58. Anissa ~ Daddy

9.8K 442 4
                                    




Daniel keluar dari kamar mandi setengah jam kemudian dengan rambut basahnya. Jubah mandi menutupi body atletisnya. Wangi sabun beraroma strawberry milikku menguar dari tubuhnya dan dapat tercium olehku meski dia berjarak beberapa meter dariku.

Daniel menuju ke lemari besar di paling ujung kamar kami dan mulai berpakaian.

"Udah gak mau?" tanya Daniel padaku setelah dia memakai baju koko dan sarung. Berdiri di dekat meja sofa.
Aku menggeleng.

Daniel mengambil sisa eskrim dan meletakkannya di troli dan langsung duduk di sampingku.

"Kamu gak ngantuk? Gak mau tidur lagi?"

Aku kembali menggeleng.

"Aku mau ngaji, sekalian tunggu subuh. Gak pengen sesuatu?"

Aku masih menggeleng setengah menghayal. Mengingat setiap detik sikapku pada Daniel yang menurutnya aku lebih mementingkan sahabatku.

Dody?

Sahabat paling dekat denganku adalah Dody. Aku akui, aku sering membela Dody di depan Daniel. Aku kembali mengurut kejadian yang melibatkan Dody di hubungan kami.
Saat Dody ke Bandung. Daniel marah dan mendiamkan aku, karena Dody mengaku sebagai pacar yang tak di anggap olehku.

Saat nikahan Mbak Cheryl, Dody mencium pipiku di depan Ayah dan Mama membuat Daniel cemburu dan sangat marah. Dan aku balik marah pada Daniel karena dia menghidari ciumanku.

Yang terakhir, saat Dody menjemput Mas Abe di rumah sakit ketika aku pingsan setelah berbincang masalah kehamilanku dengan Mama Fanny. Aku masih ingat sorot mata Daniel yang menatapku saat itu. Yang tentunya aku langsung menoleh, menghindari tatapan tajamnya. Aku ingat bagaimana cara Daniel menatap Dody yang dengan sesuka hatinya mengusap keningku meski tahu Daniel baru saja memasuki kamar rawat inapku.

Alex?
Apa Alex sudah di hitung sebagai sahabat?

Aku hanya menganggap Alex teman biasa. Meski aku merasa jika Daniel bersikap berlebihan jika cemburu pada Alex.

Apa sikapku tadi malam menunjukan jika aku lebih membela Alex daripada Daniel?

Aku menoleh dengan cepat karena merasa sentuhan di pundakku.

"Gak papa aku ngaji sebentar?" tanya Daniel.

Aku mengangguk seperti robot. Membaringkan tubuhku di sofa ketika Daniel bangkit untuk mengambil Al-quran kecil yang diselipkan di dalam tas ranselnya.

Aku meraih remote tv dan mematikannya agar dapat menikmati suara merdu Daniel ketika mengaji. Menutup mataku dan merasa Daniel kembali ke sofa beberapa saat kemudian.

Aku membuka mata ketika kembali merasa sentuhan di lenganku.

"Balik kesini biar mereka bisa denger." pinta Daniel.

Aku berbalik dan berbaring, meletakkan kepalaku di bantalan sofa dekat Daniel duduk dan dia mulai mengaji dengan suara yang merdu. Entah surat apa yang dibacanya membuatku terharu dan meneteskan air mata.

Ku rasakan tangan kiri Daniel mengelus perutku. Membuatku merasa menjadi wanita paling beruntung sejagat raya.

Setelah mengaji selama lebih dari setengah jam, Daniel menunaikan shalat subuh dan aku kembali ke tempat tidur. Menutup mataku agar Daniel tidak melihatku sedang menangis.

Aku ingin meminta maaf padanya. Tapi tidak tahu harus memulai dari mana. Semalam juga aku telah meminta maaf karena membuatnya merasa tidak diinginkan.

Aku menginginkannya, tentu saja. Sangat.

Aku juga tidak bermaksud mementingkan sahabatku daripadanya meski itu memang aku lakukan. Jika Daniel memintaku memilih antara dia ataupun sahabatku yang lain, aku juga akan memilih Daniel. Karena dia satu-satunya pria yang aku cinta, yang aku butuhkan dan inginkan.

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang