Episode 50

4 0 0
                                    

Waktu menunjukkan pukul 7 malam, Fira memandangi jam dinding, menunggu kepulangan sang Suami.

Fira merasakan perutnya lapar, namun tidak berani turun karena takut akan bertemu sang Ayah Ipar.

Gadis itu melirik Masako, pengawal pribadi Suaminya itu tetap berdiri di samping pintu tanpa mengatakan apapun, bahkan duduk juga tidak.

"Mas Ivan lama sekali, katanya pergi sebentar." Fira mengeluh sendiri, perlahan ia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menuju tempat tidur lalu meraih ponsel yang tergeletak di aras ranjang.

Fira menghubungi sang Suami, tidak sabar mendengar suara pria itu."Assalamualaikum, Sayang."

Fira tersenyum bahagia, rasa semangat kembali muncul dalam hati setelah beberapa menit lalu malas.

"Mas, kenapa Mas belum pulang? Katanya pergi sebentar?"

Maulana tersenyum tipis, ia melirik Grands. Pria itu mengerutkan kening mendengar dirinya telpon."Iya, habis ini Mas pulang. Ini Mas masih bertemu dengan teman lama, sabar, Sayang. Kamu sangat merindukan Mas ya?"

Fira memeluk kedu lutut lalu menaruh dagu di atas lututnya."Iya, meski Mas sudah meminta Kak Masako dan yang lain. Tapi aku merasa lebih baik kalau ada Mas juga."

"Iya, ini Mas sudah mau pulang. Mas tutup dulu ya panggilan telponnya?"

Fira mengangguk seakan Maulana melihat gerakan kepalanya."Iya."

"Assalamualaikum."

"Walaikumussalam."

Maulana menutup panggilan telpon lalu menaruh kembali ponsel miliknya di dalam jas, setelah itu ia bangkit dari posisi duduknya.

"Grands, kau sudah mendengar jawaban ku. Aku tidak akan kembali ke Jerman, aku sudah punya Istri." Maulana menoleh pada Grands dengan tatapan tajam.

"Tapi kalau kau atau Santana berani memiliki niat buruk pada Istri ku, aku akan menghancurkan kalian semua. Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu." Dengan tenang Maulana berjalan keluar meninggalkan bangunan kumuh tersebut.

Grands menatap Maulana dalam diam, ia tidak ada niat untuk melakukan hal buruk pada Istri temannya itu, namun tidak tahu dengan Santana.

Anak buah Grands berjalan mendekati Grands, mereka ikut menatap Maulana yang mulai masuk ke dalam mobil lalu meninggalkan mereka.

Geist salah seorang anak buah Grands mengalihkan perhatian pada Grands, menatap Bosnya itu heran. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan membuat Mizuruky atau John William kembali ke Jerman, namun Grands diam saja dan membiarkan Maulana pergi begitu saja.

"Bos, kenapa dia dibiarkan pergi?"

"Memangnya kalian bisa mengalahkan John? Aku saja tidak bisa." Grands bangkit dari tempat duduknya, berdiri menatap Geist.

"John William, Fransis Lonenlis dan Sui Kazami adalah anak buah kepercayaan ketua. Mereka sangat sadis dan kejam, namun siapa sangka akan bertemu John dengan versi lain. Maksudnya, dia berubah jadi religius."

"Bos, biarkan saya mencoba. Saya yakin akan mengalahkan John." Geist tidak menunggu sampai Grands memberikan jawaban, ia sudah terlebih dulu keluar mendekati mobilnya.

Geist terkejut melihat ban mobilnya gembes, bahkan beberapa mobil yang lain pun juga sama.

Melihat Geist keheranan, Grands bersama anak buahnya mendekati Geist memandang pria itu penuh tanda tanya.

"Kenapa?" tanya Grands.

"Bos, kenapa semua ban mobil kita bannya gembes?" Geist masih memperhatikan ban mobil, mereka yakin di sekitar sini tidak ada bengkel buka dan tidak mungkin juga mereka akan mendorong mobil sampai ke jalan raya.

"Ini pasti ulah John, tadi pasti dia menembak semua ban-ban mobil itu dengan senjata peredam." Grands tertawa sendiri dengan kebiasaan temannya itu.

Geist dan yang lain semakin heran dengan Grands, pria itu bahkan tertawa bahagia, tidak seperti biasanya yang akan marah.

"Sekarang, apa yang harus dilakukan? Apakah menunggu penduduk lewat? Kemudian kita rampok." Geist bertanya sekaligus memberi saran.

"Bodoh! Ini di negara Indonesia,  kalau penduduk lapor ke polisi, kita bisa dipenjara dan misi kita gagal membawa John kembali ke Jerman." Grands menatap Geist marah.

"Lebih baik jalan beberapa kilometer, setelah sampai di jalan raya, kita minta tolong penduduk. Ingatlah untuk bersikap ramah pada mereka, karena mereka orang Indonesia akan menganggap kita turis baik hati." Grands tersenyum sendiri membayangkan bagaimana warga Indonesia memperlakukan orang asing dengan sangat ramah tanpa memiliki rasa curiga.

Geist tidak mengerti cara memperlakukan orang dengan ramah, ia terbiasa memaksa dan membunuh namun apa yang dikatakan Grands benar, misi mereka adalah membawa John atau Mizuruky Ivan kembali ke Jerman, jadi harus lebih sabar.

"Ayo! Ikuti aku!" Grands memimpin anak buahnya berjalan ke arah jalan raya.

Sementara itu, Maulana berhenti sejenak di warung bakso dan mie ayam.

Maulana ingat bahwa Istrinya sangat suka makanan itu, meski ia bisa meminta koki untuk membuatnya sendiri dengan rasa lebih enak, namun gadisnya tidak menyukai dan lebih suka bakso di luar.

"Nona, bungkuskan 2 porsi bakso dan dua porsi mie ayam."

Penjual bakso dan mie ayam itu mengangguk, setelah itu memberikan pada Maulana.

"Ini Mas."

Maulana meraih plastik berisi bakso dan mie ayam tersebut lalu menyerahkan selembar uang ratusan ribu pada penjual.

Penjual itu menerimanya lalu memberikan kembalian berupa lembaran uang 10 ribuan berjumlah 4, Maulana menerimanya dengan enggan. Sebenarnya jika tidak diberi kembalian dirinya lebih suka, karena tidak terbiasa menyimpan uang kecil.

Maulana kembali ke dalam mobil dan melajukan mobil menuju Mansion Mizuruky.

Fira menunggu di depan pintu masuk, di sekitar gadis itu terdapat pengawal pribadi yang disiapkan oleh Maulana, para pengawal itu mengikuti kemanapun gadis itu pergi kecuali di kamar mandi.

Mereka semua harus memastikan bahwa tidak ada yang menganggu Istri majikannya tersebut.

Saat Catherine hendak naik tangga menuju kamar, ia tak sengaja melihat menantunya berdiri di ambang pintu dengan ekspresi sedih.

Catherine memutar tubuh berjalan mendekati menantunya itu."Nak."

Fira menoleh kebelakang, ia langsung memutar tubuh melihat Catherine berjalan mendekat padanya.

"Ibu, maaf. Aku tidak bermaksud menggoda Ayah, aku juga tidak tahu kalau Ayah akan datang dan memeluk ku dari belakang. Aku sudah mencoba melawan, tapi tenagaku tidak sekuat Ayah." Fira menunduk, takut kalau Catherine akan salah paham dan marah padanya.

Catherine menyadari perasaan bersalah Fira, tapi ia sama sekali tidak menyalahkan menantunya tersebut, karena dirinya sudah melihat rekaman CCTV, semua adalah salah Suaminya.

"Nak, Ibu tidak menyalahkan mu. Justru Ibu yang harus minta maaf atas kesalahan Ayah mertua mu. Apakah Ivan menyalahkan mu?"

Fira mengangkat kepala, memandang wajah sang Ibu mertua. Ia menggelengkan kepala."Tidak, Mas Ivan tidak menyalahkan ku. Mas Ivan justru minta maaf pada ku, katanya Mas Ivan merasa gagal menjagaku. Jadi Mas Ivan meminta mereka untuk menjagaku."

Catherine tersenyum maklum, ia sangat tahu betul karakter buah hatinya, sudah pasti setelah ini akan menjaga Istrinya dengan ketat.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang