Episode 56

17 1 0
                                    

Maulana menyerahkan ponsel miliknya pada Antonio dengan tergesa-gesa, dengan senang hati Antonio menerima ponsel tersebut karena bisa telponan dengan Fira meski tidak terlihat wajah gadis itu.

Maulana berjalan sedikit menjauh dari Antonio saat rasa mual menghantam perutnya, ia membungkukkan tubuh memuntahkan segala sesuatu yang ada di perutnya, namun tidak ada apapun yang keluar.

Antonio mengerutkan kening mendengar suara Maulana muntah-muntah, ia khawatir akan terjadi sesuatu pada Walikelasnya itu kemudian berjalan menghampiri sang Walikelas dan lupa mematikan sambungan telepon.

"Pak, Pak Ivan kenapa?"

Maulana mengangkat tangan tanda tidak tahu."Tidak apa, mungkin Bapak hanya masuk angin."

Maulana kembali memuntahkan segala macam yang ada dalam perutnya.

Di dalam kamar, Fira terkejut mendengar suara sang Suami muntah-muntah. Panik dan khawatir akan terjadi sesuatu pada sang Suami, ia segera mencari baju dan kerudung lalu mengubah arah kamera ponsel.

"Mas, Mas kenapa?"

Maulana terkejut mendengar suara Istrinya, perlahan ia menyeka mulutnya lalu menegakkan tubuh kembali.

Pria itu memutar tubuh meraih ponsel di tangan Antonio, memaksakan bibir tersenyum agar tidak membuat sang Istri khawatir."Mas tidak apa-apa, Sayang. Mungkin masuk angin saja."

"Apa aku ke sana saja? Aku tidak mau jadi janda, Mas." Fira menatap sang Suami takut dan cemas.

"Tidak perlu, Istri ku Sayang. Ini tadi Mas perjalanan pulang, kamu tunggu saja di rumah. Mas juga akan membawa Antonio dan teman-temannya ke rumah, kasihan orang tua mereka jika malam-malam dibangunkan." Maulana melangkahkan kaki menuju mobil.

Dengan cekatan Antonio membukakan pintu mobil untuk Maulana, Maulana menoleh pada Antonio dengan pandangan heran.

"Silahkan masuk, Pak. Bapak selalu mengatakan bahwa saya dan anak-anak kelas 3F adalah anak yang baik, jadi saya akan baik hanya pada Bapak. Biar saya yang kemudikan mobil, Bapak istirahat saja." Antonio menatap Walikelasnya itu ramah.

Maulana mengangguk, ia masuk kedalam mobil dan duduk di jok penumpang membiarkan Antonio mengemudikan mobil miliknya.

"Sayang, Mas tutup dulu ya panggilan telponnya. Mas istirahat sebentar."

Fira mengangguk, meski dalam hati sangat takut kalau Suaminya tidak baik -baik saja.

Maulana tersenyum lalu mematikan sambungan telponnya dan menaruh ponsel di atas dasbor mobil.

"Kau tahu Antonio kenapa Bapak seperti ini?" Maulana mengerling sejenak pada Antonio.

"Tidak, Pak." Antonio melajukan mobil milik Maulana.

"Karena dulu Bapak sering miras, jadi terkena sirosis hati. Itu juga Bapak baru tahu setelah kemarin dari rumah sakit." Maulana menjelaskan, ia menyandarkan kepala pada jok penumpang.

"Bapak istirahat dulu." Maulana mulai memejamkan mata perlahan.

"Jadi ... Apakah Bapak sudah tidak bisa disembuhkan?" Dada Antonio terasa sesak membayangkan seandainya Walikelasnya harus diganti dan pria itu tiada.

"Kau ini bicara apa?! Bapak bahkan masih mampu melihatmu menikah dan punya anak, kuliah dan menggantikan Ayahmu sebagai CEO di perusahaan Bapak. Jangan katakan ini pada Fira, dia pasti akan berpikir negatif dan ketakutan." Maulana bicara dengan mata terpejam, ia tersenyum sendiri menyadari dirinya dianggap penting bagi Antonio.

"Pak, saya janji akan jadi CEO yang baik lalu menggantikan Bapak menjadi Suami Fira." Antonio mengusap air mata yang lolos dengan sendirinya, ia tidak pernah menangis meski orang tuanya bercerai namun mendengar Maulana sakit, air matanya tumpah dengan sendirinya.

Ayah dan Ibunya selalu sibuk dengan pekerjaan, tidak pernah ada waktu untuk ngobrol atau mendengarkan ceritanya tapi Maulana, meski suka galak namun pria itu tidak pernah bosan mengajarinya seperti seorang saudara.

Maulana membuka matanya dan sedikit terkejut melihat Antonio menangis, ia pun menegakkan kembali tubuh lalu mengalihkan perhatian pada Antonio.

"Apa yang kamu tangisi? Apa kamu ada masalah?"

"Siapa yang nangis, Pak?" Antonio berusaha menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya.

"Kamu..." Maulana menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk.

"Menangisi Bapak?" Maulana hanya ingin memastikan apakah tebakannya benar atau salah.

Jarak dari tempat itu ke Mansion Mizuruky tinggal beberapa meter lagi, namun Antonio justru menepikan mobil di jalan dan langsung memeluk Maulana.

"Pak, Bapak harus sembuh, Pak. Bapak selalu memperlakukan saya seperti saudara, belum pernah ada yang perhatian seperti Bapak pada saya."

Maulana bingung harus bersikap bagaimana, ia hanya memperlakukan semua murid kelas 3F sama, tidak membedakan satu sama lain, namun siapa sangka bagi Antonio itu sangat luar biasa.

Dengan ragu Maulana membalas pelukan Antonio, menepuk pelan punggung muridnya itu, seperti seorang Ayah yang memperhatikan putranya.

"Sudah, Bapak baik-baik saja. Bapak sudah konsultasi pada dokter, tidak apa-apa. Kamu preman tapi menangis."

Antonio menarik diri dari pelukan Maulana, mengusap air matanya lalu menegakkan tubuhnya kembali.

"Pak, saya ini bukan preman. Saya hanya kesal saja pada Ayah dan Ibu, mereka sibuk sendiri sedangkan saya tidak ada yang peduli."

"Ya sudah, kalau kamu butuh bantuan, datang saja pada Bapak. In sya Allah, Bapak bantu. Rumah Bapak tinggal beberapa meter lagi, ayo lanjutkan perjalanan." Maulana menepuk pundak Antonio.

Antonio mengangguk, ia pun kembali melajukan mobilnya.

Di depan pintu gerbang, Fira berdiri bersama beberapa pengawal. Sebenarnya mereka sudah mengingatkan agar gadis itu tetap di kamar, namun sang gadis memaksa keluar kamar bahkan menunggu di depan pintu gerbang.

Tak lama kemudian mobil Maulana datang, Fira sangat senang hingga melompat -lompat sambil melambaikan tangan seperti menyambut kehadiran seorang juara.

Antonio tidak bisa berkata-kata lagi dengan kelakuan Fira, entah terlalu cinta pada Maulana atau memang sudah tidak waras.

Maulana menggelengkan kepala melihat sikap Istrinya, ia meminta Antonio menghentikan mobil.

Antonio menghentikan mobil tepat di depan Fira, Maulana turun dari mobil.

Fira sangat senang karena dapat melihat sang Suami lagi, ia segera berlari dan melompat ke dalam gendongan Maulana.

Antonio membulatkan mata melihat sikap Fira, baginya itu terlalu berlebihan, tapi untunglah Maulana kuat.

"Sayang, kenapa berdiri di luar? Di sini dingin." Maulana menatap sang Istri lembut.

"Aku menunggu Mas, aku takut tidak bisa lagi bertemu dengan Mas." Entah kenapa, sejak dipaksa menikah dengan pria tua dengan 5 istri, Fira seperti trauma sendiri meski ternyata yang menikah dengannya adalah pria tampan dengan sejuta cinta.

Fira takut kalau sampai terjadi sesuatu pada Suaminya, orang tuanya akan memaksa dirinya menikah lagi dan Sinya pun akan menagih utang dengan menggunakan dirinya sebagai jaminan.

Fira memeluk leher sang Suami."Mas, jangan tinggalkan aku. Aku akan jadi Istri yang baik."

Maulana semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis itu, ia pun tadi pergi setelah pamit dan bukan untuk meninggalkan sang Istri.

"Sayang, Mas tidak akan pernah meninggalkan kamu. Sudah, kamu tenang saja. Ini masih belum subuh, ayo kembali masuk ke dalam."

Fira mengangguk.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang