Episode 59

7 1 0
                                    

SMA Dirgantara

Waktu menunjukkan pukul 6:30, mobil sedang Vios milik Maulana masuk ke dalam area parkir di sekolah.

Di depan kelas seperti biasa para siswa bergerombol berharap bisa melihat paras tampan Wali Kelas 3F, mereka semua rela pindah kelas asal bisa selalu memandang sosok itu.

Maulana membuka pintu mobil lalu berjalan memutar membukakan pintu mobil untuk sang Istri, Fira sangat senang dengan perhatian sang Suami.

Tak berselang lama, para siswa berdatangan dengan berbagai macam alasan demi bisa dekat dengan Maulana.

"Pagi, Pak Ivan."

Maulana mengalihkan perhatian pada siswi itu."Ya, pagi juga."

Siswi bernama Fitri itu mengeluarkan kotak dari tasnya lalu memberikan pada Maulana."Ini buat Bapak."

"Apa ini?" Maulana menatap kotak itu penuh tanda tanya.

"Ini lemper, Pak. Kebetulan di rumah saya ada acara, jadi bawain beberapa untuk Pak Ivan. Oh, nama saya Fitri, kelas 1 B." Fitri menjelaskan.

Maulana mengangguk, ia menerima pemberian dari Fitri.

"Terimakasih, Fitri. Ya sudah, sebentar lagi bel masuk, masuk kelas sana."

"Baik, Pak. Pak Ivan..." Fitri kembali memandang paras tampan itu.

"Ya?"

"Bapak tampan sekali." Setelah memberikan pujian itu, Fitri berlari meninggalkan Maulana dengan wajah bersemu merah.

Maulana menggelengkan kepala."Murid -murid sekarang, berani sekali menggoda Gurunya."

"Artinya selama ini Mas tidak suka aku memuji Mas?" Fira merasa tersindir dengan ucapan sang Suami, meski ucapan itu sebenarnya bukan untuk dirinya.

Maulana mengalihkan perhatian pada sang Istri."Mana ada, Sayang. Kamu Istri Mas, Mas sangat suka kalau kamu mencintai Mas. Sudalah, jangan ngambek lagi. Ayo Mas antarkan kamu ke kelas."

Maulana merangkul bahu sang Istri, mengantarkan gadis itu ke kelas 3F.

Tiba-tiba saja sebuah sebuah belati melesat ke arah mereka, dengan cepat kilat Maulana menarik sang Istri ke samping lalu menangkap belati itu dengan tangan yang bebas.

Fira dan para murid serta Guru yang melihat kejadian itu menjerit histeris, panik dan ketakutan bahkan ada yang berlarian.

"Mas, kenapa bisa ada belati terlempar kemari?"

Maulana mengamati belati tersebut, ia yakin belati itu bukan terlempar melainkan sengaja dilempar ke arahnya, ia menoleh ke arah asal arah belati tersebut.

Di atas atap terlihat seorang pria memakai baju serba hitam berlari.

"Pak Ivan, Fira. Kalian baik-baik saja?" Antonio panik dan khawatir.

"Antonio, kamu jaga Istri Bapak dulu." Maulana segera berlari mengejar pria berbaju serba hitam tersebut.

Antonio dan Fira menatap khawatir Maulana, pria itu seorang diri mengejar penjahat tanpa membawa senjata apapun sedangkan penjahat itu kemungkinan membawa sajam.

Para Guru yang lain membantu mengevakuasi murid -murid dengan menyuruh mereka masuk ke dalam kelas lalu menutup pintu kelas, para Guru yang tersisa berjalan menghampiri Fira dan Antonio kemudian iku memperhatikan Maulana yang masih kejar-kejaran dengan para penjahat.

Maulana bersalto ke belakang saat beberapa orang kawan pria berbaju hitam itu datang dengan pedang terhunus, ia berdiri dengan sikap waspada menatap ke lima penjahat itu.

"Siapa kalian?"

"Tidak usah banyak bicara! Kami hanya butuh nyawamu." Pria bertopeng hitam itu kembali mengeluarkan belati yang terselip di pinggangnya.

Maulana melirik ke belakang, ia tidak membawa senjata apapun sedangkan lawannya membawa senjata lengkap.

Dari ruang kesehatan, Fransis segera mengambil senjata api lalu keluar saat mendengar Maulana diserang.

Pria blonde itu berlari ke arah lantai dua, di tepi gazebo. Dari tempat itu terlihat jelas Maulana sedang bertarung dengan lima orang penjahat, ia mengamati setiap gerakan sahabatnya itu.

Seorang penjahat bersama Ket datang menyerang dengan pisau dua pisau belati di kedua tangannya, titik serang yang dituju adalah area Dada Maulana.

Pria bermata safir itu mengelak ke kiri dan ke kanan, begitu ada kesempatan ia mencekal tangan Ket lalu memelintir ke belakang menjadikan Ket tameng saat teman Ket yang bernama Met ikut menyerang menggunakan pedang.

Pedang Met yang hendak ditusukkan pada Maulana justru mengenai perut Ket.

Met terkejut melihat Ket kesakitan akibat tusukan pedangnya, Maulana menyeringai iblis, ia dengan cepat mengambil belati dari tangan Ket lalu melempar tubuh Ket pada Met.

Met  yang tidak siap menangkap tubuh Ket pun terjatuh bersama lalu terguling dari atap dan terjatuh dari atap ke tanah.

Ke tiga teman Ket dan Met menatap kedua temannya terkejut, kemudian mengalihkan perhatian pada Maulana.

Maulana menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, menatap ketiga pria itu tajam dengan aura membunuh.

"Datanglah!"

Kep Net dan Pet bersamaan menyerang Maulana menggunakan senjata tajam, dengan gesit Maulana menghindari serangan mereka lalu membalas serangan itu dengan yang lebih mematikan.

Maulana menendang dada dan perut Kep kemudian melemparkan tubuh Kep ke tanah setelah itu berjalan mendekati Net dan Pet.

Maulana tertawa terbahak-bahak melihat wajah ketakutan Net dan Pet."Kenapa? Kalian takut? Mau kabur?"

"Tenang saja, aku tidak akan membunuh kalian namun ..." Maulana melompat ke udara lalu mengeluarkan kater dari saku celananya dan melemparkannya pada Net dan Pet bersamaan dengan belati milik Ket tadi.

Kater untuk itu menggores pipi Ket sedangkan belati menancap pada kaki Net, mereka berdua terjatuh kehilangan keseimbangan ke tanah.

Maulana masih berdiri di atas atap rumah warga dengan tatapan dingin.

Para warga yang menyaksikan menyoraki para penjahat itu, sudah bertahun -tahun mereka menjarah desa itu namun tidak ada yang berani melawan.

"Dengar baik-baik! Aku sengaja tidak membunuh kalian! Tapi jika aku melihat kalian mengusik Istri ku dan murid -murid ku, akan ku habisi kalian! Pergi!"

Maulana mengusir mereka, tak peduli apakah mereka masih bisa jalan atau tidak. Berani berbuat harus berani bertanggung jawab.

"Mas! Mas turun dari sana! Di sana berbahaya!"

Maulana mengalihkan perhatian ke asal suara itu, ia tersenyum melihat sang Istri melambaikan tangan memintanya turun.

Maulana segera melompat ke pagar sekolah lalu kembali melompat turun, kaki jenjang itu mendarat dengan sempurna di halaman sekolah.

Beberapa Guru segera berlari menghampiri Maulana."Pak Ivan, Bapak baik-baik saja?"

"Ih, Pak. Saya ngeri lihat orang tertusuk tadi."

Maulana menghela nafas."Saya baik-baik saja, dan mereka juga tertusuk oleh pedang teman mereka sendiri."

Para Guru itu mengangguk, namun mereka merasa ngeri dan tidak bisa membayangkan andaikan belati tadi mengenai Maulana atau Fira.

Para murid membuka pintu kelas lalu berjalan mendekati Maulana, mereka semua merasa bangga dan kagum karena Maulana berhasil melumpuhkan para penjahat itu.

"Sudah, sudah. Kalian segera kembali ke dalam kelas, mereka sudah pergi. Bapak yakin tidak berani kembali lagi." Maulana lelah sekali harus menanggapi pertanyaan dari muridnya.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang