35. Anissa - I need a man

7.5K 400 3
                                    




Aku sama Daniel di Jakarta dari Kamis kemaren. Mama meminta kami untuk makan malam yang memang sudah beberapa bulan tidak kami lakukan karena kesibukan tugas akhir kami.

Kami mengejar target ikut wisuda di akhir tahun ini.

Malam ini aku dan Daniel berangkat dari rumah ke restoran, sedang Mama dari Yayasan dan Papa datang terlambat karena harus meeting terlebih dahulu.

"Papa kurang fit ya?" tegurku melihat Papa yang terlihat capek.

"Papa kurang tidur, Sayang."  jawabnya singkat sambil memakan makan malamnya. Dia terlihat tidak bersemangat, tidak seperti biasanya.

"Jadi kuliah kalian sudah beres?" tanya Papa menatapku.

"Iya, Pa. Nunggu wisuda akhir tahun."

"Daniel, setelah ini, kamu mau kuliah jurusan apa lagi?" tanya Papa.

"Kedokteran," sambar Daniel.

"Daniel, kamu gak mau kuliah yang berhubungan dengan perusahaan Papa? Kamu yang bakal mewarisi perusahaan, Niel."

"Papa tahu apa jurusan kuliah Daniel dulu dan Papa sudah melihat nilai Daniel," balas Daniel sambil melirik ke Papa.

"Dokter juga berhubungan sama perusahaan Papa kok. Nanti Daniel jadi Dokter perusahaan," sambung Daniel sekenanya.

Aku memandang Daniel, menilai raut wajahnya.

Really? Dokter? Dia pikir mudah apa jadi dokter?

"Sampai kapan kamu mau seperti ini Daniel? Menghabiskan waktu untuk hal yang tidak penting?"

"Daniel kuliah, Pa. Itu penting," sambarnya cepat.

"Daniel, Papa sudah tua. Papa bisa mati kapan saja. Siapa yang akan mengurus perusahaan kalau bukan kamu?"

"Pa!" tegur Mama.

"Papa kan sudah tahu, kalo Daniel yang ngurus perusahaan akan kemana untungnya. Apa Papa rela?"

"Papa gak peduli mau kamu apain untung dari perusahaan. Lagian saat itu Papa juga sudah mati. Papa hanya mau kamu melanjutkan perjuangan Eyang. Yang penting perusahaan terus berjalan dan tetap disegani. Apa kamu pikir akan mudah hidup tanpa apapun?"

"Daniel gak butuh warisan dari Papa atau Eyang."

"Daniel Alfin Notonegoro!!" bentak Mama.

Papa menghela nafas berat.

"Daniel, Papa sedang serius. Mama bisa mengurus perusahaan Papa dengan baik. Tapi Mama butuh dukungan kamu juga."

"Apa kalian tidak malu bertengkar terus-terusan di depan Anissa? Kalian sungguh keterlaluan!" ujar Mama jengkel.

"Anissa anak Papa juga, kenapa harus malu? Biar dia tahu gimana menyebalkannya calon suami dia. Siapa tahu dia mau berubah pikiran, mencari pria yang lebih serius."

"Jangan melibatkan Nissa, Pa." ujar Daniel.

"Kenapa? Kamu takut Nissa tinggalin kamu karena tahu kamu lebih mendalam?" ledek Papa.

Aku hanya bisa diam dan melirik Mama.

"Both of you, stop! Atau kalian boleh memesan meja lain untuk bertengkar," seru Mama marah.

"Daniel aja yang pulang ke Bandung sama Nissa."

Daniel bangkit dari duduknya.

"Daniel, duduk!" desis Mama.

Aku melirik Daniel dan menggeleng pelan agar dia mau duduk.

"Mau apa lagi sih, Ma?" tanya Daniel lelah sambil kembali duduk di kursinya dengan malas.

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang