Satu persatu para tamu pulang, menyisakan sesi foto bagi pengantin dan keluarga serta teman-teman dekatnya.Mas Abe dan Mbak Cheryl terlihat sangat bahagia meski sudah berjam-jam lamanya mereka duduk atas sana. Tersenyum menyapa para tamu, kadang tertawa bersama kawan atau keluarga yang menyelamati atau menggoda keduanya.
Gue pasti sebahagia mereka jika Nissa mau berdiri di pelaminan bareng gue.
Doain gue.
Please..
Sambil menunggu giliran foto bareng pengantin yang di awali dengan sahabat dari kedua belah pihak, disusul keluarga pihak pengantin pria lalu keluarga pihak pengantin wanita, gue duduk di jejeran keluarga pihak wanita. Berbaur akrab sama keluarga Nissa yang sangat welcome ke gue. Mengobrol ringan sama Om Sandy, yang sedari tadi menjadi sekutu gue. Kami mengomentari hampir semua tamu yang terlihat aneh di mata kami dan tertawa terbahak-bahak karenanya.
Gue ngelirik Nissa dengan kebaya putihnya. Sedari tadi gue nyuri-nyuri nengok ke dia, meski Om Sandy terus mengajak gue ngobrol. Gue gak bisa lepasin pandangan gue dari wanita yang semakin hari semakin cantik itu. Malam ini dia terlihat anggun dengan kebaya putih yang membungkus tubuh indahnya.
Gosh! Gue ileran sedari tadi.
Make upnya tidak sekinclong saat awal pesta, karena sudah bercampur keringat. Bikin gue pengen banget narik dia ke atas ranjang.
Semakin berkeringat, dia semakin cantik.
Nissa mengerling jenaka ke gue ketika mata kami bertemu. Tawa gue langsung terlepas begitu saja.
"Kamu ngetawain siapa?" tanya Om Sandy, mengedarkan pandangannya di depan kami, berpikir gue menikmati kekonyolan salah satu tamu seorang diri.
"Keponakan Om cantik banget tuh," ujar gue tanpa mengalihkan pandangan gue dari Nissa.
"Ah.. Kamu belum dapat aja kejamnya tu anak." Om Sandy memperingati.
"Udah kebal Daniel di bully sama dia," jawab gue enteng.
"Yeah, good luck!" Om Sandy menggeleng pelan.
"I am lucky."
Setelah para sahabat pengantin giliran keluarga Mas Abe yang berhamburan naik ke atas tempat pelaminan.
Gue kembali ngelirik Anissa yang duduk bersama Tante Sofia dan Om Seno. Dia bersandar di bahu Om Seno dan memeluk pinggangnya.
Dasar manja.
Tante Lidya, istri kedua Om Seno juga hadir. Tante Sofia terlihat biasa saja. Tapi kita gak pernah tahu hati perempuan. Mereka bisa terlihat tenang meski dalam hati mereka menjerit.
Gue sadar akan hal itu sejak bersama Anissa. Dia kadang terlihat tenang namun ternyata memendam amarah, atau sebaliknya.
Seorang pria berjas hitam hitam menghampiri Om Seno, menjabat tangannya dengan sopan lalu mencium tangan Tante Sofia. Gue gak bisa menangkap wajahnya karena membelakangi gue.
"Niel, arah jam Sebelas," ujar Om Sandy.
Terlihat seorang wanita cantik dan sexy bergaun merah menyala, yang sedang mengoleskan lipstik merahnya di bibir. Melirik ke arah Om Sandy dan mengerling genit.
"Ough!" desis Om Sandy.
"Lampu ijo, Om," ujar gue.
"Kamu gak mau?" tawarnya.
"Hahaha! Lucu Om," jawab gue tanpa tersenyum.
"Kenapa? Kamu takut ketahuan Anissa?" tantangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...