Gue ngerasa Nissa menarik tangannya dengan perlahan.
Sebenarnya gue sudah sadar sejak beberapa saat lalu sebelum dia tersadar dari tidurnya, tapi gue tetep di posisi gue karena gue tahu, Nissa gak akan ijinin gue menyentuhnya jika kami dalam keadaan sadar.
Gue gak tahu kenapa dia tetap membiarkan gue menggenggam tangannya meski telah tersadar beberapa saat lalu. Dia bergerak pelan di tempat tidur merubah posisi badannya beberapa kali tanpa melepas gue.
Kemudian melepas genggaman gue perlahan dan dia beringsut turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi mengendap-endap seakan takut membuat gue terbangun akan suara langkah kakinya.
Gue ngelirik jam di tangan kiri gue, jam tiga lewat lima belas.
Beberapa saat kemudian Nissa keluar dari kamar mandi dan tertegun melihat gue yang sudah duduk.
Gue berdiri,
"Maaf aku ketiduran."
"Kamu pulang istirahat sana." ucapnya ketus.
"Aku sudah cukup tidur." jawabku menghiraukan nada ketusnya.
Nissa mendelik dan berjalan pelan kembali ke tempat tidurnya.
Gue liat dia semakin kurus dan pucat. Pipinya masuk ke dalam dan lingkaran dibawah matanya menghitam. Tidak heran dua hari menjaganya di rumah sakit bikin gue tahu kalo dia gak bisa makan sama sekali, dia juga kesulitan tidur di malam hari. Ketika pagi dia selalu ingin muntah dan menangis karena tidak tahan. Aku sangat kasihan melihatnya seperti itu.
"Pinjem kamar mandi ya? Mau mandi." kata gue sambil menatapnya. Nissa hanya melirik ke gue sebentar yang gue anggap sebagai lampu hijau.
Gue ngambil ransel gue yang berisi pakean dan masuk ke kamar mandinya.
Setelah mandi dan berpakaian, gue keluar, mendapati Tante Sofia sedang duduk di kasur di samping Anissa.
"Kamu belum makan siang, Niel." tegur Tante Sofia.
"Tante tadi mau ngajak tapi kasian liat kamu tidur. Kamu gak pernah tidur sejak Nissa di rumah sakit kan?"
"Daniel gak papa, Tan." jawab gue lalu duduk di sofa biru di samping tempat tidur.
"Tante siapin makan kamu dulu ya."
"Gak usah, Tan. Nant.."
"Mama kamu emang mau ngirim makanan?" goda Tante Sofia, karena selama Nissa di rawat gue selalu menolak ajakan makannya dengan beralasan Mama akan membawakan gue makanan.
"Gak." jawab gue cepat.
"Maksudnya nanti Daniel cari makan di luar aja. Ngerepotin Tante nanti." jelas gue merasa sungkan.
"Nanti kalo kamu gak suka masakan Tante baru nyari makan di luar." ucap Tante Sofia menahan kekehannya, lalu berjalan keluar.
Gue menoleh ke Anissa yang sedang menatap gue.
"Kamu pengen sesuatu?" tanya gue.
"Aku gak pengen liat kamu." ujarnya datar tanpa ekspressi.
Dia gak pengen liat gue tapi sekarang matanya masih menatap ke gue.
Perempuan.
Gue gak pernah ngerti jalan pikiran mereka.
Gue menghela nafas.
Gue tahu ini akan terjadi, gue harus tahan sama kata-kata ketusnya.
"Kamu mau sendirian?" tanya gue.
"Mbak Cheryl sudah pulang." sambung gue. Nissa masih memandang ke gue meski wajahnya datar.
"Lebih baik sendiri daripada sama orang yang sudah bosan sama aku, kan?" sindirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...