20. Anissa ~ Swing

8.9K 560 14
                                    

Aku sama Daniel lagi di jalan menuju kebun anggurnya. Katanya sih belum waktunya panen. Tapi tetep aja aku antusias banget sekarang. Aku belum pernah sekalipun melihat kebun anggur.

Aku ngelirik Daniel yang sedari tadi menyentuh bibirnya yang abis aku gigit. Sebel banget! Dia mengeluh kenapa aku suka sekali memukul, nyubit, nendang dia kalo lagi marah.

Tentu saja itu yang harus aku lakukan. Memangnya dia akan senang kalo aku sama sekali gak peduliin dia?

"Masih sakit?" tanyaku melirik tangannya yang kembali menyentuh bibirnya.

"Udah bisa dicium lagi kok," jawabnya sambil menyeringai genit.

Dasar hentai.

Aku mendengus dan kembali menatap jalan di depan kami. Daniel membelokkan mobilnya masuk ke jalan setapak kecil. Sepuluh menit kemudian, Daniel memarkir mobilnya di satu rumah kayu di ujung jalan setapak.

"Turun yuk," ajaknya.

Matahari masih menyengat meski sekarang sudah lewat pukul empat sore.

Daniel menyatukan jari-jari kami lalu menarikku berjalan menuju barisan pohon anggur yang rapi.

"Wow," gumamku.

"Ini kapan bisa panen?"

"Mungkin dua bulanan lagi. Aku juga gak ngerti. Tapi buahnya sudah jadi. Ayok." Daniel kembali menarikku mendekat.

Kami berjalan disela pohon anggur yang berbuah. Buah anggur yang masih hijau tergantung cantik di ranting. Aku memotret beberapa kali dan kembali mengikuti langkah Daniel.

Kami di kebun anggur hingga hampir pukul Enam dan kembali ke Villa buat mandi.

"Cha?" Suara Daniel dari luar pintu kamar terdengar setelah beberapa kali ketukan di pintu.

"Masuk."

Wajah Daniel muncul di sela pintu.

"Ngapain?"

"Mau nelpon Mama."

Daniel melangkah masuk dan ikut duduk di kasur.

Aku mendial nomer Mama dan di angkat pada deringan ketiga.

"Halo, Ma?" sapaku.

"Halo sayang? Kamu pulangnya bareng Mbak Cheryl?"

"Iya, Ma. Ayah kapan ke Malang?"

"Mama gak tahu tuh. Coba kamu telpon."

"Iya. Abis ini Icha telpon."

Daniel berbaring dipahaku. Aku membelai rambutnya yang masih setengah basah dengan tangan kiriku yang bebas.

"Ma, Daniel mau ke Malang," ucapku sambil menunduk menatap Daniel. Daniel ikut menatapku was-was.

"Iya, Sayang. Mbak Cheryl udah bilang sama Mama tadi sore."

"Gak papa ya Ma?"

"Iya. Kan biar kenal sama Mama juga."

Aku tersenyum atas jawaban Mama.

"Ayah kira-kira marah gak ya?" tanyaku ke Mama.

"Kok marah sih?"

"Icha kan belum beres kuliahnya, Ma."

"Gak kok. Yang penting kuliah kamu lancar. Ayah gak mungkin marah," ucap Mama menenangkan.

"Iya Ma. Paling kalo marah, bukan ke Icha, tapi ke Daniel ya?"

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang