43. Daniel ~ My Old Man

7.2K 390 3
                                    

Keesokan paginya, kami ke Jakarta dengan pesawat pertama. Dari bandara langsung menjenguk Papa. Pengacara Papa sudah mengatur agar kami bisa bertemu bertiga. Setelah menunggu sejam, akhirnya kami bisa bertemu.

Gue gak tahu apa yang di lakukannya hingga gue sekarang bisa duduk di hadapan Papa, dan Mama di samping gue menangis tersedu.

"Sayang, kamu nangis ada Daniel? Gak malu?" tegur Papa yang melihat Mama masih sesegukan tidak sanggup menatap Papa yang memang terlihat lebih kurusan. Meski badan Papa masih setegap biasanya, Papa terlihat lelah saat ini.

Gue mengusap pelan punggung Mama.

"Mama kangen Papa." ucap Mama lirih.

Gue paling gak bisa liat perempuan nangis. Rasanya jantung gue jatoh ke perut gue.

"Sabar, Ma. Jonathan sedang mengurus semuanya. Papa gak bersalah, bagaimana mungkin Papa akan lama disini? Sudahlah! Mama jangan terlalu pikirin Papa. Papa baik-baik saja." ujar Papa menenangkan.

Jonathan Redford merupakan anak dari Michael Redford, pengacara kawakan yang memang menangani masalah hukum keluarga kami sejak belasan tahun lalu.

Jonathan lebih tenang dan lebih jenius dari Ayahnya yang memang sudah tidak perlu diragukan kehebatannya dalam menangani masalah-masalah hukum kami. Makanya sejak setahun lalu, Michael menyerahkan kepada anaknya untuk menangani keluarga Notonegoro, sedang Michael hanya mengawasi dan memberi saran saja.

Keluarga mereka sudah sangat akrab dengan keluarga kami. Gue sempat tinggal di rumah keluarga Redford yang berada di London sewaktu kecil selama sebulan sebelum masuk ke asrama.

Mama mengusap pipinya dan mengangguk pelan.

Papa mengalihkan pandangannya ke gue.

"Kamu, anak muda, kenapa bisa Anissa hamil? Kamu gak pake pengaman?" tanya Papa yang membuat Mama mengangkat kepalanya.

"Pah! Papa ngajarin anaknya!" tegur Mama.

"Ck! Anak sekarang gak bisa di cegah begituan, Mah. Jadi harus di ajarin menyiasati." kilah Papa.

"Daniel senang kondomnya pas habis." jawab gue sekenanya.

Dan memang itu yang terjadi. Kami terlalu bersemangat hingga tidak memikirkan akibatnya.

Mama memukul lengan gue.

"Jaga ucapan kamu, Daniel!" tegur Mama.

Gue mengelus lengan gue, berpura-pura Mama menyakiti gue, padahal rusuk gue yang sakit karena pergerakan gue yang tiba-tiba akibat pukulan Mama.

"Kamu di apain sama Arseno? Dia yang mukul kamu?" tanya Papa tidak peduli dengan wajah gue yang sedang meringis menahan sakit.

"Nathaniel Notonegoro!" bentak Mama.

"Ck! Ini pembicaraan sesama pria. Mama tenang saja. Jadi dia tidak memukulmu? Trus kenapa itu wajah kamu?" Papa terus bertanya ke gue, menghiraukan kerisauan Mama.

"Kakak ipar Nissa yang ngerjain Daniel." jawab gue.

"Dia nyari Daniel sampe ke Bali." sambung gue sambil mengedikkan bahu.

Papa menyeringai.

"Kalo Papa di luar, kamu tahu kamu bakal gak bisa jalan sebulan karena gangguin anak gadis Papa?" ujar Papa pelan. Dia menatap gue tanpa berkedip. Seringaian di wajahnya menghilang.

Gue tahu Papa sayang sama Nissa sama seperti dia sayang ke gue.

"Kamu beruntung gak akan mati di tangan Papa karena jadi anak kandung Papa, Daniel Alfin." sambungnya dingin.

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang