weak heroine - 13

106 34 2
                                    

⚠️Warning⚠️
Kata-kata kasar dan tidak beradab
bertebaran, dimohon untuk tidak
meniru. Sekian-

000

Diluar sedang hujan deras. Seoyeon yang sedang fokus memperhatikan penjelasan Park Seam di depan kelas, tiba-tiba menghela napas berat. Pikirannya jadi teralihkan saat dia ingat bahwa dia tidak membawa payung hari ini.

Ketika kelas selesai. Para murid segera keluar setelah guru menyelesaikan pertemuan. Seoyeon memandang ke arah jendela lagi dan menemukan hujan bukannya mulai redah tapi semakin bertambah deras.

"Sial," umpat Seoyeon. Dia kemudian membereskan barang-barangnya, berpikir untuk menunggu di loby saja. Kelas nyaris kosong, karena hanya tinggal Seoyeon dan Sieun di dalam.

Sieun masih betah duduk dibangkunya, sibuk mengerjakan latihan soal yang materinya baru saja diterangkan guru les mereka hari ini.

"Dia rajin sekali," komentar Seoyeon, bergumam pelan dengan takjub. Dia kemudian mendekati Sieun dan menegur cowok tersebut.

"Yoon Sieun."

Sieun mengangkat pandangan dari buku di mejanya dan menoleh pada Seoyeon dengan ekspresi datar.

"Apa kau bawa payung?" tanya Seoyeon. Dia pikir, dia bisa minta tolong pada Sieun untuk mengantarnya sampai halte depan.

"Ya," jawab Siuen, terlalu singkat.

Seoyeon dengan skeptis dan sungkan, mengutarakan permintaannya, "aku ingin minta bantuan, bisakah kau mengantarku ke halte depan?"

"Ya," tanggapan singkat Sieun yang terkesan dingin membuat Seoyeon tanpa sadar menelan ludah.

Sieun segera membereskan barang-barangnya dan memasukannya ke dalam tas. Seoyeon yang peka bahwa Sieun masih belum menyelesaikan latihan soalnya merasa sangat tidak enak.

"Tidak perlu sekarang, aku masih bisa menunggu jika kau ingin menyelesaikan latihan soalmu," kata Seoyeon.

"Aku akan lanjut mengerjakannya dirumah. Ayo," ajak Sieun. Dalam sekejap sudah menggendong tasnya setelah dia mengeluarkan payung dari dalam tas tersebut.

Keduanya pun segera keluar dari kelas dan menuju pintu keluar gedung.

Suara hujan terdengar lebih keras. Ekspresi Seoyeon mengeruh saat dia memandang langit yang kelam dan berpikir bahwa hujan yang jatuh dari awan mendung seolah-olah batu es yang akan menghajarnya jika dia nekat menerobos tanpa pelindung.

Perhatian Seoyeon teralihkan saat Sieun membuka payung berwarna kuning miliknya. Cowok itu lantas menoleh ke arah Seoyeon dan memberikan kode agar Seoyeon mendekat.

Menatap sekali lagi ke arah langit, Seoyeon menghembuskan napas berat sebelum dia bergeser lebih dekat pada Sieun dan mengikuti langkah cowok itu keluar sepenuhnya dari Hero Academy.

Payung milik Sieun adalah payung yang diperuntukkan hanya untuk satu orang, jadi saat ada dua orang yang bernaung di bawahnya, akan terasa sempit. Seoyeon bisa merasakan bahunya dan Sieun menempel saat mereka berjalan berdampingan menuju halte terdekat.

Jantung Seoyeon tiba-tiba berdebar lebih dari biasanya, padahal dia tidak sedang berlari atau melakukan aktivitas olahraga yang dapat memicu adrenalin. Seoyeon tidak bodoh, dia tahu alasannya. Ini pertama kalinya Seoyeon berada sedekat ini dengan laki-laki selain Ayah dan Saudaranya.

Karena terlalu tenggelam memikirkan debaran jantungnya, Seoyeon agak terkejut begitu mereka sudah tiba di halte. Dia benar-benar tidak sadar. Seoyeon diam-diam menoleh pada Sieun, dalam benaknya dia berpikir, "dia tidak bakal mengira aku aneh kan? Aku pasti kelihatan seperti tikus yang terhipnotis."

"Terima kasih," ucap Seoyeon, setelah lepas dari unek pikirannya.

Sieun hanya mengangguk singkat sebagai tanggapan. Seoyeon mengulum bibir dan dengan canggung mengalihkan pandangan.

Halte bus cukup penuh oleh anak-anak yang pulang bimbel, jadi tidak ada bangku yang tersisa, membuat Seoyeon dan Sieun harus menunggu sampai bus mereka tiba dengan tetap berdiri.

Beberapa saat kemudian, satu bus akhirnya tiba, tapi bukan bus yang biasa Seoyeon tumpangi. Itu bus Sieun.

"Sampai jumpa besok, Yoon Sieun. Terima kasih sekali lagi untuk yang tadi," kata Seoyeon.

Bukannya menanggapi dengan kata-kata, Sieun justru memberikan payungnya pada Seoyeon membuat gadis itu bingung. "Pakailah saat turun dari bus." Kata Sieun.

"Tapi, bagaimana dengan..." Seoyeon tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Sieun sudah berbalik dan berlari masuk ke dalam bus.

Menatap dengan pandangan sendu, Seoyeon hanya bisa bergumam, "bagaimana jika masih hujan saat dia turun dari bus? Dia juga akan butuh payung." Dia jadi khawatir.

Tiba-tiba, ada mobil suv putih yang berhenti tepat di depan halte, dan kemudian bus lain berhenti dibelakangnya. Seoyeon langsung menoleh ke arah bus untuk memastikan, langsung kecewa bahwa itu bukan busnya.

Suara klakson dari bus di belakang memecah suara hujan. Meminta agar mobil yang berada di depan perhentian bus untuk bergerak maju. Sementara itu, orang-orang yang harus naik bus mulai mengeluh. Situasi menjadi sedikit kacau.

Seoyeon tidak ambil pusing. Dia hanya diam saja, merasa mulai bosan menunggu bus nya yang tidak kunjung datang. Sampai tiba-tiba, ponselnya berdering, satu panggilan masuk dari Seongje.

Dengan malas, Seoyeon menggeser dial dan menempelkan ponsel ke samping telinganya. "Apa?"

"Cepat masuk ke mobil," kata Seongje dari seberang telfon.

Mengerutkan alisnya tidak paham, Seoyeon membalas dengan nyolot, "apa maksudmu?"

"Masuk ke mobil."

Segera, Seoyeon tersadar oleh suara klakson bus dan pandangannya tertuju kearah  mobil suv putih yang masih parkir di depan halte. Kacanya hitam jadi pengemudinya tidak bisa terlihat.

Bus membunyikan klakson lagi, lebih keras, tampaknya supirnya nyaris kehilangan kesabaran. Seoyeon jadi kaget dan malu. Dia buru-buru mematikan telfonnya dan segera masuk ke dalam mobil, menemukan Seongje duduk disampingnya dibangku penumpang, lalu ada seorang pria dewasa dengan seragam supir mulai mengendarai mobil meninggalkan halte.

"Apa-apaan?" marah Seoyeon. "Mobil siapa ini?"

"Temanku," Seongje menjawab acuh. Dia bersedekap dada, bersandar dengan nyaman dan mulai memejamkan mata.

"Memang kau punya teman?" cibir Seoyeon, seraya mendelik sinis pada Seongje yang menurutnya hanya berpura-pura tidur.

Seoyeon kemudian menoleh ke belakang mobil, menyaksikan bus bisa berhenti tepat di depan halte dan orang-orang akhirnya bisa naik dan pulang.  Seoyeon segera menghela napas legah, tapi kelegahannya tidak bertahan lama setelah dia tersadar akan payung kuning yang masih ada dalam genggamannya.

Dengan suara lirih, Seoyeon bergumam, "seharusnya, dia tidak memberikan payungnya padaku."

To Be Continued

ᴡʜᴄ: ᴡᴇᴀᴋ ʜᴇʀᴏɪɴᴇ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang