Entah obat apa yang diberikan Dr. Alfred ke gue hingga bengkak di wajah gue menghilang kurang dari 24 jam. Menyisakkan bekas robekan yang dijahit - ketika di rumah sakit - sudah mengering di pelipis kiri sepanjang dua cm, dan satu cm robekan tepat di batang hidung gue.
Masih terdapat bekas kebiruan di sekitar mata dan tulang pipi gue, sedang bibir gue yang pecah bagian dalam, sedikit terlihat normal.
Dr. Alfred bilang gue beruntung karena tubuh gue yang kuat, karena kalo dilihat dari luka-luka gue, si pemukul alias Mas Abe pintar bela diri dan tahu bagian mana saja kelemahan tubuh seseorang, terutama bagian wajah gue. Yang tidak lebih parah dari badan gue. Rusuk gue dua retak parah. Dan akan terasa sangat sakit jika aku bergerak.
Gue tahu itu. Gue sengaja gak ngelawan. Gue bahkan berharap Mas Abe memukul gue sampe mati.
Gue pantas mati.
Tapi ketika gue tanya apa Nissa hamil, Mas Abe semakin berang ke gue, reaksi Mas Abe sekaligus bikin gue harus bertahan hidup.
Yang sekarang gue sadar kalo Mas Abe pikir gue kabur dan gak ingin tanggung jawab sama Nissa.
Berpikir jika Nissa hamil dan itu anak gue, membuat rasa sakit yang gue alami karena Mas Abe terbayarkan.
Gue bahkan rela ngalamin kejadian itu lagi demi anak gue."Sayang?" panggil Mama yang baru keluar dari kamar mandi.
"Kamu mau ngelap badan dulu?"
Gue ngangguk pelan lalu bangkit menuju kamar mandi hotel.
"Jangan mandi ya?!"
Gue diam saja dan menutup pintu kamar mandi.
Kami baru sampe di Malang jam empat sore tadi. Mama menginginkan kami datang besok, tapi gue maksa hari ini. Gue sudah gak ngerasa sakit, -entahlah, mungkin pengaruh obat khusus yang gue minta ke Dr. Alfred, supaya gue gak terlalu kesakitan -dan gue gak mau bikin Nissa menunggu lebih lama lagi.
Sejak kemarin gue hanya diam meski Mama mengajak bicara. Gue tahu dia khawatir. Tapi gue sungguh gak punya tenaga untuk sekedar ngobrol. Gue memikirkan Nissa sepanjang hari. Gue tahu dia akan menolak gue. Dia mungkin bahkan akan langsung ngusir gue dari rumahnya ketika gue datang.
Gue tahu ini beribu kali lipat lebih sulit dari gue deketin dia dulunya. Karena gue sudah nyakitin dia. Gue sudah bikin dia hancur karena kelakuan gue. Karena ketakutan gue akan perceraian Mama dan Papa membuat gue takut dan meragukan perasaan gue sendiri pada Nissa. Gue jadi gak yakin sama diri gue, gue gak yakin kalo gue bisa membuat Nissa tetep sama gue seumur hidup.
Gue takut gue sama Nissa berakhir seperti Mama dan Papa yang bercerai. Jadi sebelum itu terjadi, gue jauhin Nissa.
Dan liat apa yang terjadi?
Mama dan Papa gak jadi cerai menyisakan gue dengan akibat ketololan gue.
Gue kehilangan orang yang gue cinta dan bayi kami.
"Daniel?" panggil Mama dari luar.
"Ya?"
"Kok lama sayang? Sudah setengah tujuh."
"Iya." gue bergegas keluar.
Mengganti baju serapi mungkin dan sekali lagi menatap wajah gue yang belum normal di cermin.
Keluarga Nissa kemungkinan besar sudah tahu kenapa wajah gue ancur kayak gini, jadi gue gak perlu khawatir soal penampilan.
"Nih." Mama menyerahkan kotak hijau kecil ke gue.
Gue membuka dan menatap Mama setelah melihat isinya.
"Kamu mau ngelamar anak orang tanpa cincin?" tanya Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...