Usia kandungan Nissa memasuki bulan ke Sembilan dan menurut perkiraan Dr. Pudji, my girls akan lahir ke dunia dalam minggu ini. Gue senang banget, tentu saja, namun setiap kali melihat ketakutan di wajah Anissa bikin gue ingin memikul semua rasa sakit yang di deritanya saat ini dan saat melahirkan nanti.
Tapi itu mustahil.
Gue hanya bisa berusaha tersenyum menenangkan setiap kali melihatnya mengeram tertahan karena si kembar sedang pengen perhatian lebih dengan menendang perut Nissa.
Nissa memutuskan untuk melahirkan di rumah kami dengan bantuan Ibu Made dan satu asistennya yang akan datang lusa. Ibu Made sempat dua kali mengunjungi rumah kami, melihat persiapan kami untuk menyambut buah hati kami tercinta, dan mengatakan persiapan kami sudah maksimal. Sisa menunggu hari H.
Mama sejak kemarin menginap di rumah karena Nissa menginginkan Mama untuk terus ada di dekatnya. Setiap Mama di samping Nissa, Nissa selalu menangis dan meminta maaf sama Mama. Mengucapkan terima kasih kepada Mama karena sudah melahirkannya dan merawatnya hingga besar. Sekarang Nissa mengerti bagaimana besarnya jasa seorang Ibu. Mama memeluk Nissa, memberi semangat dan memanjatkan doa-doa agar Nissa bisa melahirkan dengan lancar.
Nissa sedari tadi berkeliling rumah, dari dapur ke ruang tamu, keluar ke kolam renang, masuk lagi ke kamar utama, mencoba terus bergerak karena merasa kontraksi ringan. Gue sudah menelpon Ibu Made untuk memajukan kedatangannya, menceritakan keadaan Nissa dan dia meminta maaf karena sudah mempunyai jadwal membantu seorang Ibu untuk melahirkan di Bali hingga besok pagi. Dia berjanji akan berangkat lusa pagi dengan pesawat pertama ke Malang. Bu Made hanya memberi intruksi apa yang harus gue lakukan sambil menunggu Nissa melahirkan. Terus ngingetin ke gue untuk lebih bersabar dan tidak cepat panik menghadapi Nissa.
"Niel?" panggil Nissa yang berjalan di depan gue karena sedari tadi gue ngikutin gerakannya kemanapun.
"Mau pipis." ujarnya.
Gue sebenarnya merasa takut kalo saja yang di rasa bukan ingin buang air kecil. Bagaimana jika dia ngelahirin?
God!
"Yuk." ajak gue berusaha selalu terlihat tenang meski gue sebenarnya takut banget.
Gue masuk ke kamar mandi menyusulnya, menatap wajahnya yang mencoba tersenyum ketika duduk di wastafel. Meski gue tahu dia kelelahan. Nissa sering meminta ke gue untuk memijit kaki, betis, punggung hingga lehernya,
Gue rasa gue sudah bisa buka praktek pijet pro.
"I love you." bisik gue sambil nyium puncak kepalanya. Rambutnya yang memanjang sudah dikepang satu sama Mama tadi sore. Membuatnya terlihat sangat cantik. Apa gue sudah pernah bilang Nissa semakin cantik sejak hamil?
Ya Tuhan.
Istri gue.
Nissa mendongak dan mengangkat kedua tangannya ketika dia selesai dengan urusannya. Gayanya seperti anak kecil yang minta di gendong bikin gue tertawa pelan.
"Bayi gede." ejek gue.
"Dikit lagi bayi kecil dateng." sambung gue sambil memeluk pinggannya. Menariknya hingga berdiri.
"I love you." bisik gue lagi. Gue gak tahu, sejak kami baikan, gue gak pernah bisa mencegah mulut gue untuk ngucapin kata sayang sama Nissa. Dia kadang hanya memandang ke gue, mungkin dia sedikit ragu dengan kalimat yang terus gue ulang-ulang sepanjang hari, tapi itu yang gue rasa ke dia. Gue bisa mengerti jika masih ada keraguan di hatinya, makanya sejak mendapat kesempatan kedua, gue gak nyia-nyiain.
Gue curahin semua waktu, tenaga dan pikiran gue buat Nissa dan calon bayi kami. Memastikan semua kebutuhannya terpenuhi.
Gue sayang banget sama Nissa dan gue bersyukur diberi kesempatan untuk jadi Suami dan Ayah dari anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...