"Sayur?" tanya Daniel.
Aku mengangguk. Daniel memindahkan sayur asem ke piringku."Ibu.." panggilku ke Bu Titik yang sedang mengelap peralatan masaknya untuk di simpan kembali.
"Iya, Non."
"Ibu bisa buat gado-gado?"
"Bisa. Non mau?" tanyanya dengan senyuman lebar.
"Nanti malam, bisa Bu?"
"Bisa Non. Tapi Ibu gak punya kacang tanah. Ibu nanti minta Ridwan nganter Ibu cari kacang ya?"
"Nanti aku yang pergi belanja, Bu. Tolong di catet aja apa yang gak ada."
Daniel menatapku, menilai wajahku.
"Kalo kamu gak mau anter, nanti Pak Haryo aja yang anter." ucapku menjawab tatapan Daniel.
Daniel tertawa.
Tawa pertama yang aku lihat sejak lebih dari tiga bulan lalu.
"Aku anter." jawabnya senang.
Aku melanjutkan makanku dalam diam.
Selesai makan aku beristirahat di sofa hingga pukul dua siang. Daniel masuk ke kamar kerjanya sejak jam satu tadi setelah memastikan aku tertidur.
Aku bangkit dan menuju ruang kerja Daniel. Mengetuknya beberapa kali namun tak ada jawaban. Aku membuka kenop pintu dan masuk. Mendapati pemandangan yang hampir sama dengan ruang kerja Daniel di Bandung.
"Niel?" panggilku.
Daniel berada di balik kursi besar masih sibuk mengetik kode-kode rumit yang tidak ku mengerti. Yang sekarang terpampang di layar datar besar di dinding.
"Daniel?" panggilku ketika melihatnya sedang berkonsentrasi menatap layar datar di depannya.
Daniel menoleh, menekan satu tombol di keyboard dan seluruh monitor berubah hitam.
Daniel melirik jam tangannya.
"Kenapa?"
"Kamu masih sibuk?"
"Gak. Kenapa?"
"Ayo kita ke supermarket."
"Oh, sekarang?"
"Aku mau ganti baju dulu."
"Ayok." Daniel bangkit dan berjalan keluar mengikutiku.
*
"Daniel mau Es teller." pintaku.
"Nanti kamu mabuk." jawabnya menatapku dengan serius.Aku mencubit lengannya membuat tawanya pecah.
Beberapa hari ini Daniel mulai sering tersenyum sekarang malah tertawa. Aku senang. Jujur saja aku kadang rindu dengan sikap Daniel yang dulu.
Kami memasuki salah satu outlet yang menyajikan es teller.
"Kamu mau juga?" tanyaku pada Daniel. Dia mengangguk di belakangku.
"Mas, es teller dua, yang satu, alpokat sama kelapa aja ya. Gak usah yang lainnya."
"Baik, Kak. Ada lagi?"
Aku kembali berbalik ke Daniel.
"Mau yang lain?"
Daniel menggeleng.
"Itu aja Mas."
"Baik. Es teller dua. Satu biasa, satu hanya pake alpukat dan kelapa. Semua lima puluh delapan ribu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...