ke arah Mansion Mizuruky, diikuti oleh Andrian dan Antonio.
Mansion Mizuruky
Catherine dan Istri -Istri Sinya enggan memperhatikan Sinya dan Nita, bahkan Nadia pun kini ikut bergabung dengan ke lima Istri Suaminya.
Sedangkan Sinya duduk di meja rias bersama Nita, perias diminta untuk membuat wajah Sinya agar terlihat nampak lebih muda.
"Seperti apapun dia akan tetap terlihat tua." Sintia menatap Suaminya malas. Tangannya meraih cemilan yang ada di atas meja lalu memakannya.
" Aku setuju, Mas Sinya sudah janji tidak akan menikah lagi setelah menikahi ku. Tapi ternyata sekarang malah mau menikah." Nadia mendesah kecewa.
Catherine tersenyum kecil, ia sudah tidak terkejut lagi dengan sikap sang Suami. Pria itu sudah tidak bisa setia lagi, namun selama Sinya tidak meninggalkan dirinya dan sang buah hati, itu sudah cukup.
"Sayang..." Sinya mengalihkan perhatian pada Catherine.
Catherine bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah Sinya."Ada apa?"
"Aku akan menikah sekarang, aku harap kamu bisa menjadi saksi." Sinya memandang sang Istri penuh harap.
"Setiap Mas menikah juga aku selalu jadi saksi, sekarang pun aku dan yang lain juga sama. Tapi ingat, Mas. Jangan pernah mengurangi jatah belanja kami, kami pun tidak akan lagi meminta pada Ivan." Catherine menatap sang Suami penuh keyakinan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
RomanceDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...