Episode 33

13 1 0
                                    

Berbagai macam jenis hidangan di atas meja mulai dari ikan dan sayuran serta nasi, pandangan Fira tertuju pada salah satu ikan bakar di atas meja.

"Itu sepertinya jenis ikan tuna." Fira mengalihkan perhatian pada menu hidangan lain yaitu daging sapi yang sudah dibuat stek.

"Orang kaya memang selalu pemborosan, untuk urusan perut saja pagi-pagi sudah habis ratusan ribu." Gadis itu bergumam sendiri, tangannya meraih sendok lalu mengambil sayur kecambah kecil, ia tidak suka daging tapi bukan artinya tidak makan.

"Biasalah orang miskin, mana mampu membeli makanan seperti ini." Nadia memotong stek daging sapi sambil menjawab gumaman Fira, kebetulan ia duduk di samping kiri gadis itu.

"Siapa bilang? Bisa kok, harga ikan tuna berapa? Tinggal beli satu ons saja," balas Fira tidak mau kalah.

Catherine, Maya, Sintia dan yang hadir di meja makan menatap kedua wanita itu jengah. Tiada hari tanpa keributan, seperti dua orang Istri yang merebutkan cinta seorang Suami.

"1 ons kau bilang?" Nadia mendelik tajam, tuna bakar di atas piring di meja itu cukup besar, itu jenis ikan tuna bluefin, yaitu jenis tuna terkenal dengan harga tidak murah.

Fira mengangguk dengan polos."Iya, buat apa ikan sebesar itu. Lagipula kan kita tidak ada yang kerja, kalau untuk ikan saja, bisa ganti ikan teri atau lemuru. Sekilo 12 ribu."

Maulana tersenyum tipis mendengar penuturan sang Istri, bisa-bisanya memiliki pemikiran ingin mengganti ikan tuna dengan ikan lemuru hanya karena harganya murah.

"Itu juga daging sapi, sayang sekali kalau membuat sebanyak itu. Coba sekilo harganya berapa? Lebih dari 100 ribu, dan itu ada ayam utuh. Nanti juga biasanya tidak dimakan semua." Fira kembali bicara.

"Heh! Kenapa kamu cerewet sekali?! Bukan kamu juga yang kerja cari uang, lagian menikmati hidup itu penting!" Nadia sungguh kehabisan kesabaran dengan semua ucapan Fira,  sarapan pagi jadi tidak selera setelah gadis itu menjelaskan semua.

"Sayang, nanti kamu ingin bekal apa?" tanya Maulana setelah menyelesaikan suapan terakhir.

Fira menoleh pada sang Suami, pria itu kembali terlihat sedikit pucat padahal tadi malam baik-baik saja."Mas, kok wajah Mas pucat?"

Maulana reflek menyentuh wajahnya, ia tidak merasa sakit atau tidak nyaman, hanya merasa lelah saja."Tidak, Sayang. Mas merasa baik-baik saja."

Fira mengangguk."Aku mau bekal telur gulung saja, aku tidak ingin terlalu makan yang mahal, aku ingin Mas tidak terlalu sibuk kerja." Itu hanya alasan yang dibuat Fira, ia bukan tidak ingin Suaminya tidak terlalu sibuk melainkan memang tidak terlalu suka makan daging.

Catherine menoleh pada Maulana, putranya itu memang sangat kerja keras dari kecil, hingga bisa mendirikan perusahaan besar, rasanya sangat bersalah karena selalu makan makanan mewah tanpa memikirkan rasa lelah sang buah hati.

"Kalau begitu bagaimana kalau besok menunya ganti tahu tempe saja."

"Kok gitu?!" Farhan syok, terbiasa hidup mewah dengan makanan serba lezat harus banting setir ke tahu tempe.

Farhan mengalihkan perhatian pada Maulana, menatap saudaranya itu dengan ekspresi sedih."Kak Ivan, masa Kakak tega memberi makan Adikmu ini dengan hidangan semacam itu?"

"Kakak tidak mengatakan apapun, kenapa kamu tanya pada Kakak?" Maulana ingin tertawa dengan suasana pagi ini, keluarga terlihat panik dan cemas kalau menu makanan diganti dengan sederhana.

Ia hanya berdoa semoga dirinya selalu sehat dan mampu menghidupi keluarganya dengan kehidupan yang bahagia.

Farhan cemberut, ia menoleh pada Maya dan bertanya,"Bu, apa besok kita akan makan tahu sama tempe?"

Maya mengangguk dengan ekspresi sedih, dalam hati ingin menertawakan ekspresi sang buah hati.

"Sudahlah, Farhan. Jangan terlalu berfikir tentang makanan, doakan saja semoga Kakak sehat dan rizkinya lancar. Jadi kalian bisa terus hidup seperti ini." Maulana tersenyum tipis melihat sikap manja Farhan, meski hanya Adik tiri tapi ia selalu memperlakukan semua anak dari Steven dengan baik.

"Mas, apakah hari ini akan ada murid baru?" tanya Fira mengalihkan pembicaraan.

Maulana mengangguk, ia menyerahkan kotak bekal pada sang Istri."Ini kotak bekalmu, ada dua. Nanti kita bisa makan bersama."

Fira mengangguk, ia meraih kotak bekal tersebut lalu memasukkan ke dalam tas.

"Kak, aku selalu doakan Kakak pokoknya. Kakak fokus kerja saja, biar aku yang jaga Mbak Fira di sekolah." Farhan menyudahi makanannya, meraih buah apel lalu memasukkan ke dalam tas.

"Aku rasa itu lebih baik, setidaknya dari pada Mbak mu digoda Antonio terus," balas Maulana.

"Mbak yang mana? Van, kamu jangan asal bicara! Fira dan Farhan itu lebih tua Farhan, harusnya Fira  memanggil Farhan itu Kakak." Nadia tidak terima Fira dipanggil Mbak.

"Biarkan, Tante. Lagipula Mbak Fira itu Istrinya Kak Ivan, jadi wajarlah. Sudahlah, Tante ini selalu ribut dengan siapapun yang dekat dengan Kak Ivan. Ingat! Suami Tante adalah Ayah bukan Kak Ivan," kata Farhan menjawab ucapan Nadia.

Maulana bangkit dari tempat duduknya."Mas hari ini harus ke kantor cabang dulu, nanti mungkin pukul 10 sudah kembali ke sekolah. Kamu berangkat sama Farhan, ya?"

Fira mengangkat pandangan menatap penampilan sang Suami, kenapa sejak tadi dirinya tidak menyadari kalau pria itu tidak memakai baju batik? Tapi memakai setelan jas dan dasi.

Farhan segera berjalan menghampiri Fira."Ayo Mbak, aku akan jagain Mbak. Aku kelas B, nanti Mbak datang saja ke sana. Pokoknya kalau Kak Ivan belum datang, aku akan jadi pengawal Mbak."

Fira bangkit dari tempat duduknya, sebenarnya ia lebih suka kalau berangkat bersama sang Suami, namun pria itu harus ke tempat lain dan jalur berlawanan.

"Baiklah."

Fira mendekatkan wajah pada sang Suami, berjinjit karena tinggi mereka berbeda lalu mengecup bibir sang Suami.

"Mas hati-hati."

Maulana mengangguk."Iya, Sayang."

Nadia menggenggam gagang sendok marah, kesal dan cemburu melihat Maulana diam saja saat Fira menciumnya, baginya pria itu hanya boleh dicium oleh dirinya meski tidak pernah diizinkan.

Maulana memperhatikan punggung mungil sang Istri yang semakin menjauh, kemudian meraih ponsel yang ada di atas meja. Memeriksa sejenak ponsel tersebut kemudian memasukkan ke dalam kanton jas di bagian dalam.

"Van, kenapa si kamu diam saja saat Fira mencium mu?!" Nadia menaikkan pandangan, menatap Maulana kesal.

"Kenapa memangnya? Fira Istri ku, dimana salahnya kalau seorang Istri mencium Suaminya? Yang penting bukan mencium Suami tetangga," balas Maulana tanpa menoleh pada Nadhia.

Ia berjalan menghampiri Catherine lalu mengambil tangan wanita paruh baya tersebut lalu mencium punggung tangannya."Ibu, aku berangkat kerja dulu."

Catherine mengangguk."Kamu harus selalu bersikap baik pada Isteri mu, Ibu lihat Istri mu sangat tergantung padamu."

Maulana mengangguk.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang