Episode 62

10 1 0
                                    

Di ruang Guru, Yusuf membagi -bagikan topi untuk para Guru, sebenarnya ia ingin membagi topi itu tadi pagi, namun karena ada kejadian lupa.

"Pak Ivan." Rangga memberikan topi pada Maulana, pria itu masih berdiri di samping tape sambil mengutak-atik tape tersebut. 

Maulana menoleh pada Rangga, ia menegakkan tubuh meraih topi yang disodorkan Rangga padanya.

"Ini matahari terik, Pak. Jadi harus pakai topi, kalau tidak, kulit bisa gosong." Rangga berjalan ke arah cermin lalu memperhatikan kulit di wajahnya.

Rangga menoleh pada Maulana, memperhatikan kulit wajah Maulana yang nampak bersih dan putih kemerahan.

"Pak Ivan."

"Ya, Pak Rangga." Maulana berjalan mendekati Rangga, berdiri di samping pria itu.

"Coba perhatikan kulit wajah saya." Rangga semakin memperhatikan kulit wajahnya.

"Kenapa, Pak?" Maulana tidak mengerti kenapa Rangga ingin dirinya memperhatikan wajahnya.

"Kenapa kulit wajah Pak Ivan sangat halus?" Rangga mengangkat tangan hendak menyentuh wajah Maulana.

Maulana mundur beberapa langkah lalu memutar tubuh meninggalkan Rangga, rasanya aneh kalau Rangga ingin menyentuh wajahnya.

Indri memandang Rangga aneh, jelas sekali Maulana risih jika disentuh sesama jenis dengan sentuhan lembut dan mesra.

"Pak Rangga, jangan seperti itu. Pak Ivan risih dong kalau Pak Rangga ingin menyentuh wajah Pak Ivan." Ian merasa aneh dengan Rangga.

Rangga merasa tidak ada yang aneh, ia hanya ingin memastikan saja namun sepertinya semua orang salah paham.

Maulana keluar dari ruangan Guru, ia berjalan ke salah satu barisan kelas 3F putri, berdiri di depan barisan tersebut.

"Anak-anak, hari ini kita akan latihan gerak jalan melewati jalan raya. Kita akan pergi ke lapangan dan latihan di sana."

Zaiyda memandang Maulana intens, bibirnya tersenyum setiap mendengar ucapan dari Wali Kelasnya itu.

"Ya Tuhan, aku pikir Andrian itu sudah paling tampan, tapi rupanya di sini ada yang lebih tampan," batinnya.

Maulana mengalihkan perhatian pada Fira yang berdiri di belakang Zaiyda, tapi Zaiyda mengira bahwa Maulana memperhatikan dirinya.

Pipi Zayda memerah karena malu, jantung berdebar -debar hanya dengan tatapan pria itu.

Maulana berjalan mendekati Fira saat melihat gadis itu menunduk lesu, Zayda semakin gugup karena lagi-lagi salah mengira.

"Kenapa?"

Fira mengangkat pandangan mendengar suara sang Suami.

"Tidak apa kok, Pak. Saya hanya gugup karena Bapak tampan." Zayda menjawab pertanyaan Maulana meski bukan untuk dirinya.

Fira dan Maulana mengalihkan perhatian pada Zaiyda."Kamu murid baru itu?" tanya Maulana memastikan.

Zayda mengangguk."Iya, Pak. Saya murid baru, nama saya Zaiyda. Bapak bisa panggil saya Zizi, atau Zay saja."

Maulana mengangguk lalu kembali mengalihkan perhatian pada sang Istri."Panas?"

Fira mengangguk, ia ingin bicara namun dipotong oleh Zayda.

" Udara memang panas, Pak. Tapi terasa sejuk dengan kehadiran Bapak."

Maulana tersenyum tipis kemudian mengambil topi di kepalanya dan memakaikan di kepala sang Istri."Sayang, kamu pakai topi Mas ini."

Zayda syok melihat Maulana perhatian pada Fira bahkan memanggil gadis itu dengan sebutan Sayang.

"Baiklah, sebentar lagi kita akan berangkat." Maulana menyentuh lembut kepala sang Istri, kemudian kembali berjalan ke depan barisan.

Zayda menoleh pada Fira, menatap gadis itu sinis."Kamu punya hubungan apa dengan Pak Ivan? Setahuku, kamu sangat mencintai Andrian."

"Itu dulu, tapi sekarang aku sudah tidak memiliki rasa apapun terhadap Kak Andrian. Aku mencintai Mas Ivan, akan selalu mencintainya," jawab Fira tidak ingin Zayda salah paham lagi.

"Kamu ada hubungan apa dengan Pak Ivan?" tanya Zayda lagi, ia berharap hubungan mereka tidak lebih dari Guru dan Murid.

"Pak Ivan itu Suamiku, kemi menikah 8 hari yang lalu," jawab Fira malu-malu.

Zayda semakin syock mendengar itu, ia ingin mengincar Guru tampan di sekolahnya namun ternyata sudah punya Suami.

"Ada apa? Apakah kamu dan Kak Andrian baik-baik saja?" Fira mengira Zayda dan Andrian ada masalah, bagaimana pun juga mereka adalah sepasang kekasih.

Zayda memutar kepala menatap sosok Maulana yang berdiri di depan barisan."Kenapa dulu aku tidak membiarkan Fira bersama Andria saja? Dengan begitu dia tidak akan menikah dengan Pak Ivan." Ia bergumam sendiri.

"Kalian ingat baik-baik ya! Nanti di jalan, lisannya dijaga. Pasti banyak yang akan melihat meski kita masih latihan. Jangan suka lihat kanan dan kiri, jalan saja lurus ke depan. Jangan melebar, biarkan para pengendara lain melintas." Maulana memberikan arahan pada murid-murid putri kelas 3F.

Mereka semua memperhatikan dengan seksama, tidak ada yang bersuara atau tidak fokus.

"Kalau ada yang tidak menjaga lisannya, Bapak akan pukul pakai penggaris panjang yang biasa digunakan Pak Rangga mengajar matematika." Maulana menambahi dengan ancaman.

"Pak, tahun 2024 masih saja memakai penggaris panjang," celetuk Naira.

"Daripada pakai tangan Bapak, kamu mau terlempar seperti para penjahat tadi?" Maulana menoleh pada Naira.

Murid perempuannya itu menggeleng takut."Fira saja Pak yang dipukul."

"Kok aku? Aku kan nggak ngapa-ngapain, aku dari tadi hanya berdiri sambil memperhatikan." Fira tidak terima dengan ucapan Naira.

"Karena kamu suka manja sama Pak Ivan, kamu suka merepotkan Pak Ivan. Jadi sekali-kali, biarkan Pak Ivan nabok kamu," balas Naira sambil nyengir.

"Itu tidak mungkin, Pak Ivan sangat sayang padaku. Pak Ivan tidak akan menggunakan kekerasan padaku." Fira kembali membantah ucapan Naira.

"Sudah-sudah, kalian berdua jangan bertengkar. Kita tunggu regu yang lain siap dulu." Maulana memutar tubuh lalu berjalan ke arah regu kelas 3F putra.

Terlihat Rangga kesal pada Antonio, namun pria 27 tahun itu tertawa terbahak-bahak melihat Antonio mendapat ejekan dari Andrian.

Maulana berjalan ke sisi Rangga, menepuk pelan bahu Rangga."Bagaimana, Pak Rangga?"

"Seperti itulah, Pak Ivan. Sepertinya anak kesayangan Bapak dapat lawan sepadan." Rangga memperhatikan Antonio dan Andrian, mereka saling memberikan tatapan membunuh.

"Dengar ya, nanti kalian di jalan jangan bertengkar sendiri. Kalian semua itu adalah anak-anak Pak Rangga dan Pak Ivan, jadi harus jadi anak yang baik." Rangga memberikan nasehat.

"Siapa yang mau jadi anak Bapak?" celetuk Antonio.

"Hei! Memangnya Bapak juga mau punya anak seperti mu?! Sudah diam! Di sekolah ini, kalian semua adalah anak -anak Bapak dengan Pak Ivan." Rangga kembali memberikan penegasan.

"Pak, bisakah saya tidak satu regu dengan manusia alay ini?" Andrian melirik Antonio tidak suka.

"Siapa yang kau sebut dengan manusia alay?!" Antonio tidak terima disebut manusia alay, ia adalah manusia tampan yang digilai oleh seluruh murid putri sebelum Maulana datang dan menjadi Guru di SMA Dirgantara. Namun semua itu seakan berakhir setelah pria 30 tahun berkulit putih bersih itu datang, semua murid putri bahkan Guru perempuan terpikat olehnya.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang