14. Daniel ~ I love you too!

9.8K 569 36
                                    


Gue gondok banget sama Nissa. Gue tahu dia lagi sakit, tapi gue manusia biasa. Gue bisa ngerasain kecewa juga!

Bagus banget dia nyamain gue sama boneka gajahnya. Bukan hanya itu, dia juga gak ngakuin gue, sama Mama maupun Ayahnya. Masak seumur gitu masih gak boleh pacaran? Dia pasti sengaja kan? Gak mungkin kalo dia takut ketahuan pacaran!

Daritadi gue keliling nyari apotik. Sudah setengah jam gue dijalan. Gue kembali mutar di u-turn, perasaan gue, pernah ngeliat apotik sekitar sini. Tadi gue sengaja kabur, gue emosi sama Nissa, daripada gue meledak dan buat dia takut, mending gue keluar, sekalian nyariin dia penurun panas yang ditempel di kening.

Dia gak mau minum obat! Heran gue!

Gue parkir mobil gue di depan apotik dan turun buat beli obat penurun panas yang gak perlu di minum. Sekalian vitamin buat Nissa. Dia hanya mau empat suap Nasi, tadi. Pipinya langsung kempes, padahal dia baru sehari sakit.

Setelahnya, gue nyetir kembali ke kosan Nissa. Gue ngelirik jam, sudah jam sepuluh lewat lima. Gue menaikan kecepatan mobil gue.

Setibanya di kosan Nissa, gue langsung turun, mengambil ponsel gue dan meriksa, ternyata Nissa mengirim beberapa pesan dan dua misscall. Gue gak denger soalnya gue silent.

Gue setengah berlari masuk ke dalam. Pintunya kamarnya di kunci dari dalem.

Sial!

Gue telpon, ponselnya gak aktif. Dia marah lagi nih.

Gue gedor-gedor pintunya.
"Anissa!" panggil gue panik.

"Cha, buka dong!" teriak gue.

"Anissa, aku dobrak pintunya nih?" kata gue gak sabar.

Kalo dia kenapa-napa gimana? Dia sakit gitu.

"Icha??" panggil gue lagi.

Pintu terbuka.

Nissa berdiri dengan rambut berantakan dan wajahnya basah oleh keringat bercampur air mata. Mata dan hidungnya merah, bibirnya bengkak dan semerah darah.

Ya Tuhan.

Bego banget gue tinggalin dia!

"Sayang?" panggil gue pelan.

Nissa maju selangkah, "Jangan tinggalin aku."

Gue langsung menariknya masuk ke pelukan gue.

Badannya lebih panas dari sebelumnya. Dengan cepat gue nuntun dia masuk ke dalam. Membaringkannya di tempat tidur dan menyelimutinya.

"Niel. Dingin," ucapnya pelan.

"Iya, Sayang."

Gue mulai melilit badan Nisa dengan kedua selimut yang ada, lalu memeluknya dengan erat.

"Pake penurun panas ya?" tawar gue. Dia menggeleng keras.

"Cha, kalo gak mau aku bawa kamu ke rumah sakit. Aku gak mau kamu kenapa-napa!" ancam gue.

Gue gak peduli kalo dia bakal benci gue karena membawanya ke rumah sakit.

"Gak diminum. Hanya ditempeli, di kening kamu. Mau ya?"

Dia gak jawab.

Gue lepasin pelukan gue dan turun dari kasur mencari plastik yang tadi gue lempar begitu saja di meja karena panik.

Dengan cepat gue buka dus yang berisi beberapa bungkus, merobek salah satu bungkusan plastiknya dan menempelkan di kening Nissa.

"Niel, peluk."

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang