Mansion Mizuruky
Maulana memarkirkan mobil di garasi, sepanjang perjalanan dari sekolah hingga sampai rumah sang Istri terus membahas tentang dirinya yang ingin dijadikan tokoh fiksi.
Maulana membuka pintu mobil lalu keluar dari mobil tersebut, diikuti oleh Fira. Gadis itu langsung mengejar sang Suami setelah selesai menutup pintu mobil.
"Mas."
Fira berlari pelan mengejar sang Suami, ia kesal karena langkah kaki Maulana lebih panjang dari pada dirinya, setelah berada di dekat pria itu, Fira pindah posisi berada di depan Maulana.
Fira berjalan mundur di belakang Maulana, menatap sang Suami dengan ekspresi memohon.
"Mas boleh ya?"
"Kamu ingin mendeskripsikan Mas seperti apa?" tanya Maulana sambil terus berjalan santai, ia memperlambat langkah kakinya untuk mengimbangi sang Istri.
"Pokoknya, Mas mau kan?" Fira memohon, netra kecoklatan itu memandang sang Suami seperti kucing minta dibelai.
Maulana selalu tidak bisa menolak keinginan sang Istri, ia pun mengangguk."Baik, terserah kamu saja."
Fira sangat senang, kemudian memutar tubuh dan berlari kecil menuju pintu rumah.
Maulana menggelengkan kepala melihat tingkah sang Istri, gadis itu begitu polos dan ceria, sedikit diberikan izin atau pujian sudah membuatnya merasa bahagia.
"Terimakasih, ya Allah. Engkau sudah memberikan seorang Istri yang baik untuk hambamu ini."
Ia mempercepat langkah kaki menyusul Istri kecilnya.
Di depan pintu masuk, Nadia berdiri di ambang pintu sambil berkacak pinggang. Salah satu tangan Nadia memegang sapu, mata kecoklatan Nadia memancarkan kemarahan. Di belakang Nadia, kepala pelayan dan beberapa orang pelayan menundukkan kepala, di tangan mereka terdapat perlengkapan alat pel.
Fira memandang Nadia heran, pandangan Fira merendah ke arah alat kebersihan di tangan Nadia dan pera pelayan. Ia tersenyum manis karena mengira Nadia ingin membantu para pelayan bersih-bersih.
"Mama Nadia, ternyata Mama sangat baik."
Nadia mengernyit."Maksudmu?"
"Maksudku, Mama Nadia bawa sapu bukankah untuk membersihkan rumah? Bukankah itu baik?" Fira mengarahkan pandangan pada sapu yang ada di genggaman Nadia.
Wanita 25 tahun itu mendelik galak, ia menurunkan tangan dari pinggangnya lalu mengangkat tangan itu ke kepala Fira.
Dengan kuat, Nadia menjambak rambut gadis 17 tahun tersebut.
Fira berteriak kesakitan, tangannya berusaha melepaskan jambakan Nadia pada rambutnya.
Maulana mengerutkan kening mendengar suara teriakan sang Istri, ia mempercepat langkah kakinya hingga mata safir itu mendelik penuh amarah melihat gadis tercintanya kesakitan akibat rambut di dalam kerudung ditarik oleh Nadia.
"Nadia!"
Tidak ada lagi rasa hormat pada Istri ke lima Ayahnya itu.
Nadia terkejut mendengar suara teriakan Maulana dengan penuh amarah, ia segera melepaskan jambakannya pada rambut Fira lalu menyembunyikan tangannya di belakang punggung.
Nadia memasang senyum semanis mungkin, berharap Maulana tidak akan marah padanya.
Dengan langkah kaki panjang, pria 30 tahun itu berjalan mendekati sang Istri, dengan lembut ia menarik sang Istri ke sisinya.
Mata safir itu masih menatap tajam penuh amarah pada Nadia, ia mengangkat tangan lalu menampar Nadia dengan kuat.
Nadia terjatuh akibat tamparan Maulana mendarat di pipinya, matanya menegang, tangannya memegangi pipinya yang terasa panas dan ngilu.
"Aku sudah berkali-kali mengingatkan padamu, jangan mengganggu Istriku. Kau tidak pernah mendengar ucapan ku, sekarang kau berani bersikap kasar padanya?! Jangan pikir aku akan mengampuni mu!"
Fira terkejut melihat kemarahan sang Suami, pria itu benar-benar mengerikan saat marah, rahangnya mengeras dengan tatapan mata seperti ingin membunuh.
Fira meraih tangan sang Suami, menggenggamnya lembut lalu memanggil pria itu dengan penuh kasih,"Mas, Mas jangan marah lagi. Aku baik -baik saja, aku takut melihat Mas marah seperti ini."
Perlahan Maulana mengarahkan pandangan pada Fira, netra kecoklatan gadis itu nampak ketakutan saat melihatnya.
Maulana menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan perlahan, ia tersenyum manis, mengubah ekspresi menjadi lembut."Sayang, maafkan Mas. Tadi Mas kelepasan."
Para pelayan membantu Nadia berdiri lalu meninggalkan Maulana dan Fira sebelum pria itu akan marah lagi, terkadang mereka heran dengan Nadia, wanita itu selalu saja cari gara-gara, padahal sudah tahu seperti apa Maulana kalau sudah marah.
"Mas, jangan marah lagi."Fira mencium punggung tangan sang Suami.
Maulana merendahkan pandangan melihat sang Istri, kemarahannya seketika mereda melihat sikap lucu gadis itu.
Maulana mengangkat tubuh mungil itu ke dalam gendongannya, menghadapkan wajah sang Istri padanya, persis seperti seorang Ayah menggendong balita.
Fira terkejut karena tiba-tiba tubuhnya melayang, ia segera memeluk leher sang Suami, aneh rasanya digendong di depan seperti balita oleh sang Suami.
"Mas, turunkan aku!" Fira berteriak dalam keterkejutannya.
"Kenapa, Sayang? Kamu takut Mas jatuhkan?" Maulana tersenyum menggoda sang Istri, dulu saat dirinya kesal, sedih dan terpuruk mengingat dosa di masa lalunya, tidak ada tempat untuk meluapkan semua ini. Kini, ketika dirinya marah hampir tak terkendali, menggoda Istrinya mampu meredakan amarah bahkan membuat hati bahagia.
Fira menatap sang Suami dengan alis hampir menyatu, wajah cemberut, sesekali melirik lantai. Rasanya sangat tinggi, ia berpikir kalau jatuh pasti sakit.
Maulana melangkahkan kaki memasuki rumah dengan sang Istri masih berada dalam gendongannya.
"Istriku, Mas tidak akan menjatuhkan mu. Mas sayang kamu, kamu amanah yang Allah titipkan pada Mas. Mas akan menjagamu."
Netra kecoklatan itu menatap netra safir milik sang Suami, tersenyum haru mendengar ucapan pria itu.
Fira merendahkan tubuh memeluk pria itu."Mas, jangan marah-marah lagi. Aku tahu Mama Nadia memang tidak suka padaku, itu karena Mama Nadia merasa aku merebut mu."
Gadis itu menaruh kepala di bahu sang Suami, suaranya terdengar lirih seakan ketakutan serta kesedihan dalam setiap suku kata yang dilontarkan.
"Kenapa kamu berfikir seperti itu? Mama Nadia itu Istrinya Ayah, bukan Istri ku." Maulana menurunkan sang Istri di ruang makan, di atas meja telah tersedia hidangan untuk makan siang gadis itu.
Maulana duduk di salah satu kursi meja makan menatap heran gadis itu.
Fira menarik salah satu kursi lalu duduk di atas kursi tersebut."Mas, aku tidak tahu apakah Mas pura-pura tidak tahu atau sungguh tidak tahu."
Fira membuka piring yang tengkurep di atas meja lalu menambahkan nasi serta lauk pauk.
Maulana memperhatikan sang Istri, menatap gadis itu penasaran.
"Mama Nadia menyukaimu, sedangkan Mas menikah denganku. Jadi Mama Nadia merasa aku merebutmu." Fira kembali menjelaskan.
Maulana terkekeh geli."Mas tahu, tapi Mas tidak suka padanya. Lagipula dia Istri Ayah, mana mungkin aku menanggapinya. Lagipula..."
Maulana memiringkan kepala menatap lembut sang Istri."Tidak semua wanita yang jatuh cinta pada Mas, Mas harus tanggapi. Lebih baik jangan berikan harapan palsu pada siapapun."
Fira mengangkat pandangan menatap paras tampan di depannya, apa yang dikatakan sang Suami sangat benar, dengan begitu tidak akan terasa sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
RomanceDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...