Episode 74

12 2 0
                                    

Suasana meja makan berubah mencekam, hening tanpa suara setelah Maulana mengatakan akan membawa Istrinya keluar dari Mansion Mizuruky.

Mizuruky Sinya terdiam dengan perasaan tidak rela setelah keputusan bulat diambil oleh Putra pertamanya.

Nadia dan Nita tidak setuju, mereka tidak akan sering bertemu dengan pria bermata safir itu lagi kalau pria tersebut keluar dari rumah ini.

"Van, apakah kamu tidak bisa berfikir lagi? Kamu tega meninggalkan Ibumu sendiri demi wanita yang bukan siapa-siapa mu itu? Istri itu hanya orang lain, Van. Dia bisa kamu cerai, sedangkan Ibumu tidak bisa." Nadia bangkit dari tempat duduknya menatap nyalang ke arah Fira.

Maulana mengalihkan perhatian pada Nadia, menatap Istri ke lima Ayahnya itu dingin.

"Artinya kamu bukan siapa-siapa di rumah ini, ini adalah rumah ku untuk keluarga ku. Kamu bukan siapapun, jadi lebih baik kamu keluar dari rumah ku sekarang." Lembut namun penuh penekanan dalam setiap suku katanya.

"Mizuno, tolong bereskan semua barang -barang saya. Saya mau ikut anak dan menantu saya." Catherine tidak ingin ikut dalam perdebatan keluarganya, ia lebih suka pergi bersama sang buah hati.

Fira terkejut, ia mengalihkan perhatian pada Ibu mertuanya."Ibu, Ibu ingin pergi bersama kami?"

"Tentu saja, kamu pasti tidak tega bukan melihat Ibumu dan Suamimu selalu dibenturkan oleh Nadia?" Catherine tersenyum merayu menantunya.

Fira mengangguk tapi ia jadi bingung sekarang, keluarga besar Mizuruky ribut hanya karena sebuah ucapan dari Sinya lalu dikompori oleh Nadia.

Maulana mengerling pada Catherine."Ibu serius? Aku bahkan tidak tahu harus pergi kemana? Aku hanya berfikir akan membawa Istri ku keluar dari rumah ini. Fira bilang akan ikut denganku kemanapun aku pergi."

Catherine tidak peduli, setelah Sinya menikah dengan wanita lain, dirinya seperti tidak memiliki seorang Suami, namun demi seorang anak dirinya rela hidup bersama Sinya tanpa perhatian serta cinta bahkan nafkah lahir pun tidak dipenuhi.

Tak lama kemudian Mizuno datang dengan membawa koper berisi pakaian dan perhiasan milik Catherine, pria itu menyerahkan barang-barang tersebut pada pemiliknya.

"Nyonya Besar."

Catherine mengangguk, ia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan meraih koper tersebut.

Acara makan malam keluarga berubah menjadi perpisahan, tidak lagi kebersamaan dan keharmonisan.

"Mas, mulai sekarang aku akan pergi kemanapun Ivan pergi. Selama ini aku bertahan dengan Mas juga karena Ivan, aku tidak ingin anakku tidak memiliki seorang Ayah." Ini pertama kalinya Catherine mengungkapkan segala kekecewaan dan beban berat dalam hati yang selama ini dirasakan sebagai seorang Istri.

Mizuruky Sinya terdiam menahan sesak dalam dada, meski ia suka menikah demi memenuhi kepuasan nafsu, namun tidak pernah ingin kehilangan Catherine.

Maulana terdiam tanpa kata mendengar pengakuan Ibunya, semua  dilakukan wanita paruh baya itu demi dirinya, sakit hati dan kecewa demi dirinya bahagia.

"Ibu, jika memang itu keputusan Ibu. Aku akan selalu bersama Ibu, aku tidak ingin melihat Ibu tertekan dan pura-pura bahagia."

Catherine tersenyum kecil, sementara itu Fira terbawa perasaan, ia tidak membayangkan seperti apa perasaan Ibu mertuanya itu. Pastinya sangat sedih karena melihat pria yang dicintainya bersama wanita lain bahkan menduakan dirinya.

"Sayangku, kamu jangan pergi dari rumah ini. Aku tahu aku salah, kalau begitu bagaimana kalau aku ceraikan saja semua Istri ku tapi kamu jangan keluar dari rumah ini." Sinya panik dan bingung, ia tidak ingin Istri pertamanya itu pergi karena tanpa sang Istri dirinya seperti kehilangan cahaya.

Para Istri Sinya saling berpandangan, kesal merasa tidak dihargai dan perasaan mereka tidak diperdulikan perasaan mereka.

"Baik, tapi Mas harus kasih kau separuh harta keluarga Mizuruky." Nadia memberikan komentar sekaligus syarat perceraian.

Sinya mengalihkan perhatian pada Nadia."Baik, Mas akan kasih tanah perkebunan Mas yang ada di Bogor. Semua untuk mu, lagipula selama ini kamu juga tidak pernah mencintai Mas. Namun kalau perusahaan Mizuruky, itu bukan milik Mas, melainkan milik Ivan."

Sintia dan Farhan tidak memperdulikan pertengkaran antara Istri Sinya, mereka sudah terbiasa bertengkar karena itu lebih baik makan saja.

Nindi kembali duduk di tempat duduknya, ia memandang Maya minta penjelasan tentang keluarga besar Mizuruky yang selalu ribut.

Maya mengangkat kedua bahu tidak peduli, Nindi pun mengangguk dan melanjutkan makannya.

Nadia tidak terima hanya diberikan sebidang tanah perkebunan, dirinya mau sebuah saham di perusahaan Mizuruky.

"Aku tidak mau! Aku mau saham di perusahaan Mizuruky, aku tidak mau tanah itu!"

Maulana menghela nafas panjang melihat pertengkaran mereka, ia meraih pinggang sang Istri dan tangan Catherine memberi isyarat pada mereka untuk meninggalkan rumah tersebut.

Fira dan Catherine mengikuti pria 30 tahun tersebut, setidaknya dari pada melihat keributan.

Maulana membantu sang Ibu memasukkan koper ke dalam mobil, setelah itu melajukan mobil miliknya.

"Van, kamu serius memberikan rumah itu pada Ayah dan Istri muda Ayahmu?" Catherine duduk di jok belakang menatap buah hatinya tidak rela.

"Ibu, aku akan memberikan apapun untuk orang tua ku jika aku mampu. Namun kalau untuk Istri -Istri Ayah selain Ibu, aku rasa aku belum bisa. Itu juga bukan tanggung jawab ku, apalagi sekarang aku punya Istri. Kalau semua ku berikan, apa yang bisa ku berikan untuk Istri ku? Bagaimana kalau dia hamil lalu melahirkan?" Maulana melirik sang Ibu dari kaca spion mobil.

Catherine mengangguk setuju, ia mengalihkan perhatian pada Fira, gadis itu masih muda, dalam hati dirinya ragu kalau menantunya bersedia memberikan keturunan.

"Nak, apakah kamu bersedia memberikan cucu untuk Ibu?"

Fira diam tidak memberikan jawaban, ia mengira kalau Catherine bicara pada Suaminya.

"Mas, kok diam? Ibu tanya pada Mas."

Maulana tersenyum maklum."Tidak, Istri ku. Ibu bertanya padamu, Sayang."

Fira terkejut dan langsung menoleh ke belakang."Ibu, Ibu bertanya padaku?"

Catherine tersenyum kesal, dirinya sudah menyiapkan pertanyaan dengan suara lembut, tapi menantunya justru mengira dirinya bicara pada anaknya.

"Iya, Nak. Kamu masih remaja, kamu bersedia mengandung? Mengandung itu berat."

"Tidak apa, asal Mas Ivan mau tanggung jawab saat aku hamil. Tidak meninggalkan ku sendiri saat melahirkan, dan mengurus anak bersama. Tidak menceraikan ku demi siapapun saat anak itu telah lahir." Fira tersenyum saat menjawab pertanyaan sang mertua.

Catherine melirik putranya bingung."Apakah Suamimu ingin menceraikan mu bila kamu hamil dan melahirkan? Apakah dia bicara begitu?"

"Tidak, tapi banyak sekali zaman sekarang seperti itu. Saat pengantin baru, seorang Suami seakan sangat mencintai Istrinya, giliran anak sudah lahir, Suami cari wanita lain." Fira menundukkan kepala kesal sendiri bila membaca berita seperti itu.

"Korban terlalu banyak nonton film," batin Maulana melirik sang Istri.

5000

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang