Nissa bulan lalu sudah KKN di salah satu desa di daerah Kabupaten Bandung. Sedang gue KKN dua bulan lagi.
Gue pusing gimana kalo pisah sama dia nanti.
Ya, dipikirnya nanti saja.
Semingguan ini dia gak mau gue ajak jalan. Ke apartemen guepun dia tolak mentah-mentah. Akhirnya gue ke kosannya mulu.
Ya pagi, siang, sore, malam.
Sayangnya gue gak boleh nginap sama dia.
"Besok ikut latihan sama aku?" tanya gue yang lagi temenin Nissa ngerjain paper-nya di kosan.
Dia ngelirik ke gue.
"Di kampus? Males!" trus dia balik lagi ke laptopnya.
"Gak. Di lapangan basket apartement. Team inti aja," beritahu gue.
"Percuma aku pasti gak di kasi latihan."
"Besok kita one on one. Taruhan. Siapa yang menang boleh minta apa aja?" tantang gue.
Gue beberapa kali latihan basket trus dia ikut latihan. Ternyata dia bisa basket. Katanya sahabatnya si Dudi-dudi brengsek itu yang ngajarin.
"Dasar oportunis! Tentu saja kamu yang menang!" cibirnya.
"Ya aku hanya boleh pake satu tangan. Kamu milih. Tangan kanan atau kiri?" tawar gue.
Senyum Nissa mengembang, bikin lesung pipi dan gigi gingsulnya kelihatan buat dia makin cantik.
"Jangan senyum gitu, nanti aku cipok!" kata gue sambil senyum mesum.
"Ck! Dasar otak kamu tuh!" Nissa menoyor kepala gue.
"Oke, kamu pake tangan kiri!" ucapnya senang.
Gue menyeringai.
Dia gak tahu kalo gue sebenarnya kidal, tapi dari kecil Papa melatih untuk lebih sering menggunakan tangan kanan gue yang akhirnya kedua tangan gue sama gesitnya.
"Tangan kiri aku lebih gesit, Icha. Kamu nyesel kalo kalah nantinya," goda gue.
"Jangan banyak alasan ya? Pokoknya kamu pake tangan kiri!"
"Deal!" kata gue senang.
Nissa kembali menunduk ngerjain tugasnya.
Dia seperti itu sejak jam delapan ketika gue datang dan hanya istirahat untuk makan ayam goreng yang gue bawa.
"Tapi buat sekarang aku minta cium dulu sebagai panjar?" goda gue.
"Mau kena sepak kamu Niel?" jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop sialan itu.
"Belum tentu menang aja sudah belagu minta panjar!" dia mengomel.
"Kamu mau apa kalo menang?" tanya gue.
"Hm, apa ya?" Nissa duduk tegak sambil berpikir. Menjalin kedua tangannya di atas kepala.
"Mobil? kartu ATM kamu?" dia nengok ke gue dan natap gue dengan serius.
"Terlalu mainstream?" tanyanya.
Gue tergelak ngedengernya.
"Kalo itu mau kamu, boleh.."
Bibirnya mengerucut.
"Sinting!" umpatnya.
Gue tertawa lepas.
"Jadi mau kamu apa?" kejar gue.
"Besok aja aku pikirin."
"Ya, biar aku siapin memang malam ini? Special date with prince charming?" goda gue sambil menaik turunkan alis gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...