Episode 25

23 1 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Perasaan marah dan kesal menyelimuti hati Fira, gadis itu memandang Ayah mertuanya tidak suka, pria 60 tahun itu selalu membela Nadia, namun melihat sang Suami begitu hormat pada kedua orang tuanya rasanya tidak tega jika harus membantah.

Seperti ada gumpalan dalam dada melihat kedua tangannya bertengkar di dalam kamar inapnya, sesak dan mendorong untuk keluar namun ditahan karena bagaimanapun seorang anak harus menghormati orang tua.

"Ayah, Ibu. Bisakah kalian jangan ribut di sini? Aku sedang sakit, kalian jangan ribut."

Fira mengangguk setuju dengan perkataan sang Suami."Iya, Mama, Papa. Mas Ivan baru siuman, jadi harus banyak istirahat."

Ghifari setuju meski dalam hati heran dengan putrinya, jelas sekali tadi gadis itu menangis dan itu tentu saja mengganggu.

Catherine mengalihkan perhatian pada Maulana, ia mengambil tangan sang buah hati lalu menggenggamnya lembut.

"Nak, maafkan Ibu. Ibu sedih melihat mu seperti ini, kata Dokter kamu sakit apa?"

"Tidak ada, hanya masalah pencernaan biasa." Maulana sengaja berbohong agar tidak membuat sang Ibu khawatir.

Catherine mengangguk."Kamu jangan suka telat makan, ingatlah sekarang kamu punya Istri, kamu harus sehat untuk Istrimu juga."

"Iya, Bu. Terimakasih, aku juga tidak ingin membuat Istri ku khawatir," balas Maulana.

"Van, Mama Nadia salam padamu. Mama Nadia mungkin nanti malam bisa menjenguk," sahut Sinya.

"Tidak perlu, Ayah. Aku tidak ingin Istri ku merasa tidak nyaman," tolak Maulana halus.

"Kalian berdua ini kenapa si?! Nadia selalu memperlakukan kalian dengan baik, tapi kenapa kalian tidak bersikap baik padanya?!" Sinya kesal dengan sikap Maulana dan Catherine.

Maulana dan Catherine diam tidak memperdulikan kemarahan Sinya, sudah terbiasa melihat Sinya marah ketika berkaitan dengan Nadia.

"Sayang, Mas istirahat dulu. Nanti Mizuno akan membawakan makanan untuk mu." Maulana malas melihat Sinya marah-marah.

Fira mengangguk, ia membantu sang Suami berbaring lalu menyelimutinya.

Sinya mengepalkan tangan menahan kesal melihat sikap sang buah hati, tapi melihat putra pertamanya sakit hati tidak tega untuk terus marah.

"Sudahlah, kamu istirahat saja. Ayah mau menagih hutang."

"Ayah, berhentilah menjadi rentenir. Boleh menagih hutang tapi dengan cara yang baik dan tidak riba," balas Maulana ramah.

"Dan ... Jangan suka menggandakan uang. Hutang 10 juta ya tagihlah 10 juta, bukan beranak sampai 100 juta." Maulana melanjutkan ucapannya.

"Berhentilah berceramah! Ayah pergi dulu." Sinya jengah selalu diceramahi Putranya, ia pun segera membalikkan tubuh dan meninggalkan sang buah hati.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang