57. Anissa ~ Don't leave me hangin'

8.7K 447 18
                                    

"Anissa." tegur Daniel yang sekarang berdiri di pintu balkon menatap Alex seperti ingin membunuhnya.

Aku menghela nafas. Akhirnya selesai juga dia mengurus wanita berwajah malaikat namun berhati iblis itu.

Daniel mendekat dan langsung mengecup bibirku sekilas lalu memeluk pinggangku dengan posesif.

"Mana jasnya? Kenapa dibuka?" tanyanya menatap mataku. Sengaja mengabaikan Alex yang menatap kami berdua.

"Tuh. Berat banget." jawabku menunjuk jas Daniel yang aku sampirkan di teras balkon.

Daniel mengambil jasnya dan kembali memakaikannya di punggungku.

"Jangan di lepas." perintahnya.

"Berat."

"Nanti di kamar baru boleh dibuka, Icha." ucap Daniel tidak mau di bantah.

Aku mengangguk.

"Kamu masih ingat Alex?" tanyaku pada Daniel sambil menyuapi eskrim ke mulutku.

"Tidak." jawab Daniel dengan cepat. Menatap Alex dengan pandangan datarnya.

Alex tertawa.

"Lo pasti ingat gue, Notonegoro. Buktinya lo nolak semua proposal dari perusahaan-perusahaan gue."

"Semicolon punya standar dalam menerima client. Itu gak bisa gue cegah." balas Daniel tenang.

"Oh ya? Gue penasaran, standar seperti apa yang lo terapin. Semicolon tidak menerima tawaran dari perusahaan multinational sekelas Guevera Corp. tapi menerima tawaran dari perusahaan start up?"

"Semicolon milik gue. Standar gue yang di pake, tentu saja." jawab Daniel kalem.

Guevera Corp? Itu perusahaan milik Alex? OMG. Perusahaannya menguasai lebih dari 50 % pangsa pasar bidang pertanian di Indonesia. Guevera menyuplai hampir seluruh supermarket dengan produk pertanian mereka.

"Guevera perusahaan kamu?" tanyaku pada Alex. Aku tidak bisa menahan rasa penasaranku pada perusahaannya.

"Kamu gak baca kartu nama yang aku kasih?"

"Kamu pernah ngasih aku kartu nama?"

"Icha!!" protes Alex.
Wajahnya cemberut seperti bocah yang tidak diberi mainan. Padahal aku yakin, Alex berusia beberapa tahun lebih tua dari aku dan Daniel. Mungkin dua atau tiga tahun.

"Aku lupa." jawabku jujur.

"Waktu di bandara. Kamu tega sekali." bibir Alex mengerucut. Aku ingin tertawa namun Daniel meremas pinggangku pelan, membuatku menyembunyikan tawaku.

"Oh, iya. Mungkin masih di tas ranselku.

Daniel menunduk dan berbisik di telingaku.

"Habiskan es mu dan kita pergi dari sini sebelum aku membunuhnya." Daniel menjauhkan wajahnya dan menatap datar ke arah Alex.

Aku tahu jika Daniel benar-benar kesal karena melihat rengekkan manja Alex padaku.

"Aku sudah selesai." ucapku meletakkan mangkuk eskrimku diteras.

"Ayo kita ke kamar." ujar Daniel langsung menarikku masuk ke ballroom. Seakan hanya ada kami berdua saja di balkon itu.

"See you, Lex." aku melambai pada Alex sebelum pintu balkon tertutup. Daniel langsung menuntunku masuk ke lift.

"Kamu harus mengantikan eskrimku." ujarku penuh kekesalan ketika kami sudah berada di lift.

"Aku bisa membeli pabrik eskrim untukmu." jawab Daniel melirikku dengan dingin.

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang