Special Part : Asiya & Safiya

11.5K 444 39
                                    

"Daddy! Daddy!!" teriak Asiya sambil menarik celana Daniel yang sedang berdiri di depan cermin demi merapikan dasinya.

"Hey.. My princess. Ada apa?" Daniel menunduk demi menatap Asiya yang meminta perhatian darinya.

"Dad, Mama bilang sarapan sudah siap."

"Oh, baiklah." Daniel kemudian menggendong Asiya dan berjalan keluar kamar menuju ruang makan.

"Dad aku sudah bukan gadis kecil. I'm Six years old, Sir!" protes Asiya ketika berada di gendongan Daniel namun kedua lengannya melingkar di leher Papanya.

"Tapi kamu tetap gadis kecilku." ujar Daniel tidak peduli sambil mengecup ringan pipi Asiya.

"Yeah, whatever." Asiya menyerah karena percuma berdebat dengan Daniel. Papanya pasti dapat menjawab protes mereka. Asiya pernah bertanya pada Daniel, kenapa Dadnya tidak menjadi pengacara seperti Om Jo, karena Daniel selalu bisa memberi alasan dan membuat Asiya dan Safiya tidak berkutik.

Pertanyaan itu membuat Anissa tertawa dan melaporkannya pada mertuanya membuat Nataniel Notonegoro terbahak-bahak.

"Dad?" panggil Asiya.

"Yes, Princess?" jawab Daniel.

"Bisakah kita ke kedai eskrim hari ini? Aku sangat menginginkan eskrim." tanya gadis kecil berumur enam tahun itu. Daniel tahu karena beberapa hari terakhir kedua putrinya selalu membahas eskrim.

"Sekarang hari Kamis, Asiya tahu kapan jadwal kita makan eskrim?" tanya Daniel.

"Tapi hari Minggu masih terlalu lama." Asiya mengerucutkan bibirnya membuat Daniel tertawa.

"Bagaimana kalo Dad menjemput kalian di sekolah dan kita bisa singgah di kedai eskrim?"

"Really?" tanya gadis berambut sebahu itu dengan semangat.

"Tapi ini rahasia. Mama gak boleh tahu. Bagaimana?"

Asiya merapatkan bibirnya dan mengangguk dengan tegas menjawab pertanyaan Daniel. Daniel tertawa dan menciumi pipi gadis kecilnya.

"Asiya, kemeja Dad jadi kusut kalo gendong kamu. Ayo turun." tegur Anissa yang sedang menyendok nasi ke piring Daniel.

Asiya turun dari gendongan Daniel dan duduk di kursinya. Siap untuk sarapan pagi. Seperti halnya Daniel, kedua putrinya juga harus sarapan dengan nasi setiap pagi. Membuat Anissa harus berpikir keras untuk membuat menu berbeda di setiap harinya. Untungnya cooking class yang sudah di ikutinya selama enam bulan terakhir membuatnya lebih santai di dapur.

"Good morning Princess." sapa Daniel pada Safiya yang duduk dengan tenang di kursinya. Mengecup pelan puncak kepalanya dan mengusap rambut gadis itu dengan sayang.

"Good morning, Dad." jawab Safiya menengadah menatap Daniel.

"Sayang, kamu buat nasi uduk?" tanya Daniel dengan semangat menatap meja makan mereka.

"Ibu yang bantu." jawab Nissa sambil duduk.

"Kelihatannya enak." ujar Daniel.

"Rasanya lebih enak." balas Nissa.

Daniel duduk dan memulai sarapan.

"Tasty." puji Daniel setelah suapan keduanya.

"Ma.." panggil Asiya.

"Ya?" Anissa menatap Asiya.

"Dad akan menjemput kami hari ini." beritahunya. Anissa melirik Daniel sekilas.

"Oh ya?" tanya Nissa.

"Nanti Mama jemput mereka di kantor aja." sambung Daniel.

"Oke." jawab Anissa. Asiya dan Daniel saling melirik penuh arti, itu tak luput dari penglihatan Anissa dan wanita muda itu tersenyum.

DanissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang