Berdiri di tepi jalan raya menunggu sepinya lalu lalang kendaraan melintasi jalan raya, Fira menarik kain pembungkus lengan sang Suami, takut kalau nanti ketinggalan di tengah jalan raya.
Maulana menoleh pada sang Istri, menatap apa yang dilakukan gadis itu aneh."Kenapa kamu tarik lengan baju, Mas?"
"Nanti Mas ninggalin aku di tengah jalan, aku kan takut." Fira tidak menoleh pada sang Suami, ia hanya memperhatikan laju kendaraan melintas di jalan raya.
Maulana tersenyum tipis, gadis itu selalu memberikan kejutan padanya, kali ini tidak bisa menyebrangi jalan raya sendiri.
Ia melepaskan cekalan jemari mungil itu lalu memberi isyarat agar gadis itu memeluk lengannya, Fira mengangguk dan mengikuti isyarat sang Suami.
Setelah ada sela untuk menyebrang jalan raya, Maulana membawa sang Istri menyebrangi jalan raya kemudian berjalan mendekati Nenek tua penjual sayur.
Fira berjongkok di depan Nenek penjual sayuran itu, memperhatikan setiap kerutan di wajah tua tersebut, ada perasaan tidak tega melihat seorang wanita sudah tua renta namun tetap dipaksa untuk bekerja.
Nenek penjual sayur itu tersenyum bahagia memamerkan gigi yang sudah hilang semua."Nak, kamu ingin beli sayur?"
Fira mengangguk."Iya, aku mau beli semua sayur Nenek ini."
"Ah..." Nenek tua itu seakan tak percaya, senyum di wajahnya semakin melebar, gurat kebahagiaan begitu jelas di wajah tua itu.
"Kamu cantik sekali, Kakak mu juga tampan." Nenek tua itu mengira Maulana adalah Kakak dari Fira, ia tidak tahu bahwa mereka Suami dan Istri.
Fira menoleh dengan kepala mendongak pada sang Suami, pria itu menundukkan pandangan ke arahnya.
Gadis itu tersenyum manis lalu berkata,"Mas Ivan itu Suamiku, Nek. Bukan Kakakku."
Nenek tua penjual sayur itu tertawa renyah, dari sudut pandang matanya, Fira tidak terlihat seperti seorang Isteri, suka manja dan belum paham kewajiban.
Fira memutar kepala ke arah sang Nenek, memandangnya heran. Terlihat tangan penuh kerutan itu mulai memasukan satu persatu sayur ke dalam plastik merah."Suamimu terlihat tampan dan penyabar, kamu pasti bahagia. Andai saja Cucu Nenek masih ada, dia pasti sudah sebesar Suamimu."
Air muka Nenek penjual sayur itu terlihat sedih serta penuh kerinduan meski tangan tua itu masih setia memasukkan sayur ke dalam plastik.
Maulana merendahkan tubuh berjongkok di depan Nenek penjual sayur itu, menatapnya iba. Ia dulu juga pernah memiliki seorang wanita yang dianggap sebagai Nenek karena kebaikan saat membantu dirinya dan sang Ibu dalam kesusahan, namun wanita itu dibawa pergi oleh anaknya dan tidak pernah kembali padanya.
Dirinya hanya orang luar dan tidak memiliki hak apapun untuk mempertahankan keberadaan sang Nenek untuk tetap bersamanya serta tidak memiliki jaminan apapun untuk bisa menghidupi sang Nenek, saat itu usianya masih 6 tahun.
"Nek, memangnya kemana perginya Cucu Nenek itu?"
"Nenek tidak tahu, dia bersama Ibunya seorang diri." Nenek penjual sayur itu berhenti sejenak, mata tua itu memandang jauh ke depan mengingat sosok mungil yang selalu mengikutinya kemanapun dirinya pergi.
Namun setelah anak-anaknya datang dan menjemputnya, Nenek itu tidak lagi bisa bertemu dengan cucu angkatnya itu.
"Kenapa Nenek tidak meminta Anak Nenek membawa cucu Nenek menemui Nenek?" tanya Fira, ia merasa tidak mengerti kenapa Nenek itu sampai sedih karena sebuah kerinduan.
"Nenek dibawa pulang oleh anak-anak Nenek, namun ..." Nenek penjual sayur itu mengeluarkan sebuah manik-manik yang telah dirangkai menjadi sebuah nama.
"Nenek tidak bisa membaca." Nenek penjual sayur itu menyodorkan manik -manik itu pada Maulana.
"Maukah kau membacakan untuk Nenek?"
Maulana tersenyum tipis lalu meraih manik -manik tersebut, ia mengamati huruf -huruf yang membentuk sebuah nama.
MIZURUKY IVAN
Itulah nama yang terangkai dalam manik -manik itu, kelopak mata Maulana terangkat memandang sosok Nenek penjual sayur itu.
"Nenek, ini buatanku dulu?"
Nenek penjual sayur itu menggeleng."Tidak, itu buatan cucu Nenek. Nenek sangat ingin bertemu dengannya, Nenek sudah tua dan tidak bisa kesana lagi."
"Kenapa Nenek tidak minta anak Nenek mengantarnya?" Fira menatap Nenek penjual sayur itu heran.
Nenek penjual sayur itu menggulirkan pandangan pada Fira, ia tersenyum miris. Mana mungkin dirinya bisa melakukan itu sedangkan anak-anaknya seakan tidak perduli lagi terhadap dirinya, ia hanya seperti mesin pencetak uang harus terus kerja meski tubuh sudah tua.
"Nek."
Nenek penjual sayur itu mengalihkan perhatian pada Maulana, menatapnya dengan mata berkaca-kaca seakan mampu mengenali sosok pria di depannya.
"Kamu cucu nenek?"
Maulana tersenyum."Iya, Nek. Waktu itu aku mencari Nenek, namun aku tidak berhasil mendapatkan alamat Nenek. Sekarang kita sudah bertemu kembali, bagaimana kalau nenek ikut dengan ku?"
"Enak saja! Siapa kau, hah?!"
Seorang pria berusia 40 tahun dengan tato memenuhi seluruh tubuh serta perut buncit dengan tangan kekar berdiri di belakang Maulana sambil berkacak pinggang.
Maulana memutar kepala menaikkan pandangan mata secara perlahan, kemudian bangkit dari posisi jongkok.
Fira dan Nenek penjual sayur itu ikut bangkit dari posisinya, memperhatikan Maulana dan pria bertato itu khawatir.
Pria bertato itu memundurkan kepala melihat tinggi tubuh dirinya dan pria di depannya beda kalah jauh, dilihat dari bentuk tubuhnya dirinya hanya manang perut buncit saja namun tidak pernah olahraga selain berkelahi dan menindas rakyat kecil.
"Bisakah Anda lebih tenang kalau bertanya? Tidak perlu bentak-bentak seperti itu. Saya khawatir Istri saya ketakutan." Maulana menatap pria bertato itu dengan seringai tipis.
Pria bertato itu menurunkan tangan dari pinggang, perlahan mundur ke belakang sedangkan Maulana melangkah maju.
"Eh, kau ini siapa? Kenapa menganggu keluarga ku?" Pria bertato itu sengaja mengeraskan suaranya agar bisa terdengar oleh orang-orang yang melintas di jalan raya.
"Hahahaha ..." Maulana semakin mendekat pada pria bertato itu.
"Lebih keras lagi!"
Fira kesal sekali dengan sikap sang Suami, bukannya mengalah saja malah semakin menggoda pria bertato itu.
Pria bertato itu semakin mundur ketakutan, ia merasakan aura pembunuhan dari pria bermata safir itu.
Fira berjalan mendekati sang Suami lalu memegangi tangan Suaminya."Mas! Katanya mau beli sayur? Kenapa menggoda Bapak-bapak itu?"
Maulana menghentikan langkah kakinya lalu mengalihkan perhatian pada sang Istri, ia tersenyum lembut."Iya, Sayang. Ya sudah, ayo."
Maulana meraih bahu gadis itu lalu membawanya kembali pada sang Nenek penjual sayur, ia menoleh ke belakang menatap tajam pria bertato tersebut.
Pria bertato itu terdiam dalam keterkejutan, meski sering menindas orang namun baru kali ini dirinya merasa lemah dan ketakutan hanya karena ditatap oleh seorang Ivan Maulana Rizky."Ada apa dengan pria itu? Kenapa dia begitu mengerikan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
RomanceDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...