Episode 34

10 1 0
                                    

Farhan menyerahkan helm pada Fira."Mbak, ini helmnya. Mbak tidak usah pikirkan ucapan Tante Nadia, dia memang suka nyinyir."

Fira mengangguk, ia meraih helm itu. Sebenarnya bukan ucapan Nadia yang menjadi beban pikiran, melainkan tidak suka jika jalan selain dengan Suaminya.

Bersama sang Suami, Fira merasa dicintai dan terlindungi bahkan bisa bermanja.

Gadis itu segera memasang helm di kepalanya."Boleh nggak si aku diantar Mas Ivan saja?" Ia berkata dalam hati.

Farhan menyadari Fira tidak nyaman dengannya, ia pun membantu gadis itu mengancingkan helm agar tidak jatuh."Mbak, tenang saja. Aku tidak akan macam-macam, anggap saja aku Adikmu. Kak Ivan beruntung sekali punya Istri seperti Mbak Fira."

Fira mengangkat pandangan menatap sosok remaja di depannya, tinggi Farhan sekitar 170 cm tidak setinggi sang Suami hingga lebih mudah untuk dipandang.

"Tapi aku takut kalau tidak bersamaku, pasti Mas Ivan akan sering dipandang wanita. Mas Ivan kan ganteng."

Farhan mengangguk, tidak salah dengan ucapan Fira, hanya saja Kakaknya itu tidak terlalu memperhatikan.

"Sudalah, lagi pula Kak Ivan juga tidak akan peduli pada mereka. Kak Ivan hanya suka diperhatikan Mbak Fira, ayo Mbak naik." Farhan naik ke atas motor, menunggu Kakak iparnya.

Fira mengangguk, ketika hendak naik, matanya menangkap sosok sang Suami berjalan ke arah mobil sedan mewah yang telah di siapkan oleh supir.

Fira sangat tidak nyaman bersama Farhan, ia melihat jam di ponsel miliknya, waktu menunjukkan pukul 6:10 menit.

"Aku lebih baik iku Mas Ivan saja."

Ha?

Farhan terkejut, ia sudah bersikap sangat baik bahkan membantu memasang kuncian helm tapi gadis itu masih tidak nyaman.

Fira memutar tubuh lalu berlari mendekati sang Suami dengan ekspresi sok dibuat sedih.

"Tung...gu!"

Farhan, Maulana dan pengawal yang melihat sikap Fira bahkan mengatakan tunggu saja harus dipisah tercengang, pria berusia 30 tahun itu menaikkan sebelah alis.

"Mas, aku ikut denganmu." Fira meraih tangan sang Suami lalu menggenggamnya erat.

"Suamiku, tidakkah kau tega meninggalkan ku sendiri?" Fira mendelik galak namun bicara dengan nada memohon, pandangan itu seakan ingin mengatakan' ayo cepat aku ikut!'

Maulana menghela nafas, ia baru tau Istrinya itu pintar derama."Kamu tidak bisa jauh dari Mas kah?"

Fira mengerucutkan wajahnya."Mas tega sekali menyuruh aku bersama Farhan."

Maulana mengangkat tangan mencubit pipi Istri gemas, rasanya sangat ingin memakan gadis itu tapi harus ditahan karena ada tamu bulanan.

"Ayo Mas antar."

Fira bersorak kegirangan, ia melepaskan helm lalu menaruh di tangan salah satu pengawal pribadi Maulana dan segera masuk ke dalam mobil.

Dengan senyum manis Fira menunggu sang Suami, kalau biasanya seorang wanita akan marah seharian setelah mimpi pasangannya menikah lagi, Fira justru sebaliknya, ia akan terus menempel pada pria itu agar tidak didekati wanita lain.

Pintu mobil segera ditutup setelah Maulana duduk dengan nyaman di jok penumpang.

Fira memperhatikan sang Suami dari samping, tidak biasanya pria itu memakai supir sekaligus memakai iring-iringan mobil kecuali ia minta.

Fira memutar kepalanya ke belakang, di belakang mobil yang dinaikinya terdapat sekitar 10 mobil mewah kemudian kembali memutar kepalanya menatap ke depan mobil, di depan mobil juga sekitar 10 mobil mewah.

"Total 21 mobil mewah." Fira bergumam sendiri, ia menoleh pada sang Suami.

"Mas pinjam ponsel."

Tanpa mengatakan apapun Maulana memberikan ponsel miliknya, dengan senang hati gadis itu menerima ponsel sang Suami.

Satu persatu mobil mulai meninggalkan halaman mansion, sedangkan Fira masih sibuk dengan ponsel milik sang Suami.

Fira membuka google lalu mengetik di kolom pencarian, pupil mata gadis itu membelalak melihat harga satu mobil sedan maybach para pengawal Suaminya.

Maulana menoleh ke samping, melihat betapa serius sang Istri melihat ponsel miliknya.

"Apakah kamu curiga kalau Mas akan wa dengan wanita lain?"

"Hmm." Fira menggeleng, karena memang dia tidak membuka aplikasi WA di ponsel sang Suami.

"Wah, mobil panjang ini ternyata harganya selangit." Fira mencari harga mobil yang dikendarai sang Suami bersama dirinya, biasanya Suaminya itu hanya pakai mobil sedan seharga 360 juta kalau di sekolah tapi kalau kunjungan ke perusahaan ternyata menggunakan mobil mewah semua.

"Kamu membuka google?" tanya Maulana memastikan.

Fira menyerahkan kembali ponsel sang Suami kepada pemiliknya, ia mengangguk menatap sang Suami bangga.

"Kenapa saat di sekolah Mas hanya memakai mobil sederhana?"

"Sederhana apa? Itu mobil Mas beli dengan menabung bertahun-tahun." Maulana menoleh ke samping, jelas ia bohong.

Fira mencebik tidak percaya, siapa yang akan percaya dengan ucapan pria itu.

"Ini Mas mau kunjungan ke perusahaan apa?"

Maulana kembali menoleh pada sang Istri, mata safir itu menatap heran pada sang Istri."Kenapa kamu penasaran sekali dengan mobil -mobil ini? Semua mobil ini tidak terlalu berharga, bagi Mas kamu jauh lebih berharga dari semua mobil ini."

Wajah Fira bersemu merah, bisa -bisanya pria itu menggoda dirinya.

"Mas, aku dan Mas beda. Bagi Mas melihat semua kemewahan adalah normal. Kalau begitu..." Suara Fira melirih, kepalanya tertunduk malu.

"Sangat luar biasa, aku biasanya hanya lihat di tv saat nonton Drama."

Maulana tersenyum tipis, ia mengangkat tangan merangkul bahu Istri."Sayang, bagi Mas semua itu sama saja. Mas dulu pernah hidup sederhana, bahkan kadang hanya makan sekali sehari. Mas tidak puasa, tapi memang adanya itu, karena itu Mas mulai usaha kecil -kecilan. Pertama Mas menemukan manik-manik, Mas ambil satu persatu di tanah itu. Kalau harus beli juga Mas tidak ada uang, Mas menemukan jarum juga serta benang. Lalu Mas membuat cincin mainan dari manik-manik, ada anak-anak kecil tertarik dan membelinya. Hehehe..." Maulana terkekeh pelan mengingat kejadian itu, baginya itu adalah hal tersulit dalam hidupnya.

"Memangnya tidak kotor? Kan mereka juga menggunakan untuk manik-manik di baju." Fira mengangkat pandangan menatap paras tampan sang Suami.

"Kemari." Dengan mudah, Maulana mengangkat pinggang Fira lalu meletakkan di pangkuannya.

"Tapi kadang kan ada manik -manik yang jatuh, Mas kumpulkan lalu Mas cuci bersih dan Mas rangkai. Mereka membeli cincin itu seharga 1000, Mas sangat senang karena dengan uang 1000 itu bisa untuk membeli dua gorengan untuk dimakan bersama Ibu." Maulana kembali menjelaskan, pandangan mata menerawang mengingat semua kejadian itu.

Mata Fira berkaca-kaca, ia memang pernah mendengar sang Suami menceritakan masa kecilnya tapi juga tidak sesedih ini, membayangkan anak kecil mencari manik-manik di tanah sisa dari orang -orang, rasanya sangat sedih.

"Sampah pun bisa didaur ulang kalau di tangan orang yang tepat." Maulana melanjutkan ceritanya.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang