22. Anissa ~ London

8.1K 470 2
                                    

Daniel kembali sibuk dengan persiapan bertanding basketnya. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk latihan, tidak jarang kami melewatkan waktu seharian tanpa bertemu.

Aku mengerti, Daniel sempat bolos latihan seminggu karena menyusulku ke Bali. Untuk membunuh waktu, aku lebih sering ngobrol sama Mbak Cheryl yang sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Mas Abe yang akan di laksanakan kurang dari empat bulan lagi.

Aku baru sadar ternyata menikah itu sangat ribet. Banyak yang harus di urus. Pakaian, gedung, catering, undangan dan segala macam urusan lainnya yang sebelumnya aku gak nyangka akan sebanyak itu.

Mbak Cher memang menyerahkan semuanya ke EO. Tapi tetep dia harus ngontrol semua. Mas Abe tidak banyak membantu, menyerahkan segalanya pada Mbak Cheryl, karena menurutnya Mbak Cheryl bisa mewujudkan pernikahan impiannya dan Mas Abe akan menerima apapun yang diinginkan Mbak Cheryl, yang penting pengantin wanitanya senang.

Kadang Mbak Cheryl menelpon dan menangis padaku, mengeluhkan sikap Mas Abe yang terlalu cuek menghadapi persiapan pernikahan mereka. Akhirnya aku harus menelpon Mas Abe, mengatakan padanya agar jangan membuat Mbak Cheryl stres.

Kemarin, aku sama Tari menonton pertandingan Basket Daniel. Team mereka berhasil masuk ke babak berikutnya. Babak Perempat final. Hari ini aku gak bisa nonton karena bertepatan dengan jadwal kuliahku.

Setelah kuliah, aku bergegas ke tempat pertandingan bertemu Daniel. Tim mereka kembali menang dan masuk ke babak final melawan tim dari salah satu perguruan tinggi dari Surabaya.

"Kamu sendiri?" tanya Daniel begitu melihatku.

"Hmm.. Tari sudah kesini?"

"Aku belum liat."

"Sudah makan?"

"Belum."

"Udah boleh pulang gak?"

"Coach masih nahan anak-anak. Tapi aku laper banget."

"Ayo, kita makan dulu."

"Aku ijin ke coach deh."

Daniel menarikku menuju ke arah tempat teamnya berkumpul.

"Coach, belum boleh bubar?"

"Notonegoro! Kamu kalo liat Anissa pasti kabur duluan!" tegur coach Budi bercanda. Aku melempar senyum ke Coach Andre yang dibalasnya dengan anggukan.

"Coach kayak gak pernah muda aja!" balas Daniel menyunggingkan seringaian ke pelatihnya.

"Ya udah. Besok pagi jam setengah Delapan kesini lagi."

"Yes, Coach!"

"Niel, motorku gimana?"

"Kuncinya mana? Aku titip ke Daus. Dia tadi nebeng sama Tony."

Aku merogoh laci tasku dan menyerahkan kunci motorku ke Daniel, yang langsung di berikannya ke Daus.

Setelahnya, kami ke parkiran menuju mobil Daniel.

"Mau makan apa?" tanya Daniel ketika di mobil.

"Kamu gak mau pulang mandi dulu?"

"Kita take away aja klo gitu? Males kalo mau keluar lagi."

"Terserah kamu."

*

Hingga malam, Daniel belum juga nganterin aku pulang. Dia kembali masuk ke ruang kerjanya beberapa jam. Katanya ada masalah yang harus segera diselesaikan.

"Cha, kamu mau makan apa?" tanyanya yang berdiri di samping sofa menatapku.

"Aku mau pulang!" jawabku jengkel karena sedari tadi ditinggal sendirian. Sekarang sudah lewat pukul tujuh dan dia baru keluar.

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang