Episode 6

127 83 56
                                    

Episode 6

"A…"

"A, apa? Baca ta'awudz lalu hafalkan surat al Baqarah."

Maulana duduk di kursi kebesarannya sambil memeriksa dokumen yang dikirim oleh CEO di perusahaan Mizuruky, di depannya terlihat Antonio berdiri tegak sambil berusaha membaca ta'awudz.

Sudah hampir 10 menit pemuda itu berdiri tanpa boleh duduk sebelum berhasil membaca ta'awudz tanpa melihat teks.

"Pak, kenapa Bapak menyuruh saya menghafal Al-Qur'an?" tanya Antonio kesal gara-gara tidak bisa, bagaimana dirinya menghafal kalau membaca saja tidak bisa.

Maulana menaruh berkas dokumen di meja kemudian memandang sosok siswa di depan meja.

"Kamu muslim bukan?"

"Tentu saja saya muslim," jawab Antonio kesal.

"Lalu … kenapa membaca ta'awud saja kamu tidak bisa? Sebagai umat muslim, bukankah sudah seharusnya bisa membaca al Qur'an? Apalagi usiamu sudah dewasa."

Maulana menyandarkan punggung pada kursi, memejamkan matanya sejenak ketika merasakan nyeri kembali menyerang perutnya.

"Tapi …" Antonio sangat sebal dengan Wali Kelasnya itu, rasanya sangat ingin mengajar sosok pria yang lebih tua darinya.

Maulana membuka matanya kembali, menegakkan tubuhnya lalu meraih kertas hps di atas meja lalu menaruh di atas mesin printer dengan posisi siap mencetak.

"Antonio, membawa sajam di sekolah itu melanggar aturan. Aku akan membuatkan surat pemanggilan Wali Murid, kamu harus memberikan surat itu pada orang tuamu."

"Pak, orang tua ku itu tidak akan peduli. Lagipula… ini urusan kita, dan …" Antonio memandang remeh sang Wali Kelas.

"Tadi bapak sangat hebat bisa menangkis serangan ku."

Maulana tersenyum kecil mendengar ucapan muridnya itu.

"Tentu saja, Bapak bahkan pernah menerima serangan lebih darimu."

Pria itu mengambil surat hasil cetakan lalu menuliskan nama Antonio di atasnya, kemudian memberikan tandatangan pada kertas bertuliskan nama Mizuruky Ivan.

Maulana melipat surat peringatan tersebut lalu memasukkan ke dalam amplop putih dengan logo SMA Dirgantara.

"Ambillah."

Antonio tidak segera mengambil amplop berisi surat tersebut, enggan dan malas setiap kali menerima surat seperti itu dan hasilnya juga orang tuanya akan memberikan ancaman balik pada pihak sekolah.

"Pak, saya beritahu Bapak. Percuma saja Bapak memberikan surat itu, orang tua saya akan orang yang sangat berpengaruh di lingkungan. Mereka bukan orang sembarangan seperti Bapak, saya berasal dari keluarga terpandang."

Maulana tertawa mengejek."Terpandang? Tapi menurutku, justru terhina. Seorang manusia terpandang tidak akan melakukan perbuatan tercela, apalagi sampai menyerang Gurunya di kelas."

“Kau…!” Dengan tanpa rasa sopan dan hormat Antonio menunjuk wajah Maulana menggunakan jari telunjuk.

Pria 30 tahun itu bangkit dari tempat duduknya lalu mengangkat kepala dan memegang jari telunjuk Antonio, perlahan ia menekuk jari itu.

Mata Antonio melebar merasakan tekanan kuat di jari telunjuknya, panik dan takut ketika rasa ngilu mulai merambat pada jari telunjuk itu.

“Arrg!”

Maulana menyeringai mendengar teriakan kesakitan dari Antonio, ia tidak mematahkan jari telunjuk itu namun hanya memberi murid tersebut pelajaran agar tidak bersikap tidak hormat pada seorang guru.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang