Aku menatap pantulan diriku dari cermin di kamarku. Perias pengantin yang dibawa Mama dari Jakarta sudah keluar kamar, memberiku dan Mbak Cheryl privasi sebelum mempelai pria datang.
Wajahku bersinar karena make up yang perfect, padahal selama dua hari ini aku hanya tidur selama tiga jam. Membuat mataku dalam, pipiku tirus dan lingkaran hitam di bawah mataku terlihat jelas.
Aku juga tidak bisa memakan apapun, meski perutku terasa lapar. Perutku seakan terus memompa apa saja yang masuk ke dalam, membuatku mual sepanjang hari. Untungnya tadi siang aku meminum obat anti mual dari dokter, dengan sedikit paksaan dari Mbak Cheryl tentunya.
Alasan utama aku tidak dapat tidur selama dua hari ini adalah karena aku tidak bertemu Daniel sekalipun. Entah dia sibuk apa atau karena dia segaja menghindariku.
Aku terbiasa bangun tengah malam dengan dia tertidur duduk di sofa dengan kepala di kasurku, dan menggenggam tanganku membuatku merasa aman dan nyaman.
Seperti saat kemarin, ketika orang seisi rumah sibuk, aku keluar untuk melihat-lihat. Mungkin saja Daniel ada di luar namun aku begitu kecewa ketika hingga sore hari aku tidak melihatnya. Hanya Mama yang datang bersama Bu Titik, Pak Made dan Bu Galih. Mama juga tidak mengatakan sesuatu tentang Daniel.
Aku menghembuskan nafas berkali-kali.
Aku tidak ingin menikah dengan cara seperti ini!
Bagaimana mungkin aku menikahi pria yang dengan terang-terangan mengatakan bosan padaku?
Sekarang bukan hanya kata-katanya kan? Dia bahkan tidak ingin menemuiku selama dua hari terakhir!
"Jangan sedih, Cha." Mbak Cheryl menyentuh pundakku yang terbungkus kebaya putih gading.
"Ayah gak akan ijinin kamu kalo liat kamu seperti ini." Mbak Cheryl mengelap air mataku yang baru saja jatuh dengan tisu.
"Yang sabar ya." Mbak Cheryl memelukku, membuat tangisanku pecah.
Mbak Cheryl satu-satunya di keluargaku yang tahu permasalahan sebenarnya mengapa aku tidak ingin menikah dengan Daniel.
Aku menceritakan segalanya, kecuali perjanjianku dengan Daniel. Tentu saja itu tidak boleh diketahui olehnya. Karena Mbak Cheryl pasti akan mengatakannya pada Ayah dan Mama yang akan berakibat aku dan Daniel akan disidang.
Ayah dan Mama masuk ke kamar membuat aku mengerjap mencoba memasang wajah bahagiaku. Memeluk Mama yang mendekat dengan erat, membuat air mataku kembali terjatuh.
Ayah mengusap punggungku dengan pelan.
"Anak Ayah sudah dewasa."
Aku melepas pelukanku dari Mama dan masuk ke pelukan Ayah.
"My baby." bisik Ayah dengan suara bergetar.
"Mas, make upnya Icha nanti berantakan." tegur Mama melihat kami berdua menangis. Padahal Mama juga nangis, terdengar jelas dari suaranya.
"Kamu tahu, setelah nikah kamu nurut sama suami?" ucap Ayah serasa tidak rela melepasku.
Aku hanya mengangguk pelan.
"Daniel sudah datang." beritahunya. Aku menatap wajah Ayah yang sembab. Mengelap sisa air mata di pipinya dan mengangguk dengan tegas.
Kami keluar ke ruang keluarga yang sudah kosong, hanya ada karpet tebal sebagai alas duduk, Ayah terus ke ruang tamu untuk menemui mempelai pria sedang aku duduk di ruang tengah bersama Mama, Mbak Cheryl dan beberapa keluarga dekat kami.
Aku ingin berteriak sekuatnya, mengatakan aku tak ingin menikah dengan suasana hati seperti ini, dengan keadaan seperti ini, terutama dengan mempelai pria yang menikahiku hanya karena merasa bertanggung jawab. Sungguh ini sangat jauh berbeda dengan impianku saat melihat Mbak Cheryl menikah dengan pria yang dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...