Selasa, 6 Agustus 2024
Waktu menunjukkan pukul 4:45 menit, langit di luar masih belum terlalu terang, mentari berselimut kabut biru.
Di dalam kamar, di sebuah ranjang berukuran king size seorang gadis cantik berambut hitam sepunggung meringkuk dalam pelukan seorang pria berambut hitam bermata safir.
Gadis itu menjadikan dada sang Suami sebagai sandaran, di tangan pria itu terdapat rangakaian butiran tasbih sedangkan jemari mungil gadis itu memainkan kancing kemeja sang Suami.
"Mas, aku tidak tahu kenapa aku berubah."
"Berubah seperti apa? Seingat Mas, kamu tetap cantik dan imut." Maulana menurunkan pandangan memperhatikan sang Istri.
"Bukan begitu, dulu aku sangat ingin pisah dari Mas. Aku bahkan menangis semalaman saat mau menikah, aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku menikah dengan pria tua dengan lima Istri." Tanpa terasa jemari mungil itu membuka satu kancing kemeja sang Suami bagian atas.
"Bukankah itu hal sangat baik, artinya Allah telah memberikan hidayah padamu. Hati mu telah tertanam cinta untuk Mas, Mas sangat senang." Maulana sedikit memiringkan kepala mengintip ekspresi wajah sang Istri.
Sebelah tangan yang bebas digunakan untuk membelai lembut rambut hitam gadis itu."Sekarang kamu takut jauh dari Mas? Kamu takut kalau Mas tidak ada, kamu akan dipaksa menikah lagi? Kamu tidak ingin menikah karena tidak yakin apakah pria itu akan memperlakukan mu dengan baik atau tidak?"
"Bukan hanya itu ... Aku juga jatuh cinta pada Mas. Cepat sekali aku jatuh cinta pada Mas, belum sampai sebulan kita nikah, aku sudah seperti ini." Fira malu sendiri, ia merasa menjadi seorang wanita tidak punya harga diri.
"Hehehe..." Maulana terkekeh sendiri melihat wajah merah gadis itu, ia dapat menebak kalau sekarang Istrinya merasa menjadi wanita murahan.
Maulana menaruh tasbih miliknya lalu menggerakkan tangan meraih pinggang sang Istri dan mengangkatnya, memutar tubuh mungil itu dan mendudukkan di atas pangkuannya menghadap dirinya.
"Sayang, coba kamu lihat Mas."
Fira menuruti perintah sang Suami, ia menatap pria itu.
"Bagaimana perasaan mu?" tanya Maulana.
"Mas sangat tampan, bibir Mas tipis dan merah alami, seperti minta dicium."
Maulana ingin tertawa mendengar ucapan sang Istri, ia ingin gadis itu menatap matanya bukan bibirnya dan mengetahui bahwa dalam mata itu terdapat cinta yang tulus untuk sang Istri, namun rupanya Istrinya justru berfikir ke arah lain.
"Ada apa? Apa aku salah bicara?" Fira merengut kesal dengan ekspresi menahan tawa sang Suami.
"Tidak, kamu tidak salah. Hanya saja Mas kurang peka, rupanya kamu setiap hari membayangkan ingin mencium Mas." Maulana tertawa sendiri, ia tidak sanggup menahan tawa.
Fira ingin marah namun tidak jadi melihat sang Suami tertawa membuat pria itu semakin tampan dan manis.
"Apakah aku ini gadis mesum?"
"Mana ada, jangankan kamu seorang Istri. Di luar sana, banyak wanita menatap Mas dengan hasrat ingin mencium seperti itu."
Fira segera turun dari pangkuan sang Suami, Maulana mengerutkan kening melihat sikap sang Istri.
Ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan gadis itu, pergi ke ruang ganti lalu keluar lagi.
Fira berjalan mendekati sang Suami, berdiri di samping ranjang pria itu.
"Mas lihat ini apa?" Fira menunjukkan masker dan kacamata hitam.
"Buat apa itu, Istri ku?" Maulana menatap dua benda di tangan sang Istri penasaran.
"Nutupin wajah Mas, Mas benar. Di luar sana banyak sekali wanita yang ingin membawa Mas pulang, ingin memeluk Mas atau meniduri Mas. Jadi aku kasih ini buat Mas." Fira tersenyum saat menunjukkan masker dan kacamata hitam itu.
Maulana menegakkan tubuh, mengangkat tangan meraih kedua benda itu. Ingatannya berputar pada 12 tahun yang lalu, saat dirinya masih di Jerman tergabung dalam suatu kelompok Mafia. Ia sering menggunakan kedua benda itu saat memulai aksi kejamnya, membunuh serta mengambil organ tubuh manusia secara ilegal.
Tanpa terasa air mata menetes mengingat betapa besar dosa yang dilakukan, jika penyakit yang diderita adalah hukuman untuk penebus dosa, rasanya itu masih tidak sepadan dengan kekejaman yang dulu pernah dilakukan.
Fira mengerutkan kening melihat sang Suami terlihat sedih, ia mengambil kembali kedua benda di tangan sang Suami karena berfikir pria itu sedih karena mengira dirinya tidak percaya.
"Mas kalau tidak mau tidak apa-apa, Mas jangan menangis seperti itu."
Maulana terkejut menyadari bahwa dirinya menangis tanpa sadar, ia segera mengusap air mata itu."Bukan, Sayang. Mas bukan menangis karena itu, tapi karena mengingat masalalu."
"Apa dulu pacar Mas pernah memberikan Mas dua benda ini? Jadi Mas teringat dan sedih?" Fira mengira bahwa Maulana sedih mengingat mantan kekasihnya.
Maulana tersenyum tipis melihat ekspresi cemburu sang Istri, gadis itu salah mengira."Bukan, Istri ku. Mas tidak punya mantan, Mas beru memiliki wanita itu hanya kamu. Kamu Istri Mas juga cinta pertama Mas."
"Lalu masalalu apa?" tanya Fira dengan pandangan curiga.
"Mas bukan orang baik, dulu Mas sering melakukan perbuatan dosa. Kadang ... Mas khawatir suatu saat nanti kamu akan pergi karena menyesal menikah dengan orang seperti Mas." Pandangan mata Maulana berubah sendu.
"Masalalu ya masalalu, untuk apa dibahas. Di dunia ini lebih baik menjadi mantan preman dari pada mantan ustadz, jika dulu saat remaja Mas adalah seorang preman, aku tidak apa-apa. Kenapa aku harus minta cerai." Fira kembali duduk di samping sang Suami.
Maulana menoleh pada sang Istri."Kamu serius? Kamu tidak keberatan memiliki Suami bukan orang baik?"
Fira mengalihkan perhatian pada Maulana."Bukankah Umar bin Khattab dulu juga bukan orang baik, beliau ingin membunuh Nabi Muhammad, namun setelah masuk Islam, Umar justru menjadi sahabat Nabi dan menjadi Khalifah."
Maulana tersenyum bangga, rupanya sang Istri mengerti hal itu."Baiklah, terimakasih. Mas sangat bersyukur memiliki Istri seperti mu, Mas semakin sayang padamu."
Sesungguhnya Fira tidak memikirkan kalau Suaminya adalan mantan mafia."Mas, aku yang harus berterimakasih. Mas sudah membuat ku merasa bahagia, merasa seperti seorang Ratu dalam istana. Aku merasa nyaman dan aman saat bersama Mas, aku senang."
"Tentu saja, Sayang. Kewajiban seorang Suami adalah melindungi Istrinya, baiklah." Maulana bangkit dari tempat duduknya.
"Ayo kita mandi, sudah pukul 5:30. Jangan sampai terlambat sekolah." Mengingat sang Istri kalau mandi sangat lama, meski mandi bersama, gadis itu selalu lama kalau di kamar mandi.
Fira mengangguk, ia mengangkat tangan memberi isyarat pada sang Suami untuk menggendongnya.
Maulana menghela nafas dengan sikap manja Istrinya, ia pun mengangkat tubuh mungil itu ke dalam gendongannya dan membawanya ke kamar mandi.
Menjalin hubungan haruslah tidak ada dusta di antara keduanya, jujur dalam hal apapun dan saling menerima.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
RomanceDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...