42. Anissa ~ Tamu tak di undang

7K 384 3
                                    

"Sayang? Kamu beneran gak mau makan apa-apa? Gak lapar?" tanya Mama dari dapur.

Mbak Cheryl sedang mengatur makan malam di meja. Sejak aku keluar dari rumah sakit, Mbak Cheryl pulang ke apartementnya hanya sekali sebelum Mas Abe ke Bali. Setelahnya, dia selalu di rumah, Mas Abe selalu makan malam disini, kadang ikut nginap dan tidur di sofa.

"Gak Mah. Nissa gak laper."

"Kamu belum ada makan apapun, Cha." tegur Mama

"Gak pengen, Mah."

"Tapi vitamin kamu tetep diminum kan?" tanya Mama.

"Iya." jawabku masih memandang layar datar yang menyiarkan berita.

Bagaimana mungkin aku tidak meminum vitaminku? Mbak Cheryl menjagai setiap jadwal minum vitaminku, dia menunggu hingga aku benar-benar menelannya. Lalu tersenyum penuh kemenangan.

Mbak Cheryl memang tidak berprikehamilan. Dia sama sekali tidak peduli melihat wajahku yang memelas karena disodori beberapa pil dan tablet sebanyak tiga kali sehari.

"Mah, Ayah mau datang gak?" tanyaku.

Ayah kemarin tidak datang seharian. Dia hanya menelponku sebentar. Aku ingin memeluk Ayah. Selain karena perasaanku tidak enak, aku juga merasa aman jika Ayah ada di dekatku.

"Tadi Ayah bilang dijalan. Mau makan malam disini." Mbak Cheryl yang menjawab.

"Oh." jawabku pelan. Aku bergerak gelisah. Mengatur posisi baringku di sofa. Perasaanku sangat tidak nyaman. Aku merasa takut, entah kenapa.

Terdengar suara Mas Abe memberi salam. Mbak Cheryl sedikit berlari menyambutnya. Beberapa saat kemudian Mbak Cheryl kembali ke ruang tengah disusul Mas Abe yang langsung duduk di single sofa.

"Ponakanku apa kabar?" tanya Mas Abe sambil mengusap keningku pelan.

"Ada makan gak?" tanyanya lagi karena aku hanya diam tak merespon pertanyaannya.

Aku menggeleng pelan.

"Mau makan apa? Nanti Om beliin?" bujuknya sambil menatapku.

Aku kembali menggeleng.

"Kamu gak papa?" Mas Abe sudah berdiri menjulang dengan kening berkerut di samping sofa tempat aku berbaring.

"Sayang, liat nih, Icha pucet banget. Sampe keringetan gini?" ujarnya menatap Mbak Cheryl yang sedang berada di dapur.

Mbak Cheryl berjalan cepat dan berlutut di samping sofa.

"Kenapa, Dek?"

"Icha mau Ayah." jawabku sudah akan menangis.

Perasaanku sangat tidak nyaman. Sudah dari kemarin aku terus gelisah. Aku bahkan tidak tidur semalaman. Pikiranku melayang memikirkan kejadian-kejadian buruk.

"Mbak, telpon Ayah. Icha mau Ayah." pintaku, seketika tangisanku pecah.

"Iya, Mbak telpon sekarang. Ayah udah di jalan kok." Mbak Cheryl mencoba menenangkanku. Dia mengusap keningku yang berkeringat.

Mbak Cheryl mengambil ponselnya di meja dan berdiri dari tempatnya berjongkok agar Mama bisa mendekat padaku. Mas Abe sudah kembali duduk sedang Mama duduk di pinggangku di sofa.

"Kenapa? Apa yang sakit?" tanya Mama. Aku menggeleng. Mama mengusap keringat di keningku yang semakin banyak.

"Mau apa?" tanya Mama lagi.

"Ayah." jawabku pelan.

"Hallo, Yah?" Suara Mbak Cheryl sedang menelpon Ayah.
"..."

"Ayah, posisinya dimana?"
"..."

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang